Bermain dan Meninggalkan Pretensi di “No Humans Allowed”
Pameran karya dua seniman lintas generasi, Feransis dan Onijiri.
Sejak kelas menengah menguasai perputaran tren terkini dan millenials menjadi terminologi penting hari ini, seni menjadi bagian tak terpisahkan di antara kehidupan urban. Bentuknya ada pada bagaimana kita akan semakin akrab dengan istilah eksibisi, kurator hingga instalasi. Tak jarang, beberapa di antara kita pun melekatkan konsep ini dengan wearable art yang menjadi bagian dari atribut kita sehari-hari. Tapi, persis dengan istilah millenials yang mulai melelahkan di telinga, konsep eksibisi seni pun mulai sampai di titik jenuhnya.
Kini kita sampai di waktu di mana ruang pamer kita dipenuhi dengan gagasan-gagasan besar yang penuh pretensi. Beberapa di antaranya menenggelamkan kita dalam premis besar tentang masalah-masalah dunia, beberapa menyekik kita dengan kisah pribadi yang melelahkan untuk diikuti. Belum lagi mengenai tulisan kuratorial yang seringnya membawa kita tersesat dalam belantara hiperbola dari kepala penulisnya. Kadang, kita perlu sejenak keluar dari konsep-konsep tadi, untuk mencari konsep segar yang membuat kita ingat bahwa seni pun bisa menyenangkan.
Dan untuk itu, “No Humans Allowed” adalah pameran yang penting. Salah satu alasan utamanya adalah karena pameran ini sama sekali tak berusaha untuk menjadi penting. Diisi oleh dua seniman lintas generasi, Feransis dan Onijiri, “No Humans Allowed” tampil sebagai pameran yang bebas pretensi. Di sini, tak ada misi untuk menyelesaikan masalah dunia. Kisah personal yang kelewat rumit juga tak ada. Idenya sederhana, menampilkan karya dari dua seniman dengan tema yang juga jauh dari serius: tentang monster dan ketakutan dua seniman terhadapnya. Begitu saja.
Tapi justru di situlah keistimewaannya berada. Feransis dan Onijiri tampil dengan warna-warni karya yang bebas dan naif – perspektif penting yang semakin sulit ditemukan kini. Feransis banyak bermain dengan kolase kertas berbagai warna dan Onijiri lebih banyak bermain ilustrasi. Melahirkan warna-warni dan berbagai bentuk yang cerah-ceria (bahkan ketika kita sedang berbicara tentang ketakutan). Ada pula beberapa karya yang menyimpan kejutan menyenangkan di dalamnya.
Jika dilihat lebih jauh, “No Humans Allowed” tampak lebih mirip dengan taman bermain dari pada pameran seni pada umumnya. Kedua seniman diberikan kebebasan untuk main-main, dan itu pula kesan yang disampaikan pada pengunjungnya. Semua diajak untuk bermain-main, kembali ke masa kecil kita yang menyenangkan – meski kita semua takut monster di malam hari. Dan, tanpa kita ketahui sebelumnya, ternyata variasi pameran seperti inilah yang kita butuhkan di waktu-waktu seperti sekarang ini.
–
No Humans Allowed
01 – 19 Maret 2019
Selatan
Jl. Benda No. 89
Kemang, Jakarta Selatan