Bicara soal ruang, rasanya belum ada tempat yang mampu memberikan segala fasilitas seperti yang ditawarkan Gudang Sarinah. Dari segi ukuran, tempat ini sangat luas, ada 3 gudang yang masing-masing berukuran 3000 meter persegi, siap menjadi wadah ide-ide yang keluar dari kepala warga kotanya. Gudang Sarinah menjadi titik harapan dimana sosok kreatif bertemu, juga bertukar pikiran untuk proyek kolaborasi, yang bisa turut membangun kota ini.
Gudang Sarinah yang dulunya merupakan gudang penyimpanan Toko Sarinah kini menghirup udara baru yang lebih segar di bawah asuhan RURUcorps, sebuah divisi unit usaha yang didirikan oleh 3 inisiatif non-profit yaitu ruangrupa, Forum Lenteng dan Serrum. RURUcorps menangani hal-hal profit untuk mendukung divisi-divisi non-profit dengan mengkoordinir ide-ide yang outputnya adalah produk berbentuk pameran visual art, festival video dan musik, instalasi hingga penerbitan buku. Semenjak itu pula ruangrupa, Forum Lenteng dan Serrum memutuskan untuk bekerja di atas satu atap di bawah kantor sentral Gudang Sarinah. Markas besar ruangrupa yang dulunya bertempat di daerah Tebet Timur resmi ditinggalkan, sedangkan Forum Lenteng dan Serrum masih menggunakan lokasi lama mereka sebagai tempat arsip. Nama Gudang Sarinah Ekosistem (GSE) kemudian lahir untuk menandai aktivitas bersama mereka.
Meninggalkan atau mengeser fungsi utama ruangrupa, Forum Lenteng dan Serrum dari daerah asal mereka yang berpencar, menjadi satu atap, memunculkan pertanyaan mengenai penyeragaman sudut pandang berbagai kolektif seni rupa yang mewarnai Jakarta selama ini. Reza “Asung” Afisina sebagai salah satu seniman ruangrupa menanggapi hal itu dengan mengatakan, “Kalau kita bergabung, ciri atau karakternya akan tetap terbawa sebetulnya, bahkan kita akan menjemput wilayah baru yang kemudian membentuk sebuah jaringan. Dengan pindah ke tempat baru, kolektif-kolektif ini harus bisa lebih mandiri dan mampu mengembangkan potensinya sebagai bagian dari artists initiative. Yang artinya adalah, kolektif ini bisa berjalan dari inisiatifnya para seniman, yang mampu menginisiasi projek-projek dan organisasi semacam ini. Kalau kita pindah, otomatis kita akan menginisiasi suatu hal baru yang membuat kita lebih inisiatif. pancingannya adalah untuk men-drag orang-orang dari daerah asalnya masing-masing,” dengan kata lain, Asung menilai bahwa migrasi ke Gudang Sarinah selain untuk menjaring pasar yang lebih luas, juga berupaya tetap merangkul massa yang sudah ada agar bisa diperkenalkan kembali dengan produk-produk baru hasil dari perpaduan kolektif tersebut sebagai ekosistem, sehingga pengidentifikasian tersebut bisa berpindah tanpa mengurangi apa yang telah ada selama ini.
Secara kasat mata, GSE cukup dikenal sebagai ruang sewaan untuk beragam hajatan, namun jika dilihat lebih mendalam, sebetulnya ada fungsi-fungsi lain yang tersembunyi. 2 tahun sebelum digelarnya Jakarta Biennale 2015, Ade Darmawan selaku orang yang menemukan ruang megah tersebut, melihat bahwa Gudang Sarinah memiliki potensi-potensi yang dapat dikembangbiakkan. Reza Afisina kembali menjelaskan “Kalau kami memiliki satu ruangan fisik yang secara infrastruktur dapat menggabungkan semuanya, yang akan terjadi adalah, pertama, yang pasti tidak akan mubazir resources, karena semuanya akan bertemu, kedua, time wise, akan lebih efisien, karena tidak lagi perlu lompat sana-sini untuk bertemu, ketiga, money wise atau financial wise, semua akan terukur sesuai dengan potensi dan apa yang dikerjakan, bukan lagi ‘gue kerja di ruangrupa, ngerjain ini pasti dapet duitnya segini’ dan yang pasti bisa menemukan sumber daya manusia lainnya, orang baru, sehingga mungkin bisa menawarkan ide-ide lainnya.” Hal ini yang membuat Gudang Sarinah dirasa mampu mewujudkan apa yang sudah bertahun-tahun menjadi keinginan bersama.
