Dari Balik Layar: Efek Rumah Kaca di Mata Tim Produksi
Obrolan bersama tim produksi Efek Rumah Kaca tentang pengalaman bekerja bersama Cholil dkk, hingga tantangan yang harus dihadapi saat band yang mereka dukung terus berevolusi.
Words by Muhammad Hilmi
Kami cukup sering membahas dan menjadikan Efek Rumah Kaca (ERK) sebagai tamu di beberapa program, tapi kami punya alasan – yang mungkin akan terdengar subjektif, walau begitu, kami siap untuk mempertanggungjawabkannya – bahwa mereka adalah salah satu band yang bisa terus relevan di lintas zaman, bahkan ketika mereka terus menantang penggemar dan pendengar dengan lompatan-lompatan artistik yang juga signifikan. Jika dulu slogan “Pasar Bisa Diciptakan” terdengar utopis, melalui karya, ERK kini membuktikan bahwa gagasan ini bisa dibikin realistis.
Tapi, keberhasilan ini tentu bukan pencapaian Cholil, Akbar, Poppie dan Reza semata. Ada personil lain, pula tim produksi yang perannya tak bisa dipandang sebelah mata. Terutama tim produksi, peran mereka sering terpinggirkan, padahal sentral posisi yang mereka mainkan. Persis seperti yang telah ditulis teman-teman Project Multatuli. Untuk itu, kami menghidupkan kembali seri artikel obrolan dengan tim produksi untuk membuka mata kita semua terkait berbagai elemen yang ada di balik gemerlap layar.
Di tengah kesibukan mempersiapkan konser “Rimpang”, kami berbincang dengan tim produksi ERK untuk mengenal lebih dekat sosok-sosoknya, serta pengalaman yang mereka jalani selama ini. Berikut adalah sosok-sosok yang tergabung dalam “Kru Keos” nama dari unit produksi ERK:
Akram S. (Aco)
Merchandiser, Road Manager, Crew
Rossi Rahardian (Ossi)
Sound Engineer FOH dan Visual designer
Rizky Lazuardi (Rizky)
Soundman (monitor)
Muksin Sopyan (Ucin)
Teknisi drum
Didiet Bramantya (Didiet)
Teknisi gitar
Dan berikut adalah hasil obrolan kami:
Sudah berapa lama join dengan Efek Rumah Kaca?
Aco: Join ERK dari awal, berarti kurang lebih 16 tahun. Gue sama Cholil dulu tinggal sekomplek. Di komplek, setiap tahun ada acara 17an, dimana pengisi acara yang selalu ditunggu adalah pentas band Cholil dkk, salah satu personilnya itu Adrian. Adrian sering main ke komplek karena dia temen SMA Cholil. Di acara 17an, gue sering jadi sesi dokumentasi video acara, bareng Almarhum abangnya Cholil. Suatu saat sebelum ERK rilis album pertama, Cholil minta gue untuk bantu dokumentasiin ERK tour Jawa-Bali dengan beberapa band lain. Setelah rilis album pertama dan di awal ERK mulai perform, gue masih bantu dokumentasi. Lama-lama jadi kru.
Ossi: Tahun 2009 pertama kali kerja bareng, bikin showcase album “Kamar Gelap” di Malang. Kelar show, ngobrol-ngobrol, terus diajakin gabung. Pertengahan tahun 2010 memutuskan hijrah ke Jakarta.
Rizky: Kayaknya antara tahun 2017-2018, lupa kapan persisnya.
Ucin: Gue join ERK di tahun 2012, dapat rekomendasi dari Chairul (Shikil – teknisi gitar) White Shoes and The Couples Company.
Didiet: Sudah dua tahun. Awalnya dari bantu Reza Ryan sewaktu beliau masih bersama Adrian Yunan. Pas Reza bergabung secara resmi dengan ERK, beliau meminta saya ikut bantu tim produksi ERK.
