Gimme 5: Bondi Goodboy
Kami berkesempatan bertemu dengan salah satu personil unit ini, Bondi Goodboy dan menanyakan 5 produk Adidas terbaik versinya.
Teks: Amelia Vindy
Pada awal tahun 2006, unit elektronik asal Jakarta, Goodnight Electric sangat lekat identitasnya dengan brand Adidas hingga sempat menjadi brand ambassador sportwear yang satu ini. Mulai dari atribut kepala hingga ujung kaki, Adidas menjadi kostum wajib mereka ketika tampil. Pada episode Gimme 5 kali ini, kami berkesempatan bertemu dengan salah satu personil unit ini, Bondi Goodboy dan menanyakan 5 produk Adidas terbaik versinya.
Adidas Samba
Sebelum berbagi cerita tentang saya dan Adidas, perlu saya jelaskan bahwa saya bukan kolektor Adidas maupun sneakers lainnya. Terbukti dengan habisnya semua Adidas yang saya miliki, baik itu dilengserkan pada teman, maupun keluarga sampai terjual ludes di event Holy Market yang digelar oleh ruangrupa dengan harga yang sangat murah. Yang tersisa kini adalah yang terbaik menurut saya. Dan kriteria terbaik berdasarkan pengalaman langsung selama saya memakai Adidas adalah lebih mengarah pada fungsi dan fashion.
Adidas Samba adalah the legendary! Dari segi fungsi dan fashion, seri ini menempati peringkat pertama di hati. Modelnya yang klasik selalu cocok dipadankan dengan hampir semua koleksi celana saya. Pilihan warna-warna retro yang kontras dengan 3 strip putihnya (pernah punya hitam, putih dan merah marun), all-upper bahan kulit dan tidak lupa ciri khas sol karet berwarna coklat (gumsole). Mengenai sol karetnya cukup prima hingga kini, bahkan untuk bermain bola plastik di lapangan konblok.
Adidas Superstar
Sepatu yang layak disandingkan dengan Converse All Star, dalam hal kepopuleran dan keikonikannya. Walaupun saya kurang begitu suka dengan si ujung sepatu yang biasa disebut “clamtoe,” “shelltoe” atau “jidat klingon”? Tapi sepatu ini erat hubungannya dengan hip hop klasik dan menurut saya musik ini never fail! Run D.M.C. dengan Adidas lah yang mengawali perjanjian endorsement antara artis hip hop dengan perusahaan besar.
Adidas Gazelle
Adidas yang ini mewakili jiwa indies 90-an saya. Apalagi saat Oasis memakainya. Dengan bahan suede yang sangat classy, sepatu ini cukup trendy di kalangan para ‘britpoper’ Jakarta saat itu. Enak dipakai untuk menonton Rumahsakit sambil joget keramas.
Adidas Americana
Sepatu ini sebenarnya berat. Tidak saya rekomendasikan untuk jalan-jalan atau lari pagi. Tetapi menjadi favorit saya di atas panggung, tampil bersama Goodnight Electric. Solnya tinggi dan empuk enak untuk berajojing, dan lumayan menambah tinggi sehingga tubuh saya tidak terlalu terlalu tenggelam oleh stand synth keyboard.
Adidas Stansmith
Kehidupan di bawah regulasi korporasi alias ngantor, mengharuskan saya untuk memakai sepatu formal berwarna hitam. Namun percayalah jarak rumah saya (Ujung Aspal, Pondok Gede) ke kantor (Jl. Majapahit, Harmoni) sangat luar biasa jauhnya, walau ditempuh dengan sepeda motor. Terhitung 5 kali sudah berganti sepatu model pantofel, semuanya jebol! Adidas Stansmith all black, tanpa tiga strip, menjadi pilihan tepat. Selain kuat, juga masih bisa trendy dan tampil beda, meskipun masih harus kucing-kucingan dengan HRD.