Who, What, Why: Komunitas Pojok
Komunitas street art yang ingin menumbuhkan pemikiran kritis serta keinginan untuk mengeksplorasi dunia seni rupa Bali.
Teks: Annisa Nadya
Who
Komunitas Pojok merupakan kolektif berupa perkumpulan street artist di Bali, yaitu Slinat, Wild Drawing, Peanutdog, Warcd, serta 735art yang didirikan pada tahun 2000. Bertemu sejak masih menjadi mahasiswa di STSI, atau Sekolah Tinggi Seni Indonesia, perkumpulan ini awalnya merupakan “tongkrongan” para mahasiswa STSI bersama mahasiswa kampus lain. Dalam perkumpulan tersebut, komunitas ini tumbuh sebagai bentuk penyaluran kegelisahan dan keluh kesah mereka. Berawal dari keluh kesah terhadap perspektif yang rendah terhadap mahasiswa seni rupa, kegelisahan mereka dan kepedulian mereka pun akhirnya mencakupi hal-hal yang lebih luas. Seperti mengkritik isu-isu sosial, budaya, serta lingkungan yang ada di Bali. Tak hanya itu, Komunitas Pojok juga sangat mengedepankan inovasi, perkembangan, dan kemajuan melalui perlawanan terhadap hegemoni yang ada dalam industri kesenian di Bali. Hal-hal tersebut dilakukan melalui karya-karya street art seperti mural serta festival ruang publik yang gratis agar terbuka untuk masyarakat.
What
Komunitas Pojok memiliki keinginan untuk bersenang-senang dengan sehat. Yang dimaksud adalah menjalankan peranan dan berkontribusi kepada masyarakat melalui penyediaan wadah untuk berpikir kritis. Salah satunya adalah Bali yang Binal, atau BYB. Sebuah festival di ruang publik yang terbuka sekaligus alat penyampaian kritik serta penyampaian ide-ide dan opini. Awal mulanya, BYB merupakan bentuk kritik terhadap perhelatan Bali Biennale yang digelar pada tahun 2005 silam. Dengan street art sebagai alat, Komunitas Pojok berharap bahwa pesan mereka akan mencapai cakupan yang luas di masyarakat serta dapat mengundang publik untuk beropini serta mempertanyakan hal-hal di sekitar mereka secara kritis. Pencetusan diskusi dan pemikiran kritis inilah yang dianggap sebagai kontribusi yang sangat penting untuk diberikan oleh seorang seniman di masyarakat. Meski tak memiliki daya untuk menggerakkan perubahan dalam skala besar, Komunitas Pojok ingin mengajak publik untuk lebih peduli.
Selain BYB yang digelar setiap dua tahun, Komunitas Pojok juga turut berpartisipasi dalam proyek-proyek seperti Kampung Mural Cekomaria. Selain itu, dengan keinginan untuk memancing pikiran kritis dan kepedulian di masyarakat tadi, mereka juga kerap menggunakan seni sebagai bentuk aktivisme. Beberapa diantaranya adalah kampanye dan perayaan Hari Anti Korupsi bersama KPK-RI, mengkritisi industri seni rupa Bali dalam MegaBuran, mendukung gerakan Bali Tolak Reklamasi, mendukung petani Sendang Pasir dalam kasus perebutan tanah, serta menjalin solidaritas bersama komunitas anti tambang di Banyuwangi. Tak hanya itu, Komunitas Pojok juga turut mendukung aktivisme dari organisasi seperti Greenpeace Indonesia serta Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dalam menolak keberadaan PLTU Celukan Bawang II.
Why
Kehadiran Komunitas Pojok dalam dunia seni rupa Bali membuka jalan serta menyediakan ruang baru agar seniman maupun masyarakat dapat secara bebas berpikir dengan kritis. Terlebih lagi, Komunitas Pojok melihat adanya halangan dari seni rupa di Bali untuk berkembang karena kuatnya pengaruh tradisi sebagai daya tarik utama industri pariwisata. Dengan fokus yang sangat besar ke arah pariwisata, baik itu sebagai pertunjukan maupun cendera mata, ruang untuk eksplorasi dan berkembang bagi seniman pun menjadi lebih sedikit. Komunitas Pojok ingin menembus batasan yang berada di ekosistem seni rupa Bali tersebut, mulai dari tingkat pembelajaran di universitas hingga praktik agar seni kontemporer dapat tumbuh dan berkembang.
Keinginan untuk menerobos batasan dan memberi impact dalam bentuk apapun juga ditemukan dalam cara mereka menyikapi pandemi ini. Meski berfokus pada street art, Komunitas Pojok tak luput dalam menggunakan seni sebagai cara mereka untuk berkontribusi kepada masyarakat. Bersama tim Putih Hijau, Komunitas Pojok telah berkolaborasi untuk membelikan pasokan APD bagi tenaga medis melalui penjualan karya potret. Mengenai masa pandemi dan pengaruhnya kepada ekosistem seni rupa, Komunitas Pojok berharap bahwa perspektif akan menjadi lebih terbuka, kritik akan lebih diterima, eksplorasi pun akan menjadi lebih banyak. Tentunya, Komunitas Pojok berharap bahwa sensor akan berkurang dan bahwa seni dapat terus tumbuh dan berkembang.