Direktori: Budaya Tongkrongan dan Pertanyaan tentang Inklusivitas di Surabaya
Episode pertama untuk mini seri terbaru kami untuk campaign #Direktorikota, kami memulainya dengan pertanyaan besar, apakah semangat kebersamaan masih ada di keseharian kita?
Words by Muhammad Hilmi
In partnership with British Council - DICE (Developing Inclusive Creative Economy)
Kami memulai pencarian atas jawaban untuk pertanyaan di atas dari Surabaya. Di kota metropolitan terbesar kedua ini, apakah guyub masih ada di antara deru zaman? Kepingan-kepingan menuju jawaban atas pertanyaan tadi kami temukan saat kami bertemu dengan tiga creative hub, WAFT Lab, C2O Library dan SUBStitute Makerspace.
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah WAFT Lab. WAFT Lab merupakan kolektif interdisiplin yang berfokus pada subkultur dan teknologi. Berangkat dari tongkrongan, WAFT Lab berisikan 12 orang dengan latar belakang seni, ilmu sosial, teknik, komputer dan guru. WAFT Lab percaya pada petuah “Mangan sak onoke, kumpul sak enake” dalam menjalankan sebuah kolektif, serta hubungan antar anggota.
Untuk memperdalam pencarian jawaban, kami berkunjung ke SUBStitute Makerspace. Sesuai dengan mottonya, “An access to tools and knowledges,” SUBStitute merupakan sebuah makerspace yang memberi kesempatan dan menyediakan wadah inklusif yang dapat diakses oleh segala kalangan, seperti para pekerja kreatif, komunitas, teman-teman disabilitas, artisan-artisan, instansi pendidikan, maupun teman-teman yang selama ini termarjinalkan dan tidak mendapat kesempatan untuk mengakses pendidikan. SUBsitute diinisiasi oleh 3 orang, yaitu Ratu Fitri sebagai Direktur, Riyan Kaizir sebagai Head of Program, dan Dicky Firmanzah sebagai Head of Community.
Tak lengkap rasanya ke Surabaya tanpa mampir ke C2O Library. C2O Library & Collabtive merupakan sebuah perpustakaan dan ruang kolaborasi. C2O diperuntukkan untuk tiga hal, yaitu perpustakaan independen yang memuat sumber informasi dari buku dan media analog dan elektronik, ruang kerja (coworking), serta ruang untuk menyelenggarakan kegiatan (event space). C2O memberi keringanan untuk kegiatan-kegiatan pendidikan, dan kegiatan dengan tujuan perubahan positif lingkungan dan sosial. Didirikan sejak tahun 2008, C2O adalah salah satu contoh bagaimana creative hub lokal juga bisa berumur panjang.
Di tiga tempat yang kami kunjungi kami menemukan banyak hal menarik. Di WAFT Lab, kami dibuat sadar bahwa sebenarnya, iklim kolektif telah mengakar sejak lama di Surabaya, terutama dari budaya nongkrong yang banyak menjadi awal mula kolektif. Di C2O Library, kami melihat bahwa sebuah ruang kreatif bisa menjadi awal tumbuh kembangnya inisiasi kreatif di sebuah kota. Di SUBStitute, kami melihat bahwa ruang kreatif juga harus menjadi platform yang inklusif, terutama bagi teman-teman difabel.
Terkhusus tentang inklusivitas, kesadaran yang diangkat SUBStitute ternyata telah memberikan dampak bagi teman-teman difabel. Menurut Yusuf dari Disabilitas Motor Indonesia, kesadaran akan inklusivitas masih rendah di Surabaya. Fasilitas umum pendukung masih sangat sulit untuk ditemukan di sana. Sering pula, ruang-ruang kreatif lokal masih belum banyak memberikan tempat bagi difabel. Namun, inisiatif yang digerakkan SUBStitute menunjukkan bahwa ada kebutuhan bagi inisiatif lokal untuk mulai ikut peduli, “SUBStitute memberikan semangat dan pengaruh pada teman-teman difabel/disabilitas, salah satunya memberikan pelatihan keterampilan, sebuah hal yang bisa menjadi atau menambah penghasilan.”
Dari perjalanan ke Surabaya ini, kami menemukan jawaban bahwa kebersamaan telah mengakar dan akan terus hidup di Indonesia. Salah satu perwujudannya adalah kolektif, komunitas, juga ruang kreatif yang tumbuh di Surabaya, juga di penjuru Indonesia lainnya. Tapi, kini kita juga punya tantangan untuk mengembangkan dimensi kebersamaan ini, supaya kebersamaan ini semakin inklusif dan bisa menjadi tempat bagi siapa saja untuk berkarya dan berekspresi, termasuk teman difabel. Karena, dengan begitu, kebersamaan kita akan berkembang lebih dari sekedar identitas bangsa, tapi juga bisa menjadi solusi bagi masalah yang ada. Persis seperti yang dinyatakan oleh Yusuf, “Saat ruang-ruang kreatif memberikan tempat juga ilmu bagi teman-teman difabel/disabilitas, maka semua akan bisa menjadi wirausaha dan berdikari, membangun perekonomian bangsa yang lebih kokoh.”
—
Video ini adalah bagian dari rangkaian project kolaborasi British Council – DICE (Developing Inclusive Creative Economy) dengan Whiteboard Journal yang berfokus pada Creative Hubs di Indonesia. Berjudul “Direktori” kolaborasi ini akan menceritakan profil komunitas dan kolektif lokal dalam berbagai format, mulai dari artikel pendek, interview mendalam, video series hingga buku. Tunggu rangkaian kontennya di sini.