Who, What, Why: MORAL
Fashion sebagai medium untuk berekspresi dan menyampaikan story dari mereka yang terpinggirkan.
Teks: Annisa Nadia Harsa
Foto: MORAL
WHO
MORAL adalah fashion brand yang didirikan oleh Andandika Surasetja pada tahun 2016 dan kemudian dijalankan bersama oleh Radhitio Anindhito sebagai brand manager di tahun 2017. Pada mulanya, brand ini merupakan lini yang memiliki fokus kepada menswear, sebelum merambah dan berkembang ke desain-desain yang unisex dan bisa dikenakan oleh pria maupun wanita. Sebagai brand, MORAL juga berusaha untuk memadukan semangat yang youthful dan aspek wonderment akan kehidupan dalam desainnya. MORAL, kependekan dari moral of the story, merupakan bentuk penyaluran ekspresi, ide, dan cerita bagi Andandika. Desain dalam MORAL merupakan sebuah wadah untuk story telling yang ia terjemahkan dalam warna, tekstil, layering, dan photo prints dalam koleksi-koleksi MORAL. Dengan ini, MORAL dapat menghasilkan karya-karya yang berani, menantang secara kreatif dan tetap straightforward dalam menyampaikan cerita-cerita serta pesan melalui tiap koleksinya.
WHAT
Dalam MORAL, elemen story telling tersebut bukan hanya wadah, melainkan fondasi tiap-tiap koleksi yang diluncurkan juga. Story telling yang dilakukan oleh Andandika ini mencakup penggunaan pengalaman pribadi dan sense of curiosity sebagai inspirasi. Dengan story telling sebagai fondasi, MORAL memiliki perspektif yang unik mengenai fashion, bahwa tiap individu memiliki cerita dan berusaha untuk mencari tahu moral value di balik cerita-cerita tersebut. Cara pandang ini nyatanya telah membawa hasil bagi MORAL yang telah memenangkan Asia Asia Newgen Fashion Award 2018 (ANFA) di Indonesia serta menyabet juara runner-up untuk tingkat regional. MORAL juga telah memamerkan koleksinya di Harbin Fashion Week, China pada tahun 2019 lalu.
Sebagai desainer muda, Andandika melihat masih ada tantangan yang harus dihadapi, terlebih lagi sebagai label independen yang menginginkan perkembangan secara organik, dikarenakan sistem yang masih terbilang kurang kondusif. Namun, hal tersebut dan rumitnya tahapan pada proses perancangan koleksi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk dilalui. Hal ini dikarenakan oleh perspektif yang dimiliki Andandika, bahwa fashion merupakan suatu form of expression yang memadai untuk dijadikan sebagai wadah story telling MORAL. Terlebih lagi, Andandika melihat perlu adanya keseimbangan yang antara pemikiran konseptual dan kepraktisan dalam menerjemahkan ide menjadi karya yang konkret, yang dianggap sebagai proses-proses fundamental dalam merancang sebuah koleksi. Walaupun proses perancangan koleksi melibatkan tahap-tahap yang kompleks, Andandika justru menemukan adanya rasa kemerdekaan untuk berpendapat melalui pieces, tekstil, warna, print, dan silhouette dari MORAL secara tersirat dan tersurat.
WHY
Social commentary yang ditemukan dari MORAL merupakan bagian dari kebebasan berpendapat tersebut. Sebagai pendiri MORAL, Andandika selalu mempertanyakan hal-hal yang rumit maupun yang terlihat sepele sebagai hal yang penting. Alih-alih dilihat sebagai suatu masalah atau kepenatan, hal tersebut disalurkan melalui fashion sebagai bentuk coping mechanism. Bagi Andandika, fashion bukan hanya hal yang eksklusif bagi kaum elit saja, melainkan memiliki cakupan yang luas. Maka dari itu, Andandika melihat datangnya desainer-desainer muda merupakan sesuatu yang sangat positif, karena tiap brand muda mampu membawa nafas baru dengan karakter dan perspektif yang berani pada lanskap industri fashion di Indonesia. Fashion, menurut Andandika, juga tidak terbatas pada suatu bentuk dari kemewahan atau keindahan, tetapi memiliki kekuatan untuk menyampaikan kritik dan menuangkan gagasan yang tidak populer. Selalu mengedepankan pendekatan yang inovatif, MORAL pun saat ini sedang dalam proses penggarapan metode presentasi yang baru dan unik di kuartal ketiga tahun ini.