Melihat dan Memahami Konsep Warna dalam Pameran Seni “Chromaticity”
Melihat cerita, pemikiran, dan arti dari warna.
Teks: Kevina Graciela
Foto: Ergian Pinandita
Warna merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam hidup kita, dan jika bisa melihatnya dengan pemahaman lebih dalam, manusia memiliki relasi intim dengannya. Contohnya kita bisa mengatakan warna favorit yang kita suka, atau dalam pemilihan warna kita tanpa sadar memiliki penalaran dalam diri yang secara otomatis muncul di luar alam bawah sadar. Hal itu juga menjadi faktor penting dalam pergerakan dunia seni. Bagaimanapun dan apapun karya seni yang ingin dibuat, warna menjadi salah satu faktor pelengkap yang bisa memoles arti atau nuansa yang ingin ditekankan seniman. Bermain dengan warna merupakan salah satu kunci dan dalam pameran “Chromaticity”, sebanyak 12 seniman diundang untuk mengeksplorasi nilai penting warna dalam praktik pribadinya masing-masing. Lewat pameran ini, kita diajak untuk mengkritisi dan melihat lagi warna melalui riset, penelitian, dan eksperimentasi.
“Chromaticity” sendiri mengajak sederet seniman yang memiliki beragam latar belakang antara lain street art, desain grafis, desain mainan vinyl, fotografi, ilustrasi, hingga seni murni. Dikuratori oleh Zarani Risjad, “Chromaticity” menghadirkan kurang lebih 22 karya memperlihatkan pemaknaan yang beragam tentang warna. Salah satu karya yang menarik datang dari fotografer Hilarius Jason yang menarik interaksi dari warna. Lewat karyanya yang berjudul “Red, Blue, White”, ia menunjukkan 3 foto yang sama dengan filter warna berbeda. Pada karya ini, Jason menawarkan interaksi yang cukup kuat lewat analogi sensasi berbeda ketika mencelup tangan ke air panas dan air suam-suam kuku. Secara implisit, Jason menyampaikan sudut pandangnya bahwa warna merupakan bagian semantis dari hal-hal kecil yang kita lakukan.
Berbeda dengan karya dari Marishka Soekarna yang berjudul “Pink Series” dan Muklay “I Got it All in five Minutes” – keduanya hadir dengan warna cerah, tetapi di balik itu terdapat isu yang berkaitan dengan kondisi hari ini. Marishka yang menggunakan warna cerah sebagai sebuah kontras terhadap narasinya, yakni sebuah pemikiran terhadap “diri yang ideal” dalam konteks media sosial. Sedangkan Muklay yang menggunakan warna sebagai metafora banyaknya gempuran informasi dan tekanan untuk menciptakan konten diiringi dengan kepribadian yang ia miliki. Keduanya berbicara tentang sebuah relevansi dunia luar dan mengajak kita untuk mengerti salah satu bagian titik terdalam seseorang.
Tentu juga merupakan pengalaman tersendiri dari salah satu seniman Rukmunal Hakim, seorang ilustrator asal Jakarta. Hakim yang memiliki persepsi terbatas atas warna dan secara klinis ia buta warna menampilkan karya lukisan berjudul “Tunduk Tengadah”, menggunakan warna dan rincian beragam. Gambar harimau dalam karyanya menunjukkan ketakutan yang Rukmunal hadapi dan bisa dilewati.
Adanya keberagaman pemahaman tentang warna juga diikuti dari seniman yang lain yaitu antara lain Abenk Alter, Abell Octovan, Ito Nurrachmat Widyasena, dan masih banyak lagi. “Chromaticity” mengajak semua orang untuk melihat warna lebih dekat lagi – sebagai simbol dan metafora yang begitu lekat dengan kehidupan dan pengalaman personal kita.
–
“Chromaticity”
27 Agustus – 27 September 2019
Senin-Jumat (10.00-18.00)
Sabtu (10.00-17.00)
Can’s Gallery
Jalan Tanah Abang 2 No.25
Jakarta Pusat