‘Detransition, Baby’, Kerasnya Realita Hidup Sebagai Wanita Trans
Buku novel yang menceritakan kisah Reece, seorang wanita trans yang menavigasi hidup sebagai seorang ibu yang harus membesarkan seorang anak.
Teks: Titania Celestine
Photo: via Huck Magazine
Penulis novel ‘Detransition, Baby’, Torrey Peters, mengungkapkan cerita dibalik kisah yang ia tumpahkan pada setiap halaman dan jilid buku tersebut. Buku novel yang menceritakan kisah tokoh Reece, seorang wanita trans yang tinggal di New York yang membentuk sebuah hubungan kekeluargaan dengan tiga wanita lainnya untuk menavigasi hidup sebagai seorang ibu yang harus membesarkan seorang anak.
Novel ‘Detransition, Baby’ mencapai sukses sebagai buku best seller internasional, dan akan mendapatkan serial televisi sendiri yang sudah diumumkan oleh Amazon Prime. Mengikuti pencapaian buku dan kisah tersebut, Peters berbagi tentang perasaannya akan keberhasilan yang telah ia raih sejauh ini.
Peters menyatakan bahwa dalam menulis novel ini, ia menargetkan agar buku tersebut dapat dinikmati keduanya pembaca trans, dan yang bukan. “Melalui buku ini, para pembaca cis dapat melihat sebuah dunia melalui perspektif trans. Yang saya sadari, biasanya mereka menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang sangat menarik,” ungkap Peters dalam sebuah interview dengan The Guardian.
Ketika ditanya akan inspirasi Peters akan penggambaran kedua tokoh utama dalam novel ‘Detransition, Baby’, Peters mengakui bahwa keduanya Reece dan Ames merupakan pencerminan dirinya sendiri yang dilebih-lebihkan. “Bagi saya, buku ini merupakan sebuah stepping stone untuk beranjak dari aliran novel young adult yang lebih sering menampilkan tema self-acceptance. Saya ingin menampilkan kisah-kisah lain dari dunia seseorang yang trans, saya ingin menyorotkan lampu pada proses hidup wanita trans ketika mereka sudah berumur 30 dan 40 tahun, menghadapi kerasnya dunia dan hidup.”
Ketika novel ‘Detransition, Baby’ berhasil memasuki daftar Women’s Prize for fiction 2021, ditemukan beberapa kalangan komunitas pembaca dan penulis buku wanita yang tidak terima dengan pencapaian Peters tersebut. Dilaporkan oleh The Guardian bahwa penyelenggara Women’s Prize mendapatkan sebuah file komplain mengenai muatan novel tersebut pada daftar Women’s Prize for fiction 2021.
“Saat itu, memang sangat menggusarkan bagi saya ketika pertama kali mendengar kabar tersebut. Waktu itu saya butuh waktu sekitar dua minggu untuk kembali mendapatkan kepercayaan diri saya. Tapi saya sangat bahagia untuk mendapatkan dukungan dari berbagai penulis juga,” ujar Peters.
“Lauren Groff, Garth Greenwell, dan Carmen Maria Machado membela saya disaat itu dan mereka bagaikan pahlawan saya. Bagaikan momen di Lord of The Rings ketika Aragorn dan Gandalf bersatu untuk melawan para orcs. Mereka tidak mengatakan apapun kepada saya, kami tidak merencanakan atau mengorganisasikan ini. Saya merasa bersyukur sekali, rasanya ingin menangis just talking about it.”