Untuk melihat bagaimana perkembangan zaman serta perubahan-perubahannya, salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah menilik kembali hasil-hasil dokumentasi yang terekam dan terabadikan. Kamera hadir dan memiliki peran penting dalam keberlangsungan sejarah di manapun ia berada. Dan, seiring perjalanan zaman, fotografi memiliki posisi baru, ia tak lagi dilihat sebagai media dokumentasi semata, namun layak disejajarkan dengan karya-karya seni.
Kemudahan yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi menghantarkan fotografi ke level baru yang lebih tinggi. Untuk itu kami menemui empat fotografer terkini, dan melihat bagaimana mereka merespon kemungkinan-kemungkinan baru dari fotografi digital untuk menghasilkan karya yang lebih baik dari sebelumnya.
Kami berbincang bersama Agung Hartamurti (A) stage photographer yang juga merupakan inisiator dari komunitas fotografi musik Irockumentary.club, Hilarius Jason (H) fotografer fashion muda yang bertalenta dan telah muncul di berbagai media, mulai dari Nylon hingga Harper’s Bazaar, John Navid (J) yang dikenal sebagai drummer eksentrik dari White Shoes and The Couples Company juga aktif dalam aktivitas fotografi, terakhir adalah Takun Arrosid (T) yang merupakan seorang videografer muda dan tengah aktif menjalani sebuah bisnis visual studio bernama Dekraft. Beginilah kira-kira wajah fotografi terkini.
Foto: Agung Hartamurti
Bagaimana awal mula perkenalan Anda dengan fotografi?
A: Sewaktu masih duduk di bangku SD, saya suka melihat album-album foto keluarga khususnya album yang isinya foto ketika saya belum lahir atau sudah balita. Saat melihat foto-foto tersebut, saya lantas berpikir sembari membayangkan, contohnya seperti, “Wah ternyata di sini dulu ada kebun binatang ya? Sayang sekarang sudah tidak ada,” atau saat melihat foto para anggota keluarga sewaktu mereka kecil.
Saya suka berimajinasi, kira-kira masa apa saja yang sudah mereka lalui. Sesederhana itulah perkenalan saya dengan fotografi. Intinya saya membiarkan opini pribadi terbentuk dengan sendirinya ketika melihat sebuah gambar. Dan saat saya mulai berproses, akhirnya saya memutuskan untuk mulai bercerita dari foto-foto yang saya abadikan dan berangkat dari hal-hal yang paling dekat hingga yang paling saya suka.
H: Saat baru masuk SMP, saya iseng untuk mencoba ekstrakulikuler fotografi karena alasan, “Sayang punya kamera di rumah kalau tidak dipakai.” Setelah hampir 1 tahun bergabung, ternyata saya cukup intrigued dan enjoy. Di tahun ketiga baru mulai berpikir untuk menjadikannya sebuah karir.
J: Perkenalan saya berawal pada tahun 2008 ketika band saya (White Shoes & The Couples Company) berangkat ke festival musik SXSW di Austin. Berangkat dari alasan ini, saya berinisiatif untuk meminjam sebuah kamera DSLR agar bisa mendokumentasikan perjalanan itu. Itulah saat pertama saya belajar menggunakan kamera DSLR.
T: Saya mulai tertarik dengan dunia fotografi dan film semenjak tahun 2009 saat kuliah. Saat itu kondisinya bertepatan dengan saat sedang berkembangnya kamera di era digital. Apresiasi yang berdatangan dan juga beberapa penghargaan menjadi sebuah pembuktian yang membuat saya yakin untuk terus berkarya. Saya merasa terus tertantang dengan adanya hal-hal baru, karena hal tersebut memberikan pengalaman juga pembelajaran yang hingga saat ini membuat saya ingin terus berusaha untuk memberikan karya terbaik serta memajukan industri kreatif khususnya industri visual.
Sebagai sosok yang menggunakan kamera tidak hanya sebagai kebutuhan hobi, apa yang menjadi pertimbangan Anda ketika memilih kamera?
A: Saya memiliki banyak pertimbangan, tetapi yang terpenting adalah fitur yang dimiliki dan biasanya saya mencari fitur yang menyesuaikan kebutuhan sehari-hari. Contohnya untuk pekerjaan, berkarya, atau hanya sekadar menyalurkan hobi. Sejak awal tahun ini, saya menggunakan kamera Lumix GX85 karena fitur yang dimiliki menurut saya sangat pas dengan kebutuhan harian saya, baik untuk memotret acara musik hingga kegiatan di jalanan. Yang paling penting, punya banyak pilihan lensa dan harga yang pas di kantong (tertawa).
