Direktori: Makna Keberagaman di Bali Hari Ini
Di episode kedua mini seri Direktori, kami berkunjung ke Bali untuk mencari apa yang tersembunyi di balik deru pariwisata dan melihat bagaimana keberagaman hidup di sana.
Words by Whiteboard Journal
In partnership with British Council - DICE (Developing Inclusive Creative Economy)
Bali adalah tempat di mana berbagai kebudayaan bertemu. Sebagai daerah wisata, Bali menjadi rumah untuk bermacam suku bangsa. Dan itulah bahasan yang akan kami angkat di video kedua dari seri Direktori ini. Apakah di Bali kita bisa belajar untuk hidup bersama, atau kah ada lagi dimensi keberagaman yang juga harus kita dukung keberlanjutannya.
Jawaban atas pertanyaan tadi kami temukan di Futuwonder, Ketemu Project dan Taman Baca Kesiman. Di Futuwonder, kami menemukan bahasan lain yang ternyata masih jarang dibicarakan, tentang isu gender. Isu ini punya dimensi lebih di Bali dengan tata adat yang menuntut perempuan untuk punya dimensi peran yang kadang cukup menjadi beban. Bahwa perempuan diharuskan untuk menjadi penanggung jawab di urusan domestik sebelum bisa berkarya di luar rumah. Masalah ini yang coba dijawab oleh Futuwonder, inisiatif yang bertujuan untuk memberikan platform bagi perempuan untuk berkarya, sembari melakukan pencatatan atas aktivitas seni perempuan yang sering terlupakan.
Kami menemukan dimensi lain tentang keberagaman saat mengunjungi kawan-kawan di Ketemu Project. Di sini, kami disadarkan bahwa keberagaman juga adalah hak bagi kawan-kawan disabilitas. Bahwa teman-teman disabilitas juga berhak untuk berkarya dan menghidupi diri mereka sendiri. Melalui program-programnya, Ketemu Project membagi inspirasi dan edukasi bagi difabel untuk bisa mandiri dan bertemu langsung dengan publik. Untuk menyadarkan bahwa siapapun bisa berkarya, dan sekaligus melunturkan stigma negatif terhadap orang dengan disabilitas.
Taman Baca Kesiman menjadi akhir dari perjalanan kami di Bali. Dan, alih-alih menemukan jawaban, kami justru menemukan pertanyaan baru tentang apakah keberagaman benar-benar ada di Bali. I Ngurah Termana salah satu penggerak Taman Baca Kesiman mengajak kita untuk melihat lebih dalam di balik label pariwisata yang sering membuat kita abai tentang kondisi masyarakat sebenarnya.
Dari perjalanan di Bali, mungkin kami tidak menemukan jawaban atas pertanyaan atas makna keberagaman, kami justru diajak berpikir lebih jauh tentang beberapa hal yang sering terlupakan saat kita membicarakan tentang keberagaman. Tapi, melalui kerja keras Futuwonder, Ketemu Project, Taman Baca Kesiman, dan inisiatif lain, sepertinya kita tak perlu kehilangan harapan.