NFT dan Seni Kripto Dianggap Masa Depan, Kasus Kendra Membuktikan Ada Lubang Besar di Sana
Tindakan plagiarisme seniman kripto Twisted Vacancy atas karya milik Ardneks membuka pengetahuan baru tentang kelemahan sistem NFT dan Kriptografi akan potensi eksploitasi karya.
Words by Whiteboard Journal
Teks: Daniet Dhaulagiri
Foto: Ardneks on Instagram
Banyak dari kita mungkin sudah mengetahui hal apa yang sedang ramai dibicarakan beberapa hari belakangan ini di media sosial, terutama bagi para seniman, mahasiswa seni, atau mereka yang tertarik pada seni. NFT dan seni kripto melalui nama Kendra Ahimsa yang lebih dikenal di bawah moniker Ardneks dan Twisted Vacancy cukup mencuri perhatian banyak orang di Indonesia karena kasus plagiarisme yang dilakukan Twisted Vacancy atas karya Kendra.
Lihat postingan ini di Instagram
Permasalahan tersebut pertama kali diangkat oleh The Finery Report, tak lama setelah itu Kendra pun mengunggah dan memberikan pernyataannya terkait isu tersebut melalui akun Instagram-nya, meski sebetulnya Kendra sudah banyak mendapatkan laporan—total mencapai lebih dari 20 laporan—beberapa bulan belakangan mengenai plagiarisme yang dilakukan Twisted Vacancy.
Kendra Ahimsa merupakan seorang seniman atau ilustrator yang terkenal dengan ilustrasi bergaya psikedelik, dengan sentuhan tipografi vintage ala komik Jepang. Butuh waktu kurang lebih 8 tahun lamanya Kendra mempelajari, mengembangkan, dan mengasah kemampuan pada bidang seni hingga akhirnya Kendra bisa menjadi seperti hari ini, memiliki karakteristik dan palet warna hasil eksplorasinya sendiri; kuning, biru, merah yang khas kerap digunakannya dan telah melekat pada persona karyanya.
Hasil proses panjang dan tekadnya ketika membuat ilustrasi yang awalnya difokuskan untuk sampul album, single, atau poster acara musik ini membuahkan respon positif dari banyak kalangan, terutama para musisi dan pegiat seni yang berbasis di Jakarta. Hingga beberapa musisi internasional seperti Unknown Mortal Orchestra, Khruangbin, Mac Demarco dan Kikagaku Moyo pernah bekerja sama dengannya. Itu baru segelintir yang dituliskan, daftar nama band atau pihak yang pernah bekerja sama dengan Kendra masih cukup panjang jika harus disebutkan. Maka akan sangat wajar ketika kasus plagiarisme ini terjadi kepada karya-karyanya, Kendra menganalogikannya, “It really felt like my child was taken from me”.
Lihat postingan ini di Instagram
Kepada The Finery Report Kendra menyampaikan bahwasanya Twisted Vacancy telah mengambil beberapa elemen pada karyanya tanpa dimodifikasi. Twisted Vacancy yang disebut-sebut sebagai sang plagiator merupakan seniman kripto, nama Twisted Vacancy sendiri merupakan persona yang dibangun oleh Mario di dunia maya, khususnya dalam ekosistem blockchain.
***
Sebelum membahas permasalahan tersebut lebih jauh, ada beberapa hal yang harus kita pahami bersama:
Apa Itu NFT?
NFT adalah akronim dari non-fungible token. Singkatnya NFT—yang digunakan dalam aset kripto—merupakan kode unik yang bisa melacak penerbit token, pemilik awal, dan pemilik akhir untuk karya atau barang yang bersifat collectible. Ketika NFT sudah dienkripsi di blockchain pada suatu hal, maka tak mungkin lagi direplikasi atau diduplikasi. Belum lama ini NFT mulai merambah ke industri kreatif, khususnya seni atau ilustrasi.
Apa Itu Blockchain?
Blockchain sendiri merupakan database, terdiri dari banyak server yang terhubung menggunakan kriptografi. Sifatnya yang desentralisasi menjadikannya berguna untuk mencatat setiap histori transaksi—termasuk NFT—yang bisa diakses oleh siapa pun tanpa perantara.
Apa Itu Crypto Art?
Sementara crypto art sendiri merupakan seni berformat digital, meski begitu karyanya diperlakukan seperti halnya seni berformat fisik. NFT yang sudah dibahas di atas merupakan cara atau alat verifikasi karya digital tersebut. Crypto art memiliki blockchain-nya tersendiri, yakni disebut Ethereum.
***
Beberapa hal tersebut merupakan bukti jika teknologi terus berkembang secara pesat, lalu merambah ke berbagai bidang, salah satunya seni. Diciptakannya NFT sebetulnya memiliki tujuan yang baik; agar tak ada pemalsuan, replikasi atau duplikasi sebuah karya seni digital (crypto art) yang berkeliaran dalam Ethereum. Namun nyatanya teknologi tersebut masih memberikan celah untuk melakukan eksploitasi karya seni.
Ketika NFT pada sebuah karya seni dienkripsi dan masuk ke dalam blockchain, maka selamanya akan melekat, tak bisa dihapus. Di sini celah yang rawan digunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab, sistem tersebut seolah tak peduli adanya plagiarisme pada sebuah karya. Berdasarkan hal tersebut, karya orisinal Kendra selamanya akan dianggap palsu karena Twisted Vacancy yang sudah melakukan plagiarisme mendaftarkan NFT terlebih dahulu. Tidak hanya satu karya Kendra, Twisted Vacancy melakukan hal serupa pada beberapa karya Kendra yang lainnya.