H: Yang pertama saya lihat adalah warnanya (tone, kontras, dll), kedua adalah sensor, sisanya hal-hal eksternal contohnya seperti berat kameranya. Ada beberapa kamera tidak jadi saya beli karena terlalu berat.
J: Karena sepertinya setiap hari saya selalu membawa kamera ke manapun saat saya berpergian, saya memilih kamera yang kecil dan ringan sehingga mudah untuk dibawa sehari-hari.
T: Pada dasarnya semua kamera memiliki kelebihan dan kekurangan. Bagi saya mahal atau murahnya kamera tidak menjadi tolak ukur untuk menghasilkan karya. Maksimalkan saja kapasitas kamera sesuai dengan kebutuhan, karena menurut saya tidak ada batasan dalam berkarya.
Foto: Hilarius Jason
Di tengah sengitnya persaingan untuk menampilkan hasil foto terbaik, seperti apakah peran fotografi bagi Anda?
A: Menurut saya, fotografi tidak haya berperan untuk menampilan sesuatu yang bagus-bagus saja. Bagus atau tidaknya sebuah foto sebenarnya tidak bisa kita atur, karena setiap orang punya perspektif yang berbeda-beda. Bagus tidaknya sebuah foto tidak hanya dilihat dari hasil foto itu sendiri, kalau saya biasanya menilai sebuah foto dari sejauh mana foto tersebut bisa bercerita ke orang-orang. Contoh sederhanya, ketika saya memotret sebuah acara musik lalu ada teman saya yang bilang, “Seru sekali ya acaranya, saya menyesal tidak hadir.” Dan biasanya, foto yang bisa bercerita itulah yang akan lebih mudah diingat orang.
H: Peran fotografi untuk saya pribadi, sejauh ini masih menjadi medium untuk berekspresi. Fotografi masih jadi media yang paling mudah untuk saya sendiri untuk mengekspresikan diri, dan tentunya untuk urusan dokumentasi, bukan untuk ajang pamer.
J: Waktu berjalan sangat cepat, karena saya tidak mempunyai memori yang kuat sehingga saya menyimpan semua kenangan melalui foto. Karena saya tidak ahli dalam menciptakan kata-kata yang indah, jadi saya hanya mampu membagi pengalaman atau pun pandangan saya melalui hasil foto-foto saya. Mungkin suatu saat nanti, foto saya bisa jadi bahan untuk diceritakan ke generasi yang lebih muda.
T: Saat ini, fotografi atau pun videografi memiliki peran yang begitu besar. Menurut saya, mendokumentasikan momen dalam hidup sangat berarti untuk dijadikan arsip kehidupan dan nantinya bisa menjadi memori di hari tua. Selain itu dalam pekerjaan, fotografi menuntut kita untuk terus eksplorasi hal-hal baru, sehingga membuat saya menjadi orang yang lebih produktif agar tetap bisa menginspirasi.
Fitur seperti apa yang Anda cari dari kamera guna memperlihatkan karakter lewat hasil foto?
A: Ketika memilih kamera, fitur yang saya cari adalah auto-focus yang cepat dan bisa menghasilkan gambar yang tajam. Contohnya seperti fitur pada kamera Lumix GX85 yang sedang saya gunakan, lengkap dan sesuai dengan kebutuhan saya.
H: Sensor yang memadai, sehingga masih aman jika harus menggunakan ISO tinggi di kala low light, karena saya masih sangat bergantung pada available light.
J: Fitur manual focus assisting. Karena saat ini saya sedang sering memakai manual focus atau silent mode untuk mengambil gambar tanpa bersuara, burst shooting, self timer, white balance untuk mengatur temperatur, preset atau color tone, dan multi exposure, serta post focus.
T: Mode touch screen. Agar bisa mempermudah dan mempercepat proses. Karena menu-menu yang kompleks, akan lebih mudah jika ada mode touch screen tersebut.
Apakah ada peran teknologi yang mempengaruhi perjalanan kreatif Anda dalam mengeksplorasi bidang fotografi?
