Bukan Solusi, Surveilans Cacar Monyet pada Kelompok Rentan Hanya akan Memperkeruh Masalah
Selain problematik, pernyataan Kemenkes mengenai surveilans cacar monyet pada kelompok gay juga dapat membahayakan keselamatan anggota kelompok rentan tersebut.
Teks: Ghina Prameswari
Foto: Detik Health
Cacar monyet telah menyebar ke 75 negara dan menginfeksi lebih dari 17 ribu orang. Dengan angka penyebaran yang meningkat, World Health Organization (WHO) menetapkan cacar monyet sebagai darurat kesehatan global pada tanggal 23 Juli lalu. Indonesia, meski sampai dengan hari ini (30/07) belum mencatat satupun kasus penularan cacar monyet, berada pada resiko penyebaran yang cukup tinggi mengingat negara tetangga seperti Singapura baru mengumumkan kasus cacar monyet kesepuluh pada Selasa (26/07) kemarin.
Merespons hal ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) segera melakukan surveilans di semua pintu masuk negara–terkhusus bandar udara dan pelabuhan. Tak berhenti pada pengawasan dua area itu saja, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondowu menyatakan bahwa surveilans terhadap kelompok gay juga akan dilakukan untuk menekan angka penyebaran cacar monyet.
Langkah itu dilakukan ujarnya karena angka penyebaran cacar monyet tertinggi dialami oleh masyarakat dari kelompok tersebut. Pernyataan ini tak hanya dapat memperkuat stigma negatif terhadap kelompok gay, namun juga menaruh mereka pada posisi yang berbahaya. Menekankan pengawasan pada satu kelompok masyarakat tertentu dapat membangun konsepsi yang keliru bahwa cacar monyet hanya dapat menyebar lewat interaksi dengan anggota dari kelompok itu saja. Padahal Dicky Budiman selaku epideomolog dari Griffith Australia telah menegaskan bahwa cacar monyet dapat menginfeksi siapapun.
Di samping itu, Direktur Regional WHO Asia Tenggara Poonam Khetrapal Singh juga telah menekankan dalam konferensi persnya bahwa yang terpenting ialah “upaya dan tindakan penanganan yang terfokus tanpa stigma dan diskriminasi.” Pernyataan Kemenkes–terlebih lewat penyebutan kelompok rentan secara eksplisit–justru akan mengalihkan perhatian publik dari ancaman yang sebenarnya. Serta menjauhkan kita dari menemukan solusi atas krisis kesehatan yang tak hanya akan mempengaruhi segelintir kelompok masyarakat saja, namun juga kita sebagai kolektif.