Foto: UK/ID Festival 2017 dan Febrina Anindita
Enam hari rasanya tidak cukup untuk menampung deretan subkultur dari Inggris dan Indonesia. Namun, UK/ID Festival kali ini mampu dengan apik menatanya dalam 1 venue saja. Berisi ragam diskusi, karya seni, film screening, hingga penampilan musik dari emerging artist tiap negara, festival ini tidak hanya menggelitik mereka yang menggeluti subkultur dengan syahdu tapi juga mereka yang awam dan mencari hiburan segar lewat tema “Come Together.”
Festival yang dimulai sejak tanggal 17-22 Oktober lalu ini patut disebut sebagai perkenalan; jika bukan eksplorasi, teknologi dan kesenian kepada generasi terkini. The Establishment sebagai venue acara diubah menjadi sebuah ruang serbaguna untuk kolaborasi antarnegara yang mampu menstimulus persepsi baru dalam melihat suatu hal, antara lain musik dan seni rupa.
Namun, di antara banyak acara yang digelar dalam UK/ID Festival ini, film screening dengan live score adalah salah satu yang menarik – selain musik di penghujung festival tentunya. Bekerja sama dengan Sjuman School of Music dan Hanyaterra, 2 film berbeda; yakni karya Hitchcock dan George Clark, tampil dengan wajah spesial lewat komposisi dan bebunyian unik. Di ranah performance art pun terdapat kolektif seni asal Inggris dan Indonesia yang menciptakan karya kolaboratif. Walau beberapa tahun ini konsep kolaborasi di Indonesia terasa overused, mereka hadir dengan angin segar dan sisi kontemporer yang tidak biasa.
Selain melihat ke masa depan lewat optimalisasi teknologi dan topik yang diangkat, festival ini juga mengajak pengunjung untuk melihat ke masa lalu lewat warisan kuliner dari Dayak Iban bersama Rahung Nasution yang mengimplementasikan hal tersebut menjadi sebuah dining performance di Jakarta. Tak hanya itu, sebuah creative lab dibuat khusus, berisi diskusi dari Visionare, desainer Derek Lawlor hingga entrepreneur Yoris Sebastian dan bahkan sebuah wadah peluang bagi para seniman dengan disabilitas untuk berbagi cara untuk mengekspresikan diri.
Festival ditutup dengan meriah lewat penampilan DJ dari perwakilan masing-masing negara yang namannya telah mendunia, antara lain Paranoid London dan Thomas Bullock. Afrikan Boy pun yang minggu sebelumnya sempat tampil, turut hadir dan menghadirkan kolaborasi meriah bersama Onar serta UBC. Jonathan Kusuma, Direct Action dan Bergas selaku musisi dari Indonesia ikut mengubah The Establishment menjadi rave di tengah kota. Tanpa menjadi ambisius, UK/ID Festival kali ini mengerahkan usaha terbaiknya untuk menghibur sosok kreatif dari Indonesia maupun Inggris dengan padat acara inspiratif.