Karya Sebagai Medium Eksplorasi Spiritualitas bersama Albert Yonathan
Bersama seniman keramik Albert Yonathan mendedah karyanya yang banyak bermain dengan repetisi dan harmoni.
Words by Febrina Anindita
In partnership with Art Jakarta 2019
Berawal dari eksplorasi medium tanah liat dan repetisi, Albert Yonathan kemudian dikenal jadi seniman yang fokus untuk mengolah keramik. Melalui karyanya yang kerap memainkan pola dan repetisi, Albert mencoba memberikan refleksi akan spiritualitas. Kini, seniman yang direpresentasikan oleh Mizuma Gallery, Singapura ini berdomisili di Jepang dan aktif berkarya keramik – salah satunya yang dipamerkan di Art Jakarta 2019 lalu.
Keramik punya keunikan transformasi karakter sebelum dan sesudah dibakar, jika dibandingkan dengan medium lain. Membuatnya menjadi medium yang cukup kompleks, apakah faktor eksperimental ini yang ingin Anda jelajahi ketika memilih medium ini?
Plastisitas tanah liat (lempung) yang memungkinkan material ini dapat diolah menjadi bentuk apapun yang membuat saya tertarik untuk mempelajari dan mendalami seni keramik.
Metode berkarya dengan medium keramik memiliki sisi reflektif dan meditatif dikarenakan proses yang cukup panjang. Ketika berkarya, apakah ide Anda seringkali muncul/berkembang justru ketika di tengah proses mengolah keramik?
Dalam proses berkarya saya, ide, gagasan visual dan teknis presentasi sering kali sudah ditetapkan sebelum proses membuat karya tersebut dimulai. Sehingga ketika berkarya atau pada saat proses produksi sudah dimulai, tidak banyak perubahan yang terjadi. Kalaupun ada, hanya perubahan atau pengembangan sederhana dan tidak dominan, misalnya berkaitan dengan pola, ukuran atau jumlah bentuk yang diperlukan.
Pola, simetri dan repetisi menjadi 3 hal kasat mata yang menonjol dari karya Anda. Apakah sejak awal, simbol spiritualitas ketimuran, terutama Buddhism, menjadi inspirasi Anda?
Sejak awal saya tertarik dengan repetisi visual sebagai salah satu bentuk ekspresi spiritualitas. Tidak selalu berkaitan dengan Buddhisme.
Bagaimana cara Anda menentukan pola dalam karya dan menyampaikan ‘rasa’ atau pesan lewat pendekatan yang Anda ambil ini?
Cara saya menentukan gagasan dan pola dalam karya tidak ada pola yang pasti, terkadang gagasan datang melalui membaca buku, menikmati karya seni, film, musik, atau melalui proses berkarya langsung di studio.
Saat berkarya, medium menjadi perpanjangan dari pesan yang ingin disampaikan. Pernahkah pilihan medium Anda membatasi topik yang ingin dibahas?
Pilihan medium saya tidak pernah membatasi topik, medium itulah topiknya. Terkadang saya tertarik untuk menggunakan media lain, maka gagasan pun dating dari proses menggunakan media tersebut.
Anda adalah salah satu seniman yang direpresentasikan Mizuma. Bagaimana awal mula Anda bergabung dengan Mizuma dan bagaimana Anda melihat peran galeri terhadap kekaryaan seorang seniman?
Saya mulai bekerja sama dengan Mizuma Gallery dari pertengahan tahun 2013. Pihak galeri sendiri yang pertama kali menghubungi. Peran galeri cukup penting untuk seorang seniman visual.
Bersama Mizuma, Anda berpartisipasi untuk Art Jakarta 2019 – yang kini memiliki arahan baru dan menyentuh audiens lebih luas. Dengan karya “Solar Worship”, apa harapan Anda terhadap audiens Indonesia saat memaknai karya Anda di sana?
Semoga pengunjung Art Jakarta 2019 bisa menikmati karya saya berikut juga karya-karya seniman lainnya.
Setelah studi Anda, apa yang ingin dicari lagi dalam periode kekaryaan Anda?
Tetap berkarya dan membaca buku.