Selain itu, Asung juga memiliki pandangan yang cukup menarik, “Bagaimana sih caranya mengelola sumber daya manusia yang ada dalam masing-masing divisi. Karena sudah kerja bareng dari dulu, kita jadi sama-sama tau kemampuan line-up yang kita punya dan ternyata, masing-masing punya pemikiran sama soal bagaimana menciptakan sesuatu yang bisa saling mendukung. Makanya, kita punya pikiran kira-kira kalau ini semua digabungin bisa ngebuat apa ya, yang bisa di “jual”. Kalau tidak begitu, rasanya sayang jika teman-teman yang punya potensi lebih tapi hanya mengerjakan hal yang kurang lebih selalu sama, bisa-bisa stuck dan takutnya malah tidak berkembang,” buah pikiran ini menjadi salah satu dasar, dibuatnya ekosistem ini. Diatas nama RURUcorps, GSE akhirnya diinisiasi sebagai ruang yang bisa disewakan dan kemudian dibuatkan beragam program untuk kemudian menghidupkan kembali gudang bukan sebagai ruang penyimpanan melainnya ruang kreatif dan sebagai tempat edukasi.
Sejauh ini memang tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat lebih mengenal GSE lewat acara-acara yang diselenggarakan oleh para penyewa ruangan, seperti pertunjukan musik, bazaar atau bahkan sekedar foto-foto dan kumpul-kumpul. Meskipun begitu, GSE melihat ada hal positif dari hal yang perhatiannya masih belum terlalu mendalam tersebut, “Itu jadi modal buat kita, sudah banyak publik yang tahu, tinggal bagaimana cara mempublikasikan program-program yang kita punya. Karena hadirnya GSE memang diperuntukan untuk menjadi akses bagi pameran ataupun program-program pendidikan agar cakupannya lebih luas. Kalau dulu di Tebet yang datang 10-20 orang rasanya sudah banyak, tapi sekarang dengan ruangan sebesar ini apa artinya 10-20 orang? Itu yang sampai sekarang sedang dicari celahnya bagaimana tujuan utama kita bisa sesuai dengan rencana.” terang Leonhard “Barto” Bartolomeus ketika mereview respon publik terhadarap keberadaan GSE sebagai alternatif ruang kreatif.
Meskipun tahun pertama dirasa belum optimal karena belum mampu memenuhi misi utama mereka untuk memperkenalkan GSE sebagai ruang yang dapat memberikan pengetahuan ke publik, memasuki tahun kedua ini ada rasa optimis yang lebih tentang bagaimana program-program yang dimiliki kolektif di dalamnya bisa mendapatkan jangkauan yang lebih luas. Hal ini dipicu dengan mulai stabilnya gerak kerja program dan acara untuk berjalan sesuai rencana dan semakin banyaknya masyarakat yang mengenal GSE secara lebih mendalam.
Hingga saat ini memang status GSE masih di bawah sewa, setidaknya tim Rurucorps akan berdiri di sana selama dua tahun ke depan, dengan membayar sewa kontrak kepada Sarinah. Selanjutnya jika memang berkemungkinan untuk melanjutkan kontraknya atau bahkan memilikinya, besar harapan GSE agar bisa menjadi ruang alternatif bertemunya individu-individu dengan ide kreatif untuk menciptakan trobosan baru dalam berbagai hal. Supaya potensi yang ada di kepala penduduk Jakarta bisa benar-benar hidup, juga menjadi menjadi contoh model bentuk kerja baru, dimana sekumpulan kolektif yang terintegrasi memanfaatkan sebuah ruang untuk berkarya.
Jl. Pancoran Timur II No.4,
Cikoko, Pancoran
Jakarta