Apa pengalaman paling memorable dari pengalaman kerja bareng Efek Rumah Kaca?
Aco: Banyak, bingung juga mana yang paling memorable. Mulai dari sakit matanya Adrian, gonta-ganti personil, manajemen, atau tim produksi. Pengalaman yang enak banyak sih. Pengalaman nggak enak di antaranya dimarahi oleh stage manajer di event, dibentak polisi saat ERK perform, atau dimarahi personil karena kesalahan kerja. Atau mungkin yang paling memorable adalah melihat teman kerja yang dari luar terlihat baik-baik saja, tapi ternyata melakukan hal-hal yang sangat tidak terpuji. Sad. Secara umum, menyaksikan dan menjalani peran di ERK secara langsung selama 16 tahun itu sangatlah memorable.
Ossi: Hampir semua memorable karena kita berangkat dan belajar sama-sama dari nol, banyak mengalami ‘trial and error’ bareng-bareng, tapi yang paling berkesan bagi saya pribadi adalah Konser Sinestesia 2016, dan Pesta Raya di Singapura beberapa bulan kemarin.
Rizky: Saat pertama kalinya ada tawaran kerjaan di era pandemi, secara virtual. Saat itu player rekam mandiri kebutuhan audio dari rumah masing-masing. Sebagai player/musisi mungkin selama ini kodratnya selalu apa-apa tinggal jreng, dan ketika nggak dapet service atau support system dari teknisi, ternyata banyak muncul troubleshooting, tapi itu moment yang seru. Mengajarkan bagaimana ikatan dan keterkaitan secara pekerjaan antara musisi dan teknisi yang saling bergantung satu sama lain.
Ucin: Awal join di ERK sering kena omel Bosyur (Yurie – eks manager ERK) karena merokok saat bekerja. Kalau terkait acara sepertinya saat Konser Sinestesia karena kami menjalankannya secara independen. Dan sebenarnya masih banyak momen memorable lain.
Didiet: Paling berkesan sebenarnya pas pertama kali diajak gabung dengan tim. Tidak menyangka bisa bekerja bareng dengan musisi-musisi hebat ini.
Bagaimana melihat karakter-karakter personil Efek Rumah Kaca?
Aco: Beda-beda, tapi bisa sama-sama “gila” kalau lagi bercanda, mungkin karena rata-rata dulunya mereka anak tongkrongan.
Ossi: Kebetulan usia personil ERK rata-rata di atas saya, jadi seperti Abang sendiri. Tiap personil juga memiliki karakteristik yang berbeda. Sangat banyak mendapat pelajaran hidup dari mereka, terutama Cholil, dalam hal pertanggungjawaban karya-karyanya dalam kehidupan sehari-hari.
Rizky: Asik! Padahal mereka orang-orang yang cerdas baik pendidikan maupun secara pemikiran, tapi bisa berbaur dengan tingkat pemikiran, bahasa, dan bahkan candaan kita yang gak seberapa ini di tim produksi.
Ucin: Santai semua orangnya. Woles. Dan juga unik masing-masing karakternya.
Didiet: Di balik lagu-lagunya yang serius dalam menyuarakan isu-isu sosial, para personil ERK sangat suka bercanda. Tidak ada kekakuan dalam berinteraksi dengan sesama pemain maupun tim produksi. Kami menganggap semua yang ada di dalam ERK adalah keluarga. Sebagai leader, Cholil merupakan orang yang cukup tegas dan realistis, juga tetap terbuka dalam menerima masukan dari orang lain. Akbar yang juga salah satu personil terlama juga dekat dengan kami di tim produksi, begitu juga dengan Poppie yg sudah bergabung dari era Pandai Besi. Reza yang paling cair dengan kami, karena lebih sering nongkrong bareng. Dan secara musikal, pengaruh Reza cukup besar dalam perkembangan komposisi di lagu-lagu ERK, yang kami sempat rasa hilang semenjak kepergian Adrian.
