Seringkali luput dari kesadaran kita, otoritas telah menjadi bagian dari tiap manusia, baik sebagai sang subjek bahkan kadang sebagai sang objek. Otoritas pun dapat hadir dengan kekuatan yang menyalahi tataran kemanusiaan layaknnya sebuah interupsi. Hal ini yang disampaikan oleh Kartika Jahja dengan bandnya Tika & The Dissidents dalam menggubah lagu di album terbarunya “Merah.”
Tika yang giat menyuarakan hak perempuan, menulis lagu berjudul “Tubuhku Otoritasku” beberapa tahun lalu yang mengangkat cerita di balik tubuh perempuan dan pengalaman kekerasan yang ia alami. Inspirasi dibalik lagu ini didapat dari tubuh yang lambat laun berubah secara alami atau modifikasi dengan atribut dan dipandang berdasarkan tata karma yang seringkali mengikat layaknya, otoritas tak kasat mata.
Bersama kawan-kawannya, Tika membuat sebuah kolektif, Mari Jeung Rebut Kembali (Ika Vantiani, Teraya Paramehta, Savina Hutadjulu dan Shera Rindra) yang menggalakkan hak perempuan melalui medium persuasif, seperti musik. Beragam latar belakang, mulai dari musisi, dosen, anggota NGO hingga seniman yang tergabung dalam kolektif ini memberikan warna dan sudut pandang dalam mengatasi isu yang diangkat Tika. Melalui lagu “Tubuhku Otoritasku” kolektif ini menyerukan ajakan kepada semua orang, tak hanya perempuan, untuk menghargai tubuh tiap perempuan yang memilih untuk terlihat atau terlahir berbeda. Lirik tajam dan penuh emosi terjalin dengan aransemen yang menggambarkan semangat para perempuan yang pernah dipandang sebelah mata karena cara berpakaian, keriput yang menumpuk dimakan zaman, lemak berlebih serta profesi eksentrik.
Dalam selebrasi ini, sebuah video musik dibuat berisi cerita dari 30 perempuan berpenampilan beragam. Tiap orang hadir dengan cerita menyentuh melalui ekspresi wajah, gestur dan tulisan seruan akan hak mereka yang telah direbut di anggota tubuhnya. Video sederhana ini tampil dengan keluwesan para talent dalam merayakan tubuh mereka. Tika menyampaikan isu ini tanpa basa basi atau metafora berbelit dalam lirik dan video untuk menonjolkan bahwa otoritas kini telah menjamah bagian paling personal dalam diri perempuan, dengan harapan orang mulai mengetahui makna dan batasan otoritas. Dengan pemahaman cukup, sekat akan tercipta untuk membela diri dari celaan berasaskan penilaian masyarakat. Tika mengajak semua orang untuk mengenal wilayah antara subjek dan objek untuk menemukan kesetaraan yang ada di masyarakat, karena tubuhku adalah otoritasku. Sekali lagi, musik berperan penting dalam menginjeksikan sebuah spirit dan Tika & The Dissidents hadir sebagai perantaranya.