Ekplorasi Bahasa bersama Sapardi Djoko Darmono
Muhammad Hilmi (H) berbincang dengan sastrawan Sapardi Djoko Darmono (A).
by Ken Jenie
H
Bagaimana awal mula ketertarikan Bapak Sapardi terhadap dunia literatur?
S
Awalnya cukup sederhana, saya sedari kecil memang gemar membaca. Sejak SMP, saya sudah mulai menulis, meski saat itu masih sebatas tulisan dalam Bahasa Jawa. Ketika SMA, saya baru mulai serius menulis dalam Bahasa Indonesia. Meski di dalam keluarga saya tidak ada yang benar-benar tertarik ke dunia literatur atau seni, tapi lingkungan saya di Solo saat itu banyak perpustakaan yang bagus. Selain itu, juga ada beberapa tempat persewaan buku yang bagus. Kondisi demikian secara tidak langsung ikut membangun hubungan saya dengan dunia tulis menulis. Selain itu secara lebih luas, dampaknya bisa dilihat pada bagaimana Kota Solo menjadi tempat dimana banyak sastrawan lahir, termasuk kemunculan W. S. Rendra dan banyak lagi lainnya.
H
Jadi itu merupakan salah satu alasan kenapa Bapak pada saat itu sempat mendirikan persewaan buku juga?
S
Bisa dibilang begitu, saat itu belum ada internet atau komputer. Jadi buku merupakan hiburan tersendiri bagi kami. Di era itu, kalau ada Kompas Minggu, itu selalu jadi rebutan, sama halnya ketika ada edisi komik baru.
H
Dari sekian banyak jalur dalam dunia literatur, kenapa Bapak Sapardi kemudian memilih untuk menekuni penulisan puisi?
S
Sebetulnya, bukan saya yang memilih untuk menjadi penulis puisi. Saat muda, saya menulis banyak hal, termasuk cerita pendek dan semacamnya, beberapa diantaranya terpilih untuk diterbitkan, dan banyak juga yang tidak lolos seleksi. Namun, ketika SMA saya banyak baca majalah, termasuk salah satunya yang dieditori oleh Bapak H. B. Jassin. Disitu, saya banyak menemukan tulisan puisi. Bagi banyak orang, kegiatan membaca atau menulis puisi adalah hal yang cukup sulit, tapi bagi saya justru menarik. Seperti ketika saya membaca puisi karya Rendra, saya sangat menikmatinya. Mungkin, saya juga terbantu dengan karakter penulisan beliau yang cukup gamblang. Mulai dari saat itu saya mulai tertarik untuk menulis puisi, karena ternyata menulis puisi tak sesulit yang saya kira. Jadi bisa dibilang, yang mempengaruhi saya untuk menulis puisi adalah W. S. Rendra. Tapi selain itu, saya juga berhutang banyak pada guru Bahasa saya ketika SMA, beliau mengajar dengan sangat baik. Beliau juga menginspirasi saya untuk menerjemahkan serta menulis dalam Bahasa Inggris.
H
Apakah hal itu juga yang kemudian membawa Bapak Sapardi kepada inisiasi Lontar Foundation yang berfokus untuk penerjemahan karya literatur lokal ke Bahasa Inggris?
S
Betul, Lontar Foundation didirikan pada era 80’an oleh Umar Kayam, Goenawan Mohammad, Subagio Sastrowardoyo, John H. McGlynn dan saya yang merasa bahwa pemerintah tidak memiliki bentuk usaha dalam mempromosikan karya literatur bangsa. Sebuah hal yang sebenarnya dimiliki oleh hampir semua negara di dunia. Bahkan lembaga seperti ini dibiayai oleh pemerintah, seperti di Jepang, Singapura, Malaysia, Jerman. Di Indonesia hanya ada Balai Pustaka yang sebenarnya fokusnya juga bukan disitu. Jadi dengan dasar pemikiran tersebut, kami lantas mencoba untuk mengisi kekosongan tersebut dengan membuat Lontar ini. Meskipun sebenarnya, saat itu kami tidak memiliki sumber daya yang cukup, itulah alasan kenapa Lontar terbentuk sebagai sebuah yayasan. Visi misi Lontar yang paling utama adalah untuk membangun channel bagi karya sastra Indonesia supaya bisa lebih dikenal di dunia internasional.
H
Kalau menurut Bapak, seperti apa sebenarnya posisi karya terjemahan? Karena di satu sisi, proses penerjemahan karya biasanya menghilangkan nilai-nilai yang ada pada naskah asli.