Setelah ditelusuri latar belakang dan proses pembuatan karya ilustrasi Twisted Vacancy, hal tersebut akan membuat semua orang mengernyitkan dahi dengan mulut menganga. Mario menjelaskan bahwa Twisted Vacancy berisi 28 orang yang seluruhnya tak memiliki latar belakang pendidikan seni—melainkan sekelompok teknisi yang paham perihal perangkat lunak.
Mario menjelaskan cara kerja Twisted Vacancy, “Cara kerja kita sendiri, kita itu sebenarnya kerja kita itu pake asset bank. Semua di-outline. Ada kontributornya. Sistemnya karena ini desentral, tidak ada satu kontributor tetap, tidak ada satu role yang tetap di struktur organisasi kita.”
“Sebenarnya mirip sama kolase, cuma kolase itu dari segi teknis itu banyak banget elemen yang tidak tepat diduplikasi sama orang. Kita pake outline, ga pake shading dulu karena lebih gampang bikin satu karya. Kalau untuk warna sendiri kita melalui proses juga. Tidak pernah ada warna Twisted Vacancy. Twisted Vacancy itu sebenarnya master swatch yang di file kita. Kita punya beberapa warna merah yang berbeda, biru yang berbeda.”, lanjutnya.
Mario menyatakan bahwa dalam sistem kerjanya, “kesalahan kadang bisa terjadi”, namun perlu diingat, tidak semua kesalahan bisa ditoleransi begitu saja. Kalimat “Amati, tiru, dan modifikasi” rasanya kurang cocok untuk Twisted Vacancy, proses pembuatan karya yang mereka lakukan lebih tepat direpresentasikan melalui kalimat “Amati, tiru, curi, dan eksploitasi”.
Meniru karena terinspirasi oleh seniman lain bukanlah hal yang salah selama orang tersebut memberikan kredit untuk inspiratornya, namun ketika kredit tak diberikan dan karya hasil ‘curian’ tersebut diperjualbelikan, di situlah letak permasalahan. Twisted Vacancy mampu menghasilkan $46.000 USD, bahkan sampai $80,449.20 USD atau sekitar Rp1,1 miliar. Cukup gila bukan? Polka Wars melalui akunnya menyayangkan karena terjadinya hal tersebut dan mengingatkan kalau kita tak boleh menormalisasi perbuatan seperti Twisted Vacancy.
Jujur aja ya. Salah satu kolaborator kita yang kita saksiin ‘perkembangannya’ dizolimi kaya gini tu kita yang sakit hati. 80K itu kalau di kali 15 rebu berapa hayo? Kaya raya kagak lo? Damn, kejadian lagi. Makanya yang begini tu jangan dinormalisasi!https://t.co/Jh0JilPxKt pic.twitter.com/OaZt7ZPQX9
— BANI BUMI (@polkawars) March 11, 2021
Orang yang belum mengetahui permasalahan ini akan menganggap karya Kendra dan Twisted Vacancy jika disandingkan merupakan hasil kerja seniman yang sama—saking hampir terlihat sama. Namun Mario menyangkal jika Twisted Vacancy melakukan plagiarisme, dirinya menggunakan UU Hak Cipta yang mengizinkan 10% hingga 20% kemiripan sebagai landasan perbuatannya. Ironisnya hal tersebut tidak tepat jika ia implementasikan pada karya ilustrasi, karena kebijakan tersebut secara spesifik untuk karya seni dengan medium musik.
Sure yeah, originality is nonexistent and there’s nothing new under the sun, but authenticity will always prevail. Even the most twisted, vacant eyes know who’s the authentic one in this case.
— Reno Nismara. (@bungreno) March 11, 2021
Bagaimanapun orang-orang yang terlebih dahulu mengikuti perkembangan karya seni Kendra akan dengan mudah mengamini jika Twisted Vacancy sudah menjiplak substansi dan gaya yang telah melekat pada persona karya milik Kendra.
Jika masalah ini dinormalisasi dan tak digubris sama sekali, maka seniman seperti Kendra yang membuat karyanya dengan hati akan dirugikan dan kesulitan untuk hidup dari seni. Hal tersebut malah bertentangan dengan tujuan awal diciptakannya crypto art dan NFT. Sekali lagi, ironi.
Tidak akan ada karya yang benar-benar aman ketika seorang seniman memperlihatkannya di ruang media sosial atau dalam format digital selama karya tersebut tidak memiliki NFT. Akhirnya memaksakan seniman mendaftarkan NFT pada karyanya sebelum orang lain yang melakukannya dan merenggut hak cipta karya orisinal seniman tersebut.
I want to emphasize that once your art is stolen to be tokenized, your original art will be regarded by crypto as the fake one, always and forever. This process is irreversible. And this is why NFTs are fucking evil. https://t.co/sffpG4wxFt
— Bonni Rambatan (@bonni07) March 11, 2021
Kasus plagiarisme yang dilakukan Twisted Vacancy atas karya Kendra menjadi pengalaman baru untuk seniman di luar sana agar sebisa mungkin menjaga hak cipta karyanya. Karena sejauh ini hadirnya teknologi baru menciptakan cara atau solusi baru, lengkap dengan permasalahan baru.