Efek Rumah Kaca selama ini cenderung identik dengan sosok-sosok Cholil, Akbar, Poppie dan sekarang Reza, padahal ada beberapa sosok perempuan yang juga ikut membangun entitas ini, bagaimana peran sosok perempuan di tim ERK dan bisa diceritakan bagaimana dinamika di dalam tim?
Aco: Mereka (sosok-sosok perempuan di ERK) adalah orang-orang baik dan pintar, sehingga banyak memberikan kontribusi positif di ERK. Selain itu, mereka juga berkontribusi dalam penuhnya notif grup whatsapp ERK.
Ossi: Keberadaan personil perempuan (Mbak Irma, Nastasha Abigail, Dhea, Cempaka, dan jangan lupakan Monica Hapsari di album “Sinestesia” & Pandai Besi, “Daur Baur”) sangat membantu perkembangan musikal ERK sampai hari ini. Dalam hal aransemen, ERK selalu suka menjelajahi hal-hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya, dan keberadaan sosok perempuan tersebut memiliki peran yang signifikan.
Rizky: Saya rasa ketika materi-materi lagu ERK dibawa ke format live, sentuhan suara perempuan emang mampu membawa magisnya sendiri. Mungkin tidak terlalu dominan, tapi cukup memberikan kesan.
Ucin: Semenjak ada keterlibatan sosok perempuan, dan terutama sebagai backing vocal, tim jadi lebih ramai. Secara musik juga lebih berwarna.
Didiet: Di dalam album Rimpang, dominasi vokal dari Mbak Irma, Abigail, Cempaka dan Dea sangat di depan. Tidak seperti dalam “Sinestesia” yang hanya menjadi vokal latar saja. Karena ERK merupakan tim yang sangat menjunjung tinggi semangat kolektif, semua yang terlibat memiliki peranan cukup penting.
Selain fakta bahwa ERK harus sering vakum (karena Cholil bolak-balik US), apa yang paling challenging dari pengalaman bekerja dengan mereka?
Aco: Kalo Cholil lagi di Amerika, gue lebih fokus ke merchandise. Yg challenging adalah gimana caranya supaya penjualan merch bisa cukup tinggi di saat ERK nggak ada konser. Karena biasanya tingkat penjualannya berbanding lurus dg intensitas konser. Saat Cholil balik ke Indonesia, yang tetap paling challenging adalah menyiapkan kebutuhan personil di atas panggung, sehingga semua nyaman saat perform.
Ossi: Tantangan terbesar tim produksi dan juga personil adalah bagaimana kita didorong untuk terus berkembang dan mampu menguasai hal-hal baru tiap tahunnya, baik itu berkaitan dengan teknis produksi konser maupun non teknis (menjalankan Kios Ojo Keos, bikin konten video, mengurus merchandise, bikin visual, dll). Menariknya, tak ada satupun anggota tim yang memiliki latar belakang pendidikan audio maupun seni.
ERK adalah band yang menjalankan konsep kolektivitas yang cukup tinggi, tidak ada batas antara crew dan personil, semua sama, semua hal harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan konsekuen menurut peran masing-masing. Segala hal dilakukan atas dasar kecintaan pada musik.
Rizky: Di ranah produksi, buat saya, hampir semua pengalaman kerja dengan ERK punya tantangan sendiri. Tapi tantangannya mostly hanya berkutat di seputaran teknis saja.
Ucin: Tantangannya adalah bagaimana caranya biar Kios Ojo Keos bisa tetap jalan selama Cholil di US. Jadi meski vakum secara penampilan, tim bisa tetap jalan di Kios Ojo Keos.
Didiet: Yang cukup challenging adalah harus bisa me-manage keuangan dengan baik. Juga kreatif dalam mencari peluang-peluang lain ketika ERK sedang vakum manggung.
