Mengenal KOJO, Kolaborasi antara Hilarius Jason, Kania Pasaman dan Kae Prawira
Kami berbincang dengan Jason, Kania dan Kae tentang ide, proses kreatif hingga tantangannya dalam menjalankan bisnis ini.
by Amelia Vindy
Foto: KOJO
Melakukan kolaborasi bisa saja menjadi cara yang paling ampuh untuk kemudian memunculkan berbagai kemungkinan-kemungkinan baru, setidaknya hal tersebutlah yang coba diterapkan oleh Hilarius Jason, Kania Pasaman dan Kae Prawira pada KOJO. Untuk mengetahui lebih jauh tentang brand yang akan menyediakan ruang kolaborasi antara pelaku kreatif ini, kami berbincang dengan Jason, Kania dan Kae tentang ide, proses kreatif hingga tantangannya dalam menjalankan bisnis ini.
Apa cerita di balik pemilihan nama KOJO?
We like the sound of it – that’s that dan juga kami melakukan beberapa riset dan ternyata kata tersebut memiliki banyak arti di berbagai Bahasa, namun generally it means progressing and good in several languages (including Sundanese!). To tell you a little secret though – we leave a trace on each of our merchandise. The two eyelets placed at the back of every merchandise in place of a label represents the two O’s from the word KOJO.
Latar belakang apakah yang membuat kalian memutuskan untuk berkolaborasi hingga kemudian membuat KOJO?
Kami bertiga bekerja di bidang yang berbeda-beda. Saat ini Jason bekerja sebagai seorang fotografer, Kania sebagai konsultan komunikasi dan Kae sebagai channel manager. Namun pada dasarnya kami semua memiliki latar belakang seni pada masa kuliah dulu hanya saja Kania dan Kae tidak kemudian menekuni bidang tersebut dalam berkarir.
Di awal perjalanan karir kami, kami banyak bersinggungan secara profesional. Sebelumnya Kania dan Kae bekerja di bidang retail dan Jason sempat beberapa kali ikut serta dengan proyek-proyek awal kami. Kami juga menyadari bahwa kami sangat menikmati proses berdiskusi dari tahap awal hingga realisasi proyek. Dan setelah kami semua melanjutkan karir di bidang lainnya kami kerap merindukan proses kolaboratif tersebut.
Berangkat dari keinginan untuk menyalurkan minat dan hobi di bidang seni juga retail, KOJO perlahan menjadi tempat kami menyalurkan kreativitas di luar pekerjaan kami sehari-hari. Dari situ kami menyadari bahwa proyek ini harus dibuka untuk dapat mengajak siapapun dengan misi yang sejalan, dan lebih banyak berkolaborasi, itulah esensi mendasar dari awal terbentuknya KOJO.
Berangkat dari latar belakang yang berbeda – Jason sebagai fotografer, Kania sebagai communication consultant, dan Kae sebagai channel manager, seperti apa proses kreatif di balik kolaborasi ini?
Beberapa key questions yang biasanya kami tanyakan sebelum memutuskan untuk memproduksi merchandise saat berkolaborasi dengan artists maupun brand, siapa kira-kira yang dapat menjadi target market? Cara distribusi dari barang tersebut? Apakah melalui pameran? ditampilkan di toko? Dijual secara online? Dan sebagainya? Apakah merch tersebut sesuai dengan strategi marketing yang ada? Apakah ada call-to-action dari kolaborasi ini? Contohnya berupa QR Codes, specific URL atau dengan meminta siapapun yang membeli untuk mengunggah ke media sosial misalnya.
Setelah itu baru kami masuk ke proses kreatifnya. Jujur, proses kami dalam merealisasikan sebuah proyek cukup linear. Semua memiliki peran di setiap fase dan proses kreatifnya. Diawali dengan bertemu dan menyatukan visi dengan partner kolaborasi, kami bertiga biasanya memformulasikan jenis barang apa yang akan kami produksi dan bagaimana kami dapat memproduksi barang tersebut secara efisien namun maksimal dari segi kualitas dan desain.
