Eksplorasi Sosok Drake Dibalik Layar Lewat “Scorpion”
“Scorpion” tidak hanya berfungsi sebagai respons untuk Pusha T, namun juga sebagai medium untuk refleksi diri.
Foto: Djbooth
Di saat album kelima Drake yang berjudul “Scorpion” rilis tanggal 29 Juni lalu, 2 single dari album tersebut telah berada di atas tangga lagu Billboard selama 18 minggu berturut-turut. Sebelum rilis, telah banyak perbincangan yang terjadi seputar kualitas Drake sebagai musisi rap dari diss track yang dikeluarkan oleh Pusha T yakni “Infrared” dan sebuah exposé tentang statusnya sebagai seorang Ayah lewat “The Story of Adidon”. Setelah hanya membalas dengan “Duppy Freestyle”, Drake seakan tidak menggubris sindiran Pusha T sampai keluarnya album tersebut. Terlebih dari itu, “Scorpion” tidak hanya berfungsi sebagai respons untuk Pusha T, namun juga sebagai medium untuk refleksi diri.
Dengan menggunakan format double album Drake seakan ingin mengikuti langkah pendahulunya yaitu Tupac, Wu-Tang, dan OutKast. Pembagian 25 trek menjadi “Side A” dan “Side B” bukan hanya trik untuk sekedar memecahkan rekor streaming, tapi juga suatu langkah untuk mengikuti apa yang telah dilakukan oleh para musisi rap legendaris. Maka dari itu, “Scorpion” pun adalah sebuah penunjuk bahwa ia pantas berada di posisinya saat ini.
“Side A” yang memiliki 12 lagu menunjukan sisi hip hop milik Drake yang didukung dengan hanya satu feature saja dari Jay Z. Untuk menunjukan kedudukannya di antara musisi rap masa kini, “Scorpion” dibuka dengan trek “Survival” yang menceritakan pengalamannya di industri tersebut dari momen keberhasilannya hingga sederet rap beef yang ia lalui.
Ia pun mempertegas kemampuannya dengan “Nonstop”, trek dengan beat trap yang dipenuhi oleh pengaruh “Memphis hip hop”. Lalu, untuk pertama kalinya di album tersebut Drake akhirnya membenarkan rumor mengenai anak kandungnya di trek “Emotionless” dengan mengatakan “I wasn’t hiding my kid from the world / I was hidin’ the world from my kid” sebagai alasan mengapa ia merahasiakan status anaknya selama ini. Hal tersebut juga dilanjutkan pada lagu “8 Out Of 10” dengan “Kiss my son on the forehead then kiss your ass goodbye / As luck would have it, I’ve settled into my role as a good guy” yang ditujukan pada tuduhan Pusha T. Pada satu-satunya trek yang memiliki feature, verse Jay-Z di “Talk Up” menceritakan kisahnya di industri rap sejak awal masa karirnya hingga menyinggung tentang kematian XXXTentacion.
Berlanjut ke “Side B”, Drake menyajikan 13 trek yang lebih mengarah ke genre R&B dan hip-hop yang mengingatkan pada era “Thank Me Later”. Jika sisi sebelumnya lebih banyak bercerita tentang perjalanan dan pencapaian karirnya, “Side B” adalah tentang perempuan dan hubungan Drake dengan mereka, walau tidak jelas apakah hanya ada satu muse di album ini atau beberapa. Yang paling menarik perhatian adalah “Don’t Matter to Me”, sebuah trek yang menggunakan unreleased sample milik Michael Jackson dengan beat dan nuansa warm yang mengingatkan pada lagu “Hold On, We’re Going Home” dari album tahun 2013 berjudul “Nothing Was The Same”. Namun, di antara trek lainnya, nuansa R&B paling terasa di trek “After Dark” featuring Static Major dan Ty Dolla $ign yang kental dengan beat dan permainan gitar yang identik dengan lagu-lagu R&B klasik dipenuhi dengan smooth-talk yang filthy and funny.
Lewat “Scorpion”, terlihat bahwa Drake ingin membuktikan para pendengar bahwa ia tetap memiliki kapasitas untuk membuat sebuah album yang apik. Terlepas dari kemampuan song-writing, “Scorpion” juga patut diperhatikan dari segi produksi lagu yang melibatkan produser-produser ternama seperti DJ Premier (“Sandra’s Rose”), DJ Paul (“Talk Up”), No I.D. (“Emotionless”), dan Noah “40” Shebib (“Don’t Matter to Me”), hingga new faces Tay Keith (“Nonstop”). Di sini Drake meninggalkan elemen suara di tahun-tahun yang lalu seperti dancehall, Afrobeat, dan grime, dan lebih memilih untuk melihat kembali jenis suara dan struktur musik yang ada di kumpulan musik dari musiknya di masa yang lalu dan menyempurnakannya.