Perjalanan musikal ERK lumayan dinamis, bagaimana kalian melihat ini dari segi pendengar, dan dari kacamata sebagai team di belakang layar?
Aco: Kecenderungan itu udah lama terasa, bahwa ERK punya semacam prinsip yang membuatnya nggak bisa nyaman dengan keadaan yang sama di masa lalu dan sekarang. Mereka maunya explore. Gue sampe berasumsi bahwa kalau saja mereka mau bikin lagu enak dan gampang, pasti karyanya udah banyak banget. Masalahnya mereka nggak mau. Maunya yang nggak gampang. Dari kacamata tim produksi, kayaknya nggak terlalu kaget sih kalo melihat dinamika musikal ERK.
Dari segi pendengar, sebagai pria berumur lumayan yang masa kecilnya dicekoki abang-abang dengan selera musik metal, pas awal denger ERK itu terasa aneh tapi nyata. Kok ada ya yang begini. Sekali, dua kali, tiga kali denger, baru deh kena. Sekarang sudah terbiasa denger lagu-lagu baru yang aransemen musiknya ‘aneh’.
Ossi: Tim produksi/kru adalah pendengar ERK nomor satu, dan sebagai ‘sound guy’ sekaligus paruh waktu sebagai desainer live visualnya, saya adalah pendengar nomor satu, tidak mungkin saya akan bertahan selama ini jika tidak selera dengan karya – karyanya. Karena menurut saya itu yang terpenting. Sejauh ini saya pribadi sangat suka perkembangan musikal ERK yang sangat dinamis dan berani terus menjelajahi hal-hal baru, semoga akan terus demikian di album-album berikutnya.
Rizky: Seru, dan yang pasti menyenangkan! Seiring sejalan, musik mereka memang makin berkembang dan bervariasi, tapi saya rasa tetap ada benang merahnya. Bisa dilihat dari unsur notasi dan pemilihan bahasa dalam lirik tiap-tiap lagu punya kekuatan khas ERK.
Ucin: Sebagai tim, gue merasa dinamika musik ERK ini mantap sih. Gokil, bahkan. Jadi gue yang juga main musik semakin respect pada para personil.
Didiet: Sebagai penikmat kesederhanaan musikal di album “Efek Rumah Kaca” dan “Kamar Gelap”, saya cukup terkesan ketika “Sinestesia” rilis. Begitupun saat “Rimpang”, yang menurut saya pribadi kompleksitasnya sama dengan “Sinestesia”, mungkin cuma secara durasi dipadatkan.
Dari sisi produksi, kami selalu berusaha mengakomodir kebutuhan-kebutuhan teknis maupun non-teknis dari para pemain, terutama ketika berada di panggung. Sebagai contoh, setahun sebelum “Rimpang” rilis, Mas Reza dan Mas Asra beberapa kali berganti setup di lini keyboard & synthesizer. Demi mempertanggungjawabkan estetika suara yang diproduksi di album “Rimpang” seefisien mungkin.
Apa lagu ERK yang meski didengar berkali-kali, masih menggugah?
Aco: Bingung juga. Mungkin “Kuning”. Menurut gue musik dan liriknya relate, ngena banget, juga mengingatkan gue akan kematian (selain lagu “Putih”), refleksi duniawi. Beberapa tahun terakhir sering ingat kematian sebelum tidur. Gimana kehidupan gue nanti setelah mati. Apa-apa saja yang sudah gue perbuat di dunia. Legacy yang gue tinggalkan untuk keluarga dan orang terdekat. Seringkali jadi bikin susah tidur. Ending lagu “Kuning” klimaks banget, sing along outside, cry inside.
Ossi: Sebagai seorang fans yang sudah memasuki peran sebagai bapak-bapak, lagu terfavorit saya saat ini adalah “Merdeka” dan “Manifesto”.