S
Memang seperti itu adanya, saya sendiri memaknai karya terjemahan sebagai penciptaan sebuah karya baru yang dibuat berdasarkan sesuatu yang sudah ada. Atau dalam kata lain, kegiatan penerjemahan adalah sebuah proses menghidupkan kembali sebuah karya dalam dimensi baru. Penerjemahan berarti memberikan habitat baru bagi sebuah karya sastra. Dalam artian, proses translasi akan menyesuaikan tulisan dengan kaidah-kaidah bahasa baru tadi.
H
Jadi Bapak tidak melihat karya terjemahan yang berbeda dengan naskah asli sebagai sebuah masalah?
S
Sama sekali bukan masalah. Malah harusnya memang seperti demikian. Jika dalam proses alih bahasa seorang penerjemah tidak melakukan penyesuaian, maka karya tersebut justru tidak akan bisa dibaca. Ada berbagai kaidah yang harus disesuaikan, bahkan pemotongan kalimat pun akan merubah isi dari sebuah karya. Memang tidak bisa persis. Bagi saya, karya terjemahan yang bagus adalah karya yang bisa dibaca dan dipahami dalam bahasa barunya tadi. Ini bukan masalah benar atau salah. Kadang, penerjemahan yang sukses malah bisa membuat karya yang lebih sempurna daripada karya aslinya. Saya sendiri cukup sering menemukan karya terjemahan yang jauh lebih bagus daripada naskah aslinya.
H
Mengenai Bahasa Indonesia, bagaimana Bapak melihat karakter dari bahasa bangsa ini?
S
Yang perlu diingat ketika mendiskusikan Bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa, adalah bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa buatan. Bukan bahasa yang semenjak dulu telah ada. Bila dibilang asal-usul Bahasa Indonesia ada pada Bahasa Melayu, maka sebenarnya pertanyaannya kemudian adalah Bahasa Melayu yang mana, karena Bahasa Melayu dari tiap daerah cukup berbeda satu sama lain. Bahasa Melayu Riau sangat berbeda tentunya dengan Bahasa Melayu Betawi. Karena Bahasa Indonesia ini adalah bahasa buatan, maka sebenarnya jasa terbesar dari perkembangan Bahasa Indonesia adalah pada tokoh-tokoh yang menetapkan berbagai kaidah dan tata bahasa di dalamnya. Itu mungkin yang membedakan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu lama, Bahasa Indonesia memiliki tata bahasa yang cukup spesifik. Acuan untuk tata Bahasa Indonesia banyak diambil dari bahasa barat, kaidah seperti jenis kata seperti kata benda, kata kerja dan semacamnya diambil dari bahasa barat. Itu jelas bukan sebuah aktivitas yang mudah untuk dilakukan.
Yang cukup berjasa dalam mengorek Bahasa Indonesia secara kreatif mungkin adalah Chairil Anwar, beliau mampu mendedah, sekaligus membentuk karakter bahasa kita dari terjemahan karya dan bahasa yang beliau lakukan. Itulah kenapa saya melihat penulis yang bagus, pasti merupakan penerjemah yang bagus, karena kedua aktivitas tersebut membutuhkan kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru, termasuk karya baru di dalamnya.
H
Bagaimana Bapak melihat semakin banyaknya kata serapan dalam Bahasa Indonesia?
S
Untuk melihat fenomena ini, kita harus memahami bahwa bahasa, seiring waktu akan terus berubah. Termasuk karena pengaruh bahasa asing maupun bahasa daerah. Dan, Bahasa Indonesia sendiri sebagai bahasa buatan yang cukup banyak melakukan penyerapan terminologi dari berbagai bahasa, justru diuntungkan dalam hal ini. Bahasa kita bisa menjadi semakin kaya. Bahkan Bahasa Inggris pun sebagai bahasa yang cukup tua dalam sejarahnya pun banyak mengadaptasi berbagai bahasa, termasuk Bahasa Perancis, serta berbagai bahasa yang diadaptasi dari perjalanan Bangsa Inggris terhadap negara jajahannya. Kita sendiri dijajah oleh bangsa Portugis, Belanda hingga Jepang, dan kita bisa menemukan pengaruhnya pada Bahasa Indonesia. Sekarang, dengan arus informasi yang semakin deras, pasti juga akan berpengaruh pada apa yang kita ucap atau tuliskan. Dengan adanya dunia maya, pengaruh tersebut semakin tak terbatas.
