Apakah 3D Printing Jawaban atas Krisis Perumahan Saat Ini?
Dengan harga pembangunan rumah yang terus meningkat dan pekerja pembangunan yang jumlahnya terus berkurang, ada kemungkinan inovasi mesin cetak 3D dapat bekerja secara lebih efisien.
Teks: Reiko Iesha
Photo: The World Economic Forum
Jason Ballard, seorang pengusaha dan co-founder dari ICON, suatu perusahaan konstruksi yang fokus pada teknologi 3D printing berpendapat bahwa di Amerika Serikat ada terlalu banyak orang tunawisma karena orang kelas pekerja sudah banyak yang tidak mampu membeli rumah. Biaya pembangunan rumah terlalu boros dan tidak efisien, dan ia berpikir masa depan akan sangat kelam jika tidak ada perubahan.
Di tahun 2017, pada saat Ballard mendirikan ICON, ia percaya bahwa solusi untuk memperbaiki krisis pembangunan rumah adalah dengan penggunaan teknologi 3D. Fokus utama Ballard adalah untuk membangun dua kali lebih banyak rumah dengan dua kali lebih sedikit sumber daya dan waktu yang digunakan. Menurutnya, krisis pembangunan ini terjadi karena harga pembangunan yang terus meningkat, pekerja pembangunan yang jumlahnya berkurang, dan rantai pasokan yang bermasalah. Maka dari itu, mesin pencetak tiga dimensi yang saat ini semakin sering diproduksi bisa saja menjadi solusi yang baik.
Gedung-gedung yang telah dibuat menggunakan teknologi 3D printing juga bisa ditemukan di beberapa negara, seperti rumah berlantai dua di Eropa dan rumah di Amerika Serikat yang baru saja terjual. ICON sudah menguji kemampuan teknologi 3D dalam membangun rumah kurang lebih 24 kali. Di tahun 2023, ICON bekerjasama dengan Lennar, perusahaan pembangunan kedua terbesar di Amerika dan berencana untuk mencetak 100 rumah di Austin, Texas. Selain ICON, sudah ada perusahaan-perusahaan 3D printing lainnya yang mencetak bangunan. Di Republik ceko, sudah ada apartemen dan rumah untuk Habitat for Humanity yang tercetak. Dubai juga sudah memberikan pernyataan bahwa pada tahun 2030, seperempat dari gedung-gedung di sana akan dicetak.
Ide untuk mencetak gedung menggunakan beton pertama kali muncul karena Bekhrokh Khoshnevis, seorang profesor jurusan teknik dari University of Southern California. Pada awalnya, Khoshnevis bereksperimen menggunakan plastik dan besi dan hanya mencetak bagian-bagian kecil yang diperlukan untuk pembangunan saja. Tidak lama kemudian, ia menggunakan teknologi tersebut untuk membangun gedung. Saat itu, mahasiswa-mahasiswa Khoshnevis merasa teknologi ini terlalu merepotkan dan tidak terlalu rapi. Namun, ia percaya bahwa teknologi ini akan sangat berguna di masa depan, dan prediksi Khoshnevis tepat. Dua tahun kemudian, Khoshnevis berhasil mencetak prototipe rumah dan selesai di bawah 24 jam.
Co-founder dari COBOD International, Philip Lund-Nielsen, mengkritik pernyataan Ballard mengenai kehebatan pencetakan 3D dalam pembangunan rumah. Lund-Nielsen merasa bahwa pencetakan 3D suatu hari pastinya akan bisa membuat pembangunan rumah lebih efisien secara signifikan, tetapi Ballard sebaiknya jangan terlalu ambisius dan harus mempertimbangkan resiko-resiko dari teknologi 3D.
Menurut Lund-Nielsen, Ballard sebaiknya menurunkan ekspektasinya dan menunggu beberapa tahun untuk memastikan teknologi ini sepenuhnya bisa dipercaya.
Rumah hasil pencetakan 3D dari ICON salah satunya bernama House Zero. Rumah ini didesain oleh arsitek Lake Flato asal Texas, dengan ukuran sekitar 185 meter persegi. Selain itu, ICON juga mencetak rumah di tahun 2019 sebagai bagian dari Community First! Village, suatu proyek kompleks yang khusus dibuat untuk tunawisma.