Ajak Masyarakat untuk Interaksi dengan Bumi, Nocturnal Medicine Adakan “Under the Tongue: A Hibernation Temple and Ceremony”
Profesor Antropologi membuktikan bahwa healing rave yang disajikan oleh Nocturnal Medicine dapat memberikan ketenangan di tengah dunia yang chaos.
Teks: Hafiza Dina
Foto: Nocturnal Medicine
Pandemi COVID-19 sudah mau memasuki tahun ketiga, dan ketidakpastian masih terus berlanjut seiring dengan bermutasinya varian coronavirus. Masyarakat pun tidak bisa untuk tidak khawatir dan cemas. Ditambah lagi, mobilitas dan aktivitas beramai-ramai terus dibatasi━walau tidak seketat dulu, sehingga banyak yang masih merasa terisolasi dan kehilangan hubungan sosial. Berbagai cara dilakukan oleh masyarakat: mengadopsi peliharaan agar tidak lagi kesepian, menempuh jalan medis dengan pergi ke terapi, hingga mencoba untuk tetap berinteraksi dan membangun kehidupan sosial dengan cara baru. Cara terakhir inilah yang diwujudkan oleh Nocturnal Medicine, sebuah lembaga nirlaba yang mengadakan “pesta” dengan tujuan untuk mendorong spiritual healing.
Acara Nocturnal Medicine yang Under the Tongue: A Hibernation Temple and Ceremony ini bertajuk mengusung prinsip-prinsip dalam budaya rave. Bukan dalam artian dugem atau ngobat, tapi organisasi ini mengedepankan kekuatan dari kerumunan (crowds) dan perasaan lega dari para pihak yang terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan, meliputi sound bath, meditasi terpandu, candle-lighting ritual, dan ajakan untuk berinteraksi dengan instalasi seni di tengah lantai dansa.
Instalasi ini memiliki beberapa arca yang dibuat untuk menjadi visualisasi atas konsep siklus dan waktu. Michelle Shofet, pendiri Nocturnal Medicine, menjelaskan bahwa tiap bahan yang digunakan sebagai arca memiliki makna yang berbeda. Batu menandakan skala waktu secara geologis berjalan jauh lebih lambat dari kehidupan manusia. Sementara itu, kepiting tapal kuda━salah satu spesies tertua yang masih hidup━dihadirkan untuk menandakan kehidupan makhluk purba.
Tidak sia-sia, Donesh Ferdowsi, salah satu peserta dari kegiatan Nocturnal Medicine, mengungkapkan bahwa berinteraksi dengan instalasi tadi membantu dirinya untuk merasa lebih dekat dengan alam. Menyentuh arca-arca yang tersedia memberikan sensasi membumi bagi Ferdowsi, seakan menjadi pengingat bahwa dirinya bukan hanya sekadar otak tanpa tubuh. Bak penyempurna, musik pun disetelkan untuk membangun mood di antara para peserta. Sang DJ, Ian Kim Judd, perlu mencari musik-musik yang dapat menggabungkan dua kutub perasaan: yang cerah dan yang gelap.
Perasaan Ferdowsi dijelaskan secara ilmiah oleh Scott Hutson, Profesor Antropologi di University of Kentucky. Meski hadir ke acara healing rave seperti Nocturnal Medicine belum tentu bisa menyelesaikan seluruh kecemasan yang dirasakan seseorang, tapi ia akan diuntungkan dengan adanya perasaan keterikatan dan kebersamaan di antara para peserta yang terbangun dari kegiatan tersebut. Lebih spesifiknya, healing rave mengasah kemampuan untuk menghancurkan tembok pembatas antara diri sendiri dan orang lain, memisahkan diri sejenak dari kecemasan dan ego, untuk sekadar bersatu dan berrangkulan dengan sekerumunan orang.