H
Sebagai penulis yang besar pada era dimana informasi dikumpulkan dari tempat-tempat seperti toko buku dan perpustakaan, bagaimana Bapak melihat penulis era sekarang yang lebih dimanjakan dengan arus informasi yang lebih deras pada dunia maya dan semacamnya, apakah ada karakter yang mungkin bisa membedakan karakter penulisan dari dua era berbeda ini?
S
Yang membedakan mungkin adalah penulis sekarang lebih diuntungkan. Jika saya dibesarkan pada era seperti sekarang, mungkin saya bisa lebih jago dalam menulis. Keberadaan internet memungkinkan kita untuk belajar dari berbagai sumber yang lebih lengkap.
Penulis-penulis muda sekarang memiliki ruang sekaligus kesempatan yang lebih luas untuk melakukan lompatan-lompatan yang sama sekali tak terbayangkan oleh orang-orang di era saya. Bagi saya, salah satu kunci untuk menjadi penulis yang bagus adalah dengan menguasai Bahasa Inggris, dengan kemampuan tersebut, segala informasi yang ada di jagad maya akan menjadi resource baginya untuk mengembangkan sebuah karya.
H
Jadi bagaimana Bapak melihat perkembangan karya sastra di era sekarang?
S
Saya sendiri sering dikagetkan ketika membaca karya sastra dari era sekarang. Darimana saja anak-anak ini mampu mendapatkan informasi-informasi yang tercantum pada karyanya. Perkembangan dunia sastra sekarang ini sudah bagus. Bagus banget. Orang-orang dari era saya, khususnya mereka yang masih belum paham dengan dunia komputer, dunia internet, mereka masih menulis dalam konteks lembar atau halaman. Anak-anak jaman sekarang melakukannya dengan cara-cara yang lebih beragam, sumber informasinya pun lebih lengkap, dan itu mereka mampu tuliskan dalam cerita pendek, novel, atau puisi, membuat karyanya lebih bagus. Saya senang sekali melihat perkembangan karya yang seperti ini.
H
Di sisi lain, ada komentar negatif tentang bagaimana kemajuan internet serta derasnya informasi terkadang membuat para penulis sekarang cenderung menafikkan momen-momen dalam proses pencarian informasi yang memberikan “jiwa” tersendiri pada karyanya.
S
Itu sebenarnya tergantung pada individu penulisnya. Penghayatan akan proses itu ada pada personal penulis, jadi kondisi sekitar itu sebenarnya hanya akan menguatkan karakter personal itu tadi. Terlepas dari arus informasi atau apapun, karakter personal akan lebih dominan dalam hasil karya tulis. Posisi, kondisi, atau keadaan sekitar dalam sebuah karya adalah bumbu, yang akan mempertajam karakter personal si penulis.
H
Bagaimana proses bapak menemukan karakter penulisan yang nantinya akan menjadi garis besar dalam karir Bapak sebagai penulis?
S
Di awal karir penulisan saya, saya banyak melakukan penerjemahan. Selain Bahasa Inggris, saya juga mempelajari Bahasa Perancis, juga Bahasa Jerman. Bagi saya, mempelajari berbagai bahasa adalah cara bagi saya untuk memperdalam pengetahuan, karena bagi saya bahasa adalah semacam sistem yang saling mendukung satu sama lain. Semua saling memperkaya. Dari situ saya banyak belajar.
H
Bagaimana Bapak melihat karakter dalam pengembangan karya penulis, di satu sisi dengan memiliki karakter tertentu, seorang penulis bisa memiliki semacam trade mark bagi karyanya, di sisi yang lain, memiliki karakter bisa jadi menjadi batasan tersendiri bagi seorang penulis untuk mengembangkan karyanya.
S
Di dalam dunia satra, kondisi demikian disebut sebagai mannerism. Sebenarnya, adalah hal yang haram bagi seorang penulis untuk terjebak dalam suatu gaya tertentu. Ada penulis yang menemukan gaya penulisan secara alami, dari bakat, yang kalau tidak dikembangkan akan mentok, dan menjadi formula yang akan diulang-ulang hingga usang. Ada pula yang orang yang terjebak dalam sebuah gaya karena berusaha untuk menampilkan karya yang original, padahal sebenarnya konsep original tanpa terpengaruh siapapun itu agak mustahil untuk diwujudkan. Saya sendiri melihat bahwa tanpa dicari pun, gaya penulisan akan muncul secara alami. Misalnya ketika saya mencoba menulis protes, atau apapun di luar puisi misalnya, akan muncul gaya Sapardi.