A: Teknologi punya peran penting dalam eksplorasi karya saya. Dengan teknologi, saya lebih mudah menemukan dan menyerap berbagai macam referensi sehingga karya saya seperti yang sekarang. Banyak yang saya serap dan akhirnya semua referensi tersebut saya padupadankan menjadi satu. Di era seperti sekarang, di saat semua bisa terhubung, saya bisa menerima banyak masukan dan kritik dari berbagai macam orang, bahkan dari orang yang belum pernah saya temui.
H: Selain fitur sensor dan lensa-lensa yang semakin, hal lain yang membantu proses kreatif saya edit menggunakan software. Peran teknologi ini sangat membantu saya untuk memberikan hasil sesuai dengan keinginan saya.
J: Teknologi semakin mempermudah saya untuk mengeksplorasi. Misalnya dengan adanya converter, saya bisa memakai uncommon lens atau pun lensa analog tua untuk dipakaikan pada body kamera digital saya. Kemudian adanya aplikasi editing, membuat saya bisa mencapai tone sesuai mood yang diinginkan.
T: Teknologi memberikan banyak inspirasi dalam berkarya. Semakin mudah bukan berarti digampangkan, semakin cepat bukan berarti melupakan proses, tetapi teknologi mengubah pola pandang saya untuk berkarya lewat berbagai cara dan medium. Sehingga membuat menjadi manusia punya pemikiran yang lebih cepat dari sebelumnya.
Foto: John Navid
Fotografi telah berkembang, dari dokumentasi menjadi medium eksplorasi. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana cara Anda bercerita lewat fotografi?
A: Tidak ada cara spesifik. Setiap saya keluar rumah untuk memotret, saya hanya mencoba untuk menampilkan realita yang terjadi di sekitar. Emosi pun mempengaruhi dalam bertutur lewat gambar-gambar yang saya hasilkan. Tidak hanya emosi terhadap objek yang ditangkap, namun juga emosi yang terjadi dalam diri saya hingga akhirnya coba saya transfer ke dalam momen yang sedang saya abadikan. Pada akhirnya, elemen-elemen tersebut yang akan bercerita dengan sendirinya.
H: Semua pastinya dimulai dari penentuan tim, mulai dari make up artist, model, dan stylist. Kemudian brainstorm konsepnya. Biasanya yang saya coba tunjukkan adalah emosi, jadi sebagai fotografer fashion, bagaimana saya juga mampu memperlihatkan sisi lain dari fashion itu sendiri. Tidak hanya bicara baju, make up dan model, tetapi sisi-sisi lainnya seperti emosi.
J: Mungkin saya hanya mencoba untuk mengambil dari beberapa sudut pandang yang berbeda saja, tergantung apa yang ingin saya sampaikan pada nantinya.
T: Bercerita lewat visual jadi lebih menarik karena adanya kemajuan teknologi juga software yang mendukung sehingga saya jadi lebih mudah mengakses dan berkarya. Dokumentasi membuat seseorang punya banyak cerita kehidupan dan bisa berkarya dalam format yang beragam. Fotografi dan videografi bukanlah hal yang asing atau pun tabu, saat ini setiap orang punya sudah memiliki kesempatan untuk menjadi storyteller versi mereka sendiri.
Teknologi digital memberikan banyak kemudahan dalam mengolah hasil fotografi, membantu sosok-sosok di atas dan para pegiat fotografi di luar sana untuk menceritakan atau menyalurkan emosi lewat fotografi.
Untuk menjawab kebutuhan dan mendukung perkembangan fotografi digital yang saat ini tidak hanya diperuntukan bagi para profesional, kamera Lumix hadir dengan teknologi 4K (4K Photo dan Post Focus) untuk memaksimalkan pengalaman ketika sedang mengabadikan momen. Fitur Post Focus yang memungkinkan untuk mengatur fokus setelah foto diambil memberikan kesempatan agar dapat mengambil gambar atau objek dari berbagai perspektif.
Selain itu, pengguna kamera Lumix bisa mengksplorasi fotografi hingga videografi secara maksimal dikarenakan tiap frame dari video 4K 30fps dapat disimpan dalam format JPEG 8MP, sehingga hasil foto bisa digunakan untuk kebutuhan media sosial hingga dicetak dalam ukuran A3. Kecanggihan teknologi dari kamera Lumix ini, tentu akan lebih mempermudah para pecinta fotografi untuk mengeksplor kemungkinan-kemungkinan lain dalam mengabadikan momen dengan semangat #LibertytoDiscover.