Meskipun sering bekerjasama secara profesional, namun kami memiliki pola pikir yang cukup berbeda dan saling mengisi dikarenakan kami bekerja di bidang yang beragam. Kae saat ini bekerja sebagai channel manager, jadi pola pikirnya cukup praktis dan efisien, Kania bekerja di bidang PR sebagai konsultan komunikasi dan terbiasa berhubungan dengan klien dan juga orang baru, Jason sebagai fotografer dan pekerja di industri kreatif memiliki sense to collaborate yang unggul.
Memfokuskan diri pada brand merchandising, apa yang membuat field ini menarik untuk ditekuni dan dijadikan sebagai disiplin baru bagi masing-masing, baik Jason, Kania dan Kae?
Kami percaya bahwa saat ini brand merchandising, when used successfully dapat membangun sebuah koneksi yang kuat dan personal antara brand/artists dengan calon konsumen yang akan membeli produk tersebut. Yang paling menarik menurut kami adalah karena tipe kolaborasi seperti ini sangat luas dari segi eksplorasi. Kami beri contoh dua tipe kolaborasi yang sudah terpikir oleh kami sebelumnya.
Pertama adalah bekerja sama dengan seorang seniman – banyak orang yang mengidolakan seorang seniman namun belum mendapatkan kesempatan untuk membeli karya seniman tersebut. Melalui brand merchandising ini, kami mencoba untuk mendemokratisasi ide tersebut dan memfasilitasi proses bagaimana orang dapat memiliki sebuah karya seniman tersebut untuk dikenakan sebagai kebutuhan sehari-hari.
Contoh lain adalah ketika bekerja sama dengan seorang musisi misalnya, dimana mereka memiliki fanbase yang cukup kuat. Tugas kami adalah mendekatkan sang musisi dengan fanbase mereka dengan memproduksi barang yang dapat dinikmati oleh fanbase mereka namun tetap mengkomunikasikan estetika musisi tersebut dalam bentuk merchandise yang dapat dikenakan tentunya dengan visual yang kami formulasikan bersama dengan partner kami tersebut.
Sebagai pendatang baru, tantangan seperti apa yang kalian temui pada proses penggarapannya?
Tantangan internal yang utama adalah menyatukan ide karena dalam setiap proses kolaborasi masing-masing pihak memiliki pendekatan masing-masing. Karena merchandise ini akan kemudian dijual selain memikirkan sisi visual dan estetika, kami juga perlu menyamakan pemikiran dari sisi komersil. Itulah mengapa proses kreatif kami dimulai dari berdiskusi perihal audiens.
Selebihnya secara eksternal, kami masih mencoba memperkenalkan konsep KOJO kepada publik. Kami merasa konsep open ended kami terkadang bila tidak dijelaskan dengan baik akan sulit untuk dimengerti. Melalui acara di tanggal 11 Agustus tersebut, harapan kami publik akan lebih dapat memahami pendekatan dan konsep KOJO ke depannya.
Rencana apa yang sedang dipersiapkan oleh KOJO ke depannya?
Sabtu tanggal 11 Agustus 2018 kami akan mengadakan sebuah pameran berjudul “Reshape” di ARA, Kemang. Sebagai pilot project kami, Kania dan Jason akan meluncurkan zine berjudul “Reshape” yang merupakan kolaborasi dimana Kania merangkai bunga dan kemudian difoto oleh Jason.
Pada kesempatan ini kami juga akan memperkenalkan KOJO kepada publik. Khusus untuk event tersebut, semua merchandisenya dirancang dan diproduksi oleh KOJO. Meskipun ini adalah proyek kami sendiri, proses kreatif yang dijalankan persis seperti yang sudah diceritakan sebelumnya. Kami berharap ke depannya, kami memiliki lebih banyak lagi kesempatan bekerjasama dengan pihak-pihak dengan visi dan misi yang sejalan.