Yang akan menyelamatkan karir seorang penulis agar terus mampu menghasilkan karya yang berkualitas adalah keinginan untuk terus berubah, untuk berkembang. Disini, kemauan seorang penulis untuk bereksperimen dan bereksplorasi akan menentukan kualitas karyanya. Meski tentu dalam bereksperimen seorang penulis diharuskan untuk mencoba hal-hal di luar kebiasaannya, tapi jika dilakukan dengan konsisten, pasti akan ketemu garis besar yang akan menjadi penanda karyanya. Eksplorasi adalah kunci. Bayangkan bila Goenawan Mohammad terus menulis seperti pada era dulu, atau saya terus mengulang gaya lama saya, apakah bakal masih ada yang mau membaca karya saya? Orang pasti akan bosan.
H
Sebagai seorang pengajar, bagaimana Bapak melihat sistem edukasi kita dalam memposisikan pengajaran Bahasa?
S
Sekarang, pengajaran sebenarnya tidak hanya mencakup apa yang terjadi pada ruang-ruang kelas sekolah. Tapi juga meliputi pembelajaran mengenai berbagai hal di internet. Jadi sekarang, bagi saya komputer merupakan pengajar terbaik. Saya belajar banyak dari komputer. Sekarang kita lihat saja, berapa jam dalam sehari kita mempelajari bahasa? Dengan komputer yang kini selalu ada di antara kita, kita bisa belajar setiap saat, 24 jam terus menerus. Saya banyak melihat seorang anak yang tidak pernah mempelajari Bahasa Inggris kemudian bisa dengan cakap berbahasa Inggris karena dia banyak menonton video berbahasa Inggris. Di situ saya melihat komputer dan teknologi menjadi media baru pembelajaran Bahasa.
Karena sebenarnya dari medium-medium itu berbagai dimensi Bahasa bisa dipelajari dalam bentuknya yang paling mendasar. Pengajaran paling efektif dalam hal Bahasa adalah pengalaman langsung. Teori sebenarnya tidak terlalu sentral posisinya. Jika mau belajar menulis, maka harus banyak membaca, dan bila ingin pandai berbicara, kita harus banyak mendengar. Sesederhana itu.
H
Salah satu karakter utama dari karya-karya Bapak Sapardi adalah romantisisme yang diperkaya dengan analogi-analogi bernuansakan keindahan fenomena alam. Bagaimana bentuk karya Bapak di era urban ini? Apakah mungkin bila membayangkan Bapak menulis Hujan di Bulan Juni pada era internet?
S
Ooo.. itu agak sulit untuk dibayangkan. Mungkin kalau saya mencoba untuk menulis dengan gaya tersebut di era sekarang, tidak akan ada yang membaca karya saya. Tapi, ada buku saya yang akan terbit, yang merupakan kumpulan sajak dari era setelah buku Hujan di Bulan Juni, kumpulan dari era 2000-2010, itu akan ditemukan segala macam fenomena yang ada sekarang. Bahasa prokem, internet, juga lompatan cerita yang dulu tidak akan ada di tulisan saya bisa ditemui disitu. Saya tidak berusaha untuk menolak segala macam perkembangan yang ada dari tulisan saya. Bagi saya, lebih menarik untuk merespon perkembangan tersebut ketimbang untuk menolaknya.
H
Selain buku yang disebutkan tadi, apa proyek yang akan datang dari Bapak Sapardi?
S
Selain buku tadi, saya sedang mempersiapkan tiga buku. Cetak ulang beberapa karya lama. Buku baru, dan cerita pendek. Sampai akhir tahun sudah ada berbagai rencana penerbitan. Beberapa diantaranya akan berupa novel. Hal ini mungkin bisa dilihat sebagai bentuk area baru yang akan saya jelajahi, setelah puisi, menulis novel merupakan usaha saya untuk terus bereskplorasi dalam berkarya.
H
Pertanyaan terakhir, belakangan puisi Bapak sering dijadikan bahan musikalisasi oleh berbagai seniman, bagaimana respon Bapak?
S
Sebenarnya fenomena tersebut bukan hal yang sepenuhnya baru, bahkan di Jawa sendiri tulisan sastra harus dinyanyikan, itulah kenapa namanya menjadi tembang dalam kesusastraan Jawa. Itu memberikan dinamika tersendiri. Puisi sendiri bagi saya memang cukup kuat secara auditori, unsur bunyinya dominan, ketimbang secara visual. Jadi menjadikan puisi sebagai musik adalah hal yang natural. Saya membebaskan karya saya untuk diapresiasi dalam bentuk apapun. Saya sudah pernah mendengar puisi saya digubah menjadi lagu keroncong, pop, dan berbagai macam lagu lainnya. Saya tidak memberi batasan.