“Museum of Failure” Menggarisbawahi Pentingnya Kegagalan dalam Jalan Menuju Kesuksesan
Mulai dari ponsel dengan layanan video berresolusi rendah hingga kondom semprot, “Museum of Failure” menampilkan beberapa ide terkonyol perusahaan terbesar dunia.
Teks: Ghina Prameswari
Foto: Museum of Failure
Jika museum pada umumnya ditujukan untuk menampilkan potret kejayaan suatu era, “Museum of Failure” berdiri sebagai anomali yang memamerkan kegagalan dalam berinovasi.
Dr. Samuel West, seorang psikolog dengan PhD di bidang Organizational Psychology, memulai “Museum of Failure” dari ketertarikannya terhadap psikologi di balik kegagalan. Ia lantas membeli berbagai produk gagal yang berakhir dipamerkan dalam museum ini. Dikutip dari situs resmi “Museum of Failure”, museum ini hendak menekankan akan pentingnya kegagalan dalam sebuah proses penciptaan.
Beberapa produk gagal yang dipamerkan dalam museum ini termasuk ponsel ESPN (2006) yang berfungsi untuk menonton dan mengakses berita olahraga. Dibanderol dengan harga USD 399, ponsel ini disebut sebagai “ide terbodoh yang pernah ada” oleh Steve Jobs. Sebuah inovasi berupa kondom semprot yang didistribusikan dari tahun 2006 hingga 2008 juga menjadi salah satu produk yang dapat ditemui di Museum of Failure. Dengan langkah penggunaan yang kontraproduktif terhadap fungsi sebenarnya dari alat kontrasepsi, kondom semprot jadi salah satu produk tergila di museum ini.
Meski terkesan konyol dan sedikit komedik, West menegaskan bahwa terlepas dari kegagalannya, produk-produk ini merepresetasikan kesediaan untuk mengambil resiko–yang mana adalah sebuah langkah krusial dalam upaya menghadirkan inovasi. “Museum of Failure” merupakan sebuah traveling museum yang berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Beberapa lokasi penyelenggaraan museum ini termasuk Shanghai, Los Angeles, Swedia, dan Taiwan.