Rizky: Di tiap album, saya punya lagu gacoan. Di album satu, “Melankolia”, di album dua, “Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa”, album tiga “Kuning”, di EP, “Palung Mariana”, dan “Manifesto” dari album empat. Kalau dipikir-pikir, hampir semua lagu tersebut saya suka, karena seperti memiliki kekuatan tersendiri yang bisa menggugah diri saya yang ada di dalam kalbu.
Ucin: Ada tiga lagu. Yang pertama adalah “Sebelah Mata”, “Kamar Gelap” dan “Desember”. Buat gue sebenarnya di awal lagu-lagu ERK tidak langsung bisa menikmati karena gue lebih banyak dengar musik-musik keras. Tapi tiga lagu tadi adalah beberapa yang bisa masuk dan gue bahkan bisa menemukan chemistry dengan lagu-lagu tersebut.
Didiet: “Jingga”, perpaduan fragmen dari “Hilang”, “Nyala Tak Terperi” dan “Cahaya, Ayo Berdansa”, merupakan konsep yang sangat indah. Meskipun jarang dibawakan secara live, tetapi emosi dari lagu tersebut selalu membuat saya merinding.
Apa harapan untuk Efek Rumah Kaca?
Aco: Harapan gue, 10 atau 15 tahun kemudian kami masih bisa sama-sama mengerjakan peran kami masing-masing di ERK. Yup, panjang umur. Amin.
Ossi: Terus bersenang-senang dalam musik, terus bereksperimen, terus bermain-main, terus bereksplorasi di ranah yang belum pernah terjamah di karya sebelumnya.
Rizky: Harapan saya untuk ERK mungkin hampir seperti kebanyakan orang saja sih, untuk bisa tetap dan terus berkarya, konsisten secara pemikiran, nilai-nilai, aspek dan muatan yang selama ini telah mereka suarakan di setiap lagu-lagunya.
Ucin: Semoga maju terus, dan bisa selalu berkarya dengan materi dan konsep yang berbeda dari band kebanyakan.
Didiet: Apinya harus selalu ada. Jangan pernah lelah dalam menyuarakan keresahan-keresahan yang tak terdengar di medium lain.
Bagaimana persiapan untuk Konser Rimpang? Adakah persiapan khusus yang berbeda dengan konser tunggal sebelum-sebelumnya?
Aco: Kami di tim produksi makin banyak diskusi, saling beri masukan, saling koreksi juga, mempersiapkan perencanaan dan kebutuhan yang diperlukan untuk konser. Sejauh ini sehatlah. Persiapan khusus pasti ada karena konsernya juga beda dari yg sudah-sudah. Semoga persiapannya lancar dan konsernya bisa membuat kami dan banyak orang senang.
Ossi: Konser Rimpang adalah salah satu momen terbesar, persiapan khusus tentu saja dilakukan, salah satunya adalah ‘drilling’ latihan selama 5-6 jam setiap harinya tanpa henti. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana seluruh instrumen dan suara-suara di album Rimpang dimainkan secara manual/analog tanpa menggunakan sequencer.
Rizky: Di atas kertas, persiapan teknis sudah mantap, tinggal menyesuaikan dengan kenyataan dilapangan nanti. Berbeda, pasti. Seiring dengan berkembangnya bermusik ERK, segala kebutuhan teknisnya pun mengalami perubahan, dan beberapa penambahan dari beberapa konser sebelumnya.
Didiet: Sangat intens, karena ini merupakan konser tunggal terbesar yang pernah kami buat. Sebagai contohnya; jauh-jauh hari, tim produksi juga ikut terlibat di setiap sesi latihan untuk mempelajari kebutuhan teknis dari masing-masing lagu.
Ucin: Konser nanti cukup berbeda dengan yang sudah-sudah. Sulit untuk diceritakan. Silakan datang dan nilai sendiri. Jadi, sampai jumpa di Konser Rimpang ya.
–
Konser Rimpang adalah kerja sama antara Efek Rumah Kaca dengan Plainsong Live. Dapatkan tiket konsernya di sini.