Pendidikan menjadi hal kesekian yang terpikirkan ketika berdiskusi tentang seni. Sebagai sebuah bidang yang identik dengan kebebasan, seni cenderung dianggap berada dalam ranah yang berbeda dengan pendidikan yang menonjolkan sistem dan keteraturan pola berpikir. Sering bahkan, pendidikan dan seni dihadap-hadapkan sebagai dua kubu yang saling bertentangan satu sama lain. Contoh nyatanya bisa dilihat pada bagaimana kesenian masih dianggap sebagai subjek sekunder di sekolah tingkatan dasar. Ada pula kasus dimana seniman hanya dilihat sebelah mata posisinya di masyarakat berdasar anggapan lama bahwa seniman adalah sosok yang kurang relevan dalam kompetensi akademik.
Sekelompok pemuda di bagian timur Jakarta memiliki konsep yang cukup berbeda untuk memaknai hubungan dua subjek tersebut. Bersama-sama, sekelompok pemuda yang berada dalam payung kolektif bernama “Serrum” berusaha untuk menciptakan jalan tengah yang menghubungkan seni dan pendidikan. Ada dua hal yang mendasari konsep mereka. Pertama, adalah untuk meluruskan persepsi umum tentang pendidikan di dunia seni. “Mayoritas seniman memang memiliki tendensi untuk mengabaikan pendidikan, padahal dengan semakin pentingnya prosesi riset dalam penciptaan karya seni, pendidikan bisa sangat membantu bagi para seniman, setidaknya untuk membantu dalam hal metodologi” JJ Adibrata, salah satu anggota pendiri Serrum menjelaskan salah satu visi utama dari kolektif yang didirikannya.
“Di sisi lain, di dalam sistem pendidikan Indonesia sendiri, seni memang seolah diajarkan hanya setengah hati. Sering, materi yang disampaikan dalam ruang-ruang kelas tak relevan dengan perkembangan seni yang ada,” Angga Wijaya, program manager dari Serrum Studio bercerita tentang hal kedua yang menjadi fokus utama mereka.
Dengan dua ide besar tadi, Serrum mengisi agenda mereka dengan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk menawarkan solusi bagi dua pokok permasalahan tersebut. Background mereka sebagai alumnus dari salah satu kampus negeri yang memang berfokus pada pengembangan pendidikan, yakni Universitas Negeri Jakarta membuat visi mereka terasa semakin tepat. Sejak berdirinya pada tahun 2006, Serrum telah menggagas beberapa proyek menarik yang mampu mengintegrasikan pendidikan dalam posisi sentral di subjek seni, begitu juga sebaliknya.
Kurikulab adalah salah satu contoh program dari Serrum yang bisa dimaknai sebagau usaha nyata mereka dalam menjawab visi di atas. Pada Kurikulab, Serrum mengundang berbagai kalangan baik dari bidang formal maupun non-formal untuk memetakan model relasi yang tepat antara pendidikan dan kesenian. Pelaku pendidikan lintas disiplin diajak bersama-sama untuk berdiskusi sekaligus bereksperimen untuk mencari konsep yang tepat dalam beberapa sesi focus group discussion. Posisi Serrum sebagai kolektif seni juga tak lupa ditampilkan dalam proyek Kurikulab. Dengan pendekatan estetis, berbagai dokumen yang dari proses diskusi dikumpulkan untuk kemudian ditata sedemikian rupa untuk menjadi sebuah display sekaligus eksibisi seni dimana pengunjung diharapkan bisa mendapatkan pemahaman baru baik mengenai dimensi-dimensi baru antara hubungan seni dan pendidikan.
Dalam proses bekerjanya, Serrum menjalin kerja sama dengan instansi-instansi pendidikan lokal untuk membuat ide mereka menjadi semakin hakiki. ESOA, sebuah organisasi pendidikan seni setara SMA di Jakarta Selatan bekerja sama dengan Serrum dalam beberapa materi pengajaran. Hubungan Serrum dengan almamater mereka, Universitas Negeri Jakarta juga terus dijaga dalam beberapa program. “Jika dulu semasa mahasiswa kami agak kagok untuk membuka kolaborasi dengan fakultas-fakultas non-seni seperti fakultas teknik, sekarang ketika kami berdiri sebagai kolektif independen, kemungkinan-kemungkinan baru untuk bekerja sama semakin terbuka,” ujar Jeje.
Dedikasi Serrum terhadap dunia pendidikan semakin terasa dengan inisiasi proyek “Serrum and Plus”. Didasarkan pada kegelisahan kolektif Serrum pada minimnya konten pengajaran seni di tingkatan sekolah dasar, Serrum and Plus didirikan sebagai penyedia jasa pendidikan seni yang lebih holistik. Angga menyatakan bahwa “Sebenarnya, mungkin telah banyak institusi yang menawarkan pendidikan seni, namun kebanyakan hanya berkutat pada konteks teknis. Disini, Serrum and Plus berusaha untuk tak hanya berfokus pada keterampilan, tapi juga mengajarkan teori-teori dasar seni, yang akan memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh tentang dunia seni.”
Di luar misi mereka untuk menyejajarkan posisi pendidikan dan seni, Serrum sebagai unit seni kontemporer juga memiliki agenda-agenda khas seperti pameran, diskusi, workshop, serta program residensi. Di tahun 2015, mereka merencanakan untuk mengembangkan program residensi mereka dengan kerja sama bersama seniman lokal maupun internasional. Di beberapa kesempatan, Serrum juga berpartisipasi dalam pameran-pameran berskala nasional seperti Jakarta Biennale dan Jogja Biennale. Di antara momen-momen tersebut, kolektif Serrum juga cukup aktif dalam proyek mural, penerbitan komik independen, hingga acara-acara yang berhubungan langsung dengan kegiatan masyarakat umum.
Dengan sedemikian padatnya agenda, sebenarnya tersimpan masalah yang cukup menyita tenaga mereka. Sistem pendanaan menjadi salah satu problem utama. Selama ini, Serrum dijalankan dengan model self-funding melalui eksistensi Serrum Studio sebagai tulang punggung pencari dana dengan menggarap produksi pameran-pameran berskala besar. Metode pendanaan seperti ini sebenarnya kurang ideal bagi perkembangan kolektif berbasis seni. Selain akan menyita waktu dan tenaga, model pendanaan self-funding juga berpotensi untuk mengganggu fokus Serrum untuk terus konsisten dalam berkarya. Pada umumnya kolektif seni serupa bekerja dengan sistem funding dari institusi-institusi kebudayaan yang berskala lebih besar. “Kami sepenuhnya sadar bahwa sistem pendanaan kami masih kurang ideal untuk eksistensi Serrum. Sayangnya, kami masih sering minder untuk mulai mengajukan proposal pendanaan. Kami berharap ke depannya kami bisa mengadaptasi sistem pendanaan yang lebih baik lagi,” Jeje berucap.
Sebenarnya, keraguan kolektif Serrum untuk mengajukan proposal funding tak beralasan. Dengan visi dan agenda yang sedemikian penting dan menarik, Serrum sebenarnya telah membuka kesempatan yang cukup lebar bagi mereka sendiri untuk mendapatkan pendanaan yang cukup bagi mereka untuk menghidupi diri. Tentunya akan menarik untuk melihat bagaimana ke depan Serrum semakin berkembang dengan sistem baru yang lebih terjamin.
Serrum
Jln. Gurame no.3,
Rawamangun,
Jakarta Timur