Penonton Palestine Cinema Days di Jakarta Bersolidaritas Menolak Penjajahan Palestina
Palestine Cinema Days 2023 memutar film dokumenter One More Jump yang menampilkan impian personal atlet parkur Palestina.
Teks & Foto: Ahmad Haetami
In-Docs dan Asia Justice and Rights (AJAR) bekerja sama mengadakan Palestine Cinema Days 2023 sebagai bentuk dukungan terhadap festival Film Lab Palestine yang batal terlaksana akibat gejolak di Gaza. Palestine Cinema Days pada tahun ini menemui penonton dalam 171 titik lokasi penayangan film di 41 negara seluruh dunia. Di Indonesia, selain dilaksanakan di Kantor AJAR, Jakarta Selatan, juga ada pemutaran film di Palu, Sigi, Denpasar, Tarakan, dan Yogyakarta.
Palestine Cinema Days di Jakarta memutarkan film berjudul One More Jump (2019), sebuah dokumenter tentang skena parkur yang digerakkan oleh generasi muda Palestina buatan sutradara kelahiran Italia, Emanuele Gerosa. Pemutaran tanggal 3 November dipilih sebagai peringatan Deklarasi Balfour di tanggal 2 November.
One More Jump memotret kehidupan anak-anak muda di Gaza dalam rentang tahun 2016-2017. Kisah dalam film sudah hampir tujuh tahun berlalu. Meskipun begitu, para penonton menemukan kemiripan dengan apa yang terjadi di tahun 2023. Pemutusan listrik, kesulitan memperoleh obat-obatan, adalah dua dari sekian banyak kemiripan situasi Gaza pada tahun 2016 dengan kondisi selepas 7 Oktober 2023 ketika Hamas melakukan perlawanan terhadap kungkungan penjara terbuka Israel.
Situasi Gaza dalam One More Jump juga terpotret melalui harapan dua atlet parkur Palestina, Jehad yang tinggal di Gaza dan Abdallah di Italia. Jehad berusaha mengajarkan parkur kepada generasi penerus supaya olahraga tersebut masih akan terus dilakukan meski di tengah-tengah reruntuhan kota. Di sisi lain, Abdallah berusaha mewujudkan cita-citanya menjadi atlet parkur sukses meski dalam bayang-bayang kerinduan dan kesulitan pulang ke Palestina.
Sebelum pemutaran film, perwakilan AJAR, Kania Mamonto mengungkapkan Palestine Cinema Days yang juga terlaksana berkat dukungan Aflamuna ini lahir atas keinginan untuk membuka ruang pertemuan dan berbagi kegelisahan bersama.
“Lewat pemutaran film ini, kita berharap bahwa narasi tentang kebenaran dari keseharian warga Palestina, bisa muncul dan memberikan pembelajaran baru bagi kita, setidaknya warga Indonesia,” ujarnya.
Kania juga mengungkapkan bahwa konflik bersenjata dan kekerasan pemusnahan dan pembunuhan massal yang terjadi, baik di Palestina, maupun Rohingya dan Ukraina, bahkan di Aceh serta Papua, akan selalu mengorbankan nyawa mereka yang miskin dan terpinggirkan.
“Hari ini kita berkumpul atas nama cinta terhadap kemanusiaan. Cinta terhadap kemerdekaan seluruh insan di dunia. Buat kami ini adalah seruan untuk menolak segala bentuk kekerasan, konflik bersenjata, di manapun berada. Kami mengajak teman-teman, melawan penindasan ini dengan meminjam slogan yang selalu dikumandangkan para korban pelanggaran HAM yang berani berdiri di depan Istana Negara setiap Kamis, ‘jangan diam, lawan’,” pungkas Kania menutup sambutannya.
Selepas pemutaran film, beberapa penonton mengungkapkan perasaannya terhadap film dokumenter berdurasi 83 menit itu. Salah satu penonton dari Papua yang tidak menyebutkan nama, mengungkapkan apa yang tergambar di film tidak jauh beda dengan kisah warga Papua.
“Salah satu adegan film ketika mereka (warga Palestina) bilang ‘they are all against us’, itu perasaan yang sama dengan apa yang kita rasakan. Kita sudah hilang harapan, sebenarnya siapa yang bersama kita. Ada Freeport Amerika, ada Inggris yang punya kepentingan di Papua. Rasanya aku sampai pada kesimpulan bahwa apa yang dilakukan Hamas adalah logis,” ujarnya.