Jika dulu Bandung dikenal sebagai kota dimana youth culture tumbuh dan berkembang, belakangan imaji tersebut mulai sirna diantara kemacetan yang semakin sering menghampiri jalanannya, juga banjir yang kini mulai mengakrabi sudut kotanya. Tapi, kreativitas yang dulu seolah menjadi nama tengah kota ini mulai benar-benar tertutupi sejak kota ini lebih akrab dengan pemberangusan, mulai dari penutupan perpustakaan jalanan, hingga yang terjadi belakangan, penggusuran aktivitas ibadah natal di tempat umum oleh ormas yang mengatasnamakan gerakannya atas nama agama, padahal melakukan gerakan kebencian yang sama sekali tak koheren dengan ajaran agama.
Dengan suasana kota yang demikian, ada tiga respon yang bisa terbayang. Yang pertama adalah dengan mengabaikannya – atau dalam hal ini, menyepelekannya – seperti yang dilakukan oleh sang gubernur. Yang kedua adalah dengan mengutukinya, adalah wajar untuk marah pada keadaan yang demikian, meski tak jarang kemudian melalui kemarahan yang dituangkan di media sosial, kita lantas jadi menambah tumpukan wacana yang membuat kita lupa dengan masalah yang harusnya dipikirkan jalan keluarnya. Yang ketiga – ini yang paling produktif – adalah untuk menjadikannya sebagai energi dan gairah untuk berkarya dan berbagi. GRIMLOC, sebuah record label yang berbasis di Bandung dalam hal ini memilih untuk menanggapi keadaan kotanya dengan respon yang ketiga.
Diinisasi oleh Herry Sutresna, motor sekaligus penjaga garis depan dari grup Hip Hop Homicide, GRIMLOC telah merilis sejumlah rilisan dalam berbagai bentuk, mulai dari CD dari band muda Bandung, hingga reissue album penting yang telah hilang dari pasaran. Yang dirilis pun datang dari berbagai latar belakang, mulai dari punk, hardcore, metal hingga hip-hop. Satu hal yang menggarisbawahi sekian aktivitasnya adalah fokus GRIMLOC pada pergerakan akar rumput. Dan aroma inilah yang menyeruak pekat pada rilisan terakhirnya. Berjudul Organize! Benefit Compilation for Community Empowerment, proyek ini menyatukan 11 nama untuk berkontribusi pada album yang menyuarakan mengenai pemberdayaan masyarakat kota. Disisihkan pula hasil penjualannya untuk upaya-upaya pemberdayaan komunitas di Bandung.
Dikutip dari websitenya, berikut adalah salah satu visi yang mendasari rilis kompilasi ini, “Ide dan semangat awalnya lahir dari komunikasi intens dengan beragam komunitas yang konsisten di Bandung membangun inisiatif dan otonomi aktivitas warga kota. Kami merasa pentingnya mewartakan eksistensi dan beragam isu yang melatarbelakangi aktivitas mereka hingga hari ini. Terinspirasi dengan tradisi kompilasi yang lahir di Bandung, yang pula mewakili semangat era-nya, kami berharap format ini dapat pula menyampaikan pesan serupa.”
Dalam praktiknya, proyek ini tak hanya berbudi, tapi juga memiliki taji. Dua puluh satu band yang dimampatkan disini mengisi porsi masing-masing dengan kompeten, beberapa bahkan melebihi ekspektasi. Wreck, Sacred Witch, The Cruel, Muck dan ALICE adalah beberapa diantaranya. Jangan lupakan juga amuk sang penggagas kompilasi pada Bars of Death dengan lagu berjudul “Tak Ada Garuda di Dadaku”, sebuah serangan balik pada gema palsu “NKRI Harga Mati” yang makin pekak menghampiri.
Album ini bisa didapatkan seharga Rp.50.000,- (belum dengan ongkir) melaui kontak berikut:
Line : @grimloc
Whatsapp : 082219340101
E-mail : grimloc.order@gmail.com