Studi Kasus: Bedah Desain Signage MRT Jakarta bersama Paul Hessels
Pada Studi Kasus kali ini, kami mengupas proses dibalik desain penunjuk arah MRT Jakarta. Mulai dari alasan mereka tidak menggunakan elemen tradisional hingga kesulitan mereka memasukan teks berbahasa Indonesia ke dalam sistem yang menggunakan bahasa Jepang.
Words by Hana A. Devarianti
Foto: DOK. PT Indigo
Desain: Tiana Olivia
Tahun 2019 silam sepertinya menjadi tahun yang cukup monumental bagi ibu kota. Tepat sebelum bergantinya dekade baru, Jakarta menyambut kehadiran MRT Jakarta, moda transportasi massal nan cepat yang pertama bagi Jakarta juga Indonesia. MRT Jakarta bukan cuma digadang-gadang menjadi solusi dari masalah kemacetan yang sudah menjadi makanan sehari-hari warga Jakarta, ia juga menjadi tonggak bagi era baru di Jakarta maupun Indonesia. Sebuah era yang mengusung harapan akan kehadiran kota dengan moda transportasi publik yang modern dan nyaman bagi semua.
Berangkat dari pemahaman bahwa MRT Jakarta harus bisa merangkul semua kalangan yang tinggal di ibu kota, menarik rasanya untuk mengulik lebih dalam tentang bagaimana pemahaman tersebut diterjemahkan ke elemen-elemen desain yang ada di dalamnya. Salah satu diantaranya adalah desain signage dari moda transportasi yang pada bulan Maret mendatang genap berusia satu tahun ini. Pada edisi Studi Kasus ini, kami khusus membahas soal desain petunjuk arah yang ada di MRT Jakarta. Bersama Paul Hessels dari Indigo Design & Development, studio desain yang merancang papan penunjuk arah MRT Jakarta, kami membedah secara detail proses kreatif dibalik desain tersebut.
Tentang Objektif Desain
Bicara soal objektif desain sebuah signage tak lepas dari kebutuhannya untuk mudah dipahami bagi pengguna. Menurut Paul, hal ini pula yang membuat signage memiliki desain yang down-to-earth. Paul juga menuturkan ada banyak hal penting dalam mendesain sebuah signage, mulai dari pemilihan font yang tepat, color contrast yang baik, hingga size yang pas. Namun, yang juga tak kalah penting, adalah memastikan adanya konsistensi sehingga standar desain yang telah diciptakan tetap dapat diimplementasikan di masa depan.
Hal tersebut yang kemudian menjadi pertimbangan bagi tim Indigo Design & Development dalam merancang tanda petunjuk untuk MRT Jakarta. Paul mengatakan bahwa objektif utama proyek desain ini adalah menciptakan desain yang modern, menarik dan memenuhi fungsinya sebagai penunjuk informasi di stasiun serta gerbong kereta MRT.
Tentang Referensi Desain
Dalam pengerjaan proyek, Indigo Design & Development melakukan kerja sama operasional dengan TDC dari London. Hal ini dilakukan untuk memenuhi syarat tender yang mengharuskan partisipan tender adalah perusahaan lokal yang sudah pernah mengerjakan international signage project untuk transportasi publik. TDC sendiri adalah design consultancy ternama yang berfokus pada transportasi. “Kami sangat beruntung dapat mengandalkan pengalaman partner kami, TDC, dan menjadikan project mereka yang sebelumnya sebagai referensi,” ujar Paul.
Selain itu, referensi desain untuk signage MRT tentunya juga banyak datang dari sistem signage yang sudah digunakan pada moda transportasi serupa di negara lain, termasuk MRT di Dubai dan Singapura. Tidak hanya itu, Indigo Design & Development juga terinspirasi dari kota Jakarta itu sendiri. “MRT adalah langkah yang sudah lama ditunggu-tunggu untuk masa depan Jakarta, sehingga kami tidak ingin menggunakan elemen heritage yang kentara, seperti batik, sebagai referensi utama. Sebaliknya, kami ingin merepresentasikan Jakarta sebagai kota metropolitan,” kata Paul. Palet warna yang digunakan pada desain signage MRT, seperti dark blue, light blue, merah, dan kuning terinspirasi dari warna yang kerap ditemukan di ibu kota.
Tentang Proses Desain
Paul mengatakan bahwa proses desain signage ini memakan waktu selama enam bulan. Tentunya selama proses desain ini, tim Indigo Design & Development sempat menghadapi beberapa tantangan. “Tantangan pertama adalah MRT Jakarta belum memiliki strategi dalam hal identitas brand ketika kami memulai project ini,” kata Paul. Padahal, signage berperan tak hanya sebagai petunjuk arah, tetapi juga menjadi gambaran kuat akan identitas brand. Hal ini disebabkan karena signage ditemukan di setiap sudut moda transportasi.“Jika seluruh sign menggunakan warna merah, berarti warna tersebut akan menjadi bagian dari identitas brand,” tutur Paul.
MRT Jakarta memang sudah memiliki logo dengan lettering berwarna gelap yang biasanya hadir dengan background putih. Logo yang lahir dari hasil sayembara tersebut tidak boleh diganti, tetapi tidak ada panduan yang saklek dalam hal penggunaan logo. “Melihat kebutuhan dari signage, kami akhirnya memutuskan untuk menggunakan logo dalam bentuk yang ‘terbalik’, dengan menggunakan warna putih sebagai warna logo dan warna gelap sebagai warna background,” tutur Paul. Hal ini dilakukan karena signage dengan warna latar yang terang cenderung tidak nyaman untuk dibaca para pengguna. Pada akhirnya, desain signage MRT Jakarta menggunakan warna latar dark blue dalam setiap desainnya. Warna yang kemudian menjadi kekhasan tersendiri bagi moda transportasi ini.
Selain soal identitas brand, tim Indigo Design & Development juga menghadapi tantangan lainnya, mulai dari keputusan politis dalam hal penamaan stasiun hingga masalah teknis. Salah satu tantangan yang cukup meninggalkan kesan adalah saat mereka membuat desain layout untuk digital screen di gerbong kereta. Layaknya sang kereta itu sendiri, software untuk digital screen dari MRT dibuat di Jepang. Hal ini berarti cara memasukkan teks ke digital screen pun menggunakan bahasa Kanji Jepang, dengan lebar karakter yang tetap untuk setiap huruf. Ini menjadi tantangan tersendiri saat memasukkan teks untuk digital screen, karena tidak seperti karakter pada bahasa Kanji, karakter untuk setiap huruf dalam bahasa Indonesia berbeda-beda.
Tentang Hasil Desain
Secara keseluruhan, hasil desain dari signage MRT Jakarta mampu memenuhi objektif yang diinginkan. Paul mengatakan bahwa mereka mendapat respon yang baik dari komunitas yang bergerak di industri grafis. “Hal yang cukup menyenangkan, MRT Jakarta menggunakan color scheme yang kami digunakan sebagai warna untuk livery (bagian luar gerbong kereta), sehingga menambah keseragaman desain keseluruhan,” ujar Paul.
Tentu saja, ketika melihat hasil akhir desain, Paul merasa masih ada beberapa hal yang sebenarnya bisa dikerjakan dengan lebih baik lagi. Namun, terlepas dari itu, “manual” dalam sebuah desain memang akan selalu berkembang. Seiring dengan berkembangnya sistem moda transportasi ini, akan berkembang pula elemen desain yang ada di dalamnya. Meski begitu, untuk kedepannya, Paul berharap MRT Jakarta tetap dapat menjaga konsistensi dari signage yang telah ada.