Kolaborasi Rekonstruksi Single Jirapah dengan Cholil Mahmud dan Tomy Herseta dalam Re: Planetarium
Re: Planetarium juga berisi digital booklet yang berisi beberapa tulisan dari kolaborator, yang hasil penjualannya akan didonasikan pada para pekerja yang terkena imbas oleh pandemi.
Teks: Daniet Dhaulagiri
Foto: Jirapah / Natasha Tontey
“Planetarium” merupakan judul single serta album penuh pertama dari band indie rock eksperimental asal Jakarta, yakni Jirapah. Bagi yang belum tahu kuartet satu ini, mereka adalah; Ken Jenie (vokal & gitar), Mar Galo (bas), Nico Ghozali (drum), dan Yudhistira (gitar). Planetarium sebagai album memiliki sembilan repertoar yang sudah mereka susun sedemikian rupa, album tersebut cukup sarat makna, banyak berbicara tentang alam semesta.
Re: Planetarium adalah sebuah konsep yang dihasilkan Jirapah setelah mengajak Cholil bernyanyi membawakan “Planetarium” di Joyland Festival 2020. Lantas Jirapah sendiri terpukau dari hasil kolaborasi tersebut, begitupun Cholil yang ternyata suka juga dengan lagu “Planetarium”. Hingga akhirnya mereka merealisasikan ide tersebut dengan mengajak kolaborator lainnya; Tomy Herseta, produser serta musisi elektronik; Natasha Tontey sebagai seniman visual; dan yang terakhir ada empat penulis pengantar yakni Teguh Wicaksono, Dimas Ario, Gisela Swaragita, dan Raka Ibrahim.
Kolaborasi ini menghasilkan dua trek yang mengajak pendengarnya untuk membayangkan bagaimana kehidupan dan alam semesta di masa yang akan datang dengan lantunan yang unik dan berbeda; cukup murung, gelap, dingin, sepi, layaknya suasana post-apocalyptic.
Trek pertama yakni Re: Planetarium (feat. Cholil Mahmud); rekonstruksi lagu dengan nada buatan Ken Jenie untuk dinyanyikan oleh Cholil ternyata terlalu rendah bagi suaranya, sehingga harus dilakukan perubahan nada menjadi lebih tinggi agar sesuai dengan olah vokal Cholil. Lagu ini bernuansa gelap, Ken merekonstruksi musikalitas pada Planetarium khusus untuk dibawakan dengan suara Cholil yang tenang namun sangat dingin. Bagian intro di versi kali ini lebih banyak suara piano dan permainan gitar yang berkilauan, sedangkan versi asli albumnya mereka diisi suara petikan gitar dengan delay layaknya di ruang hampa udara. Di bagian outro pun versi Re: Planetarium diisi riffs yang jauh lebih tenang dibanding versi asli yang terasa penuh amarah.
Trek kedua merupakan Re: Planetarium (Tomy Herseta Remix); rekonstruksi Tomy untuk lagu Planetarium yang memang merangsang imajinasi untuk berfantasi. Di durasi 2:29 semua melebur, atmosfer menjadi megah bak paduan suara dalam orkestra, tak lama dari itu mulai muncul beat elektronik untuk beberapa saat dan langsung saja merubah lagu menjadi up-tempo, cukup cepat. Musiknya tiba-tiba berlari melesat, kita dibuat berdebar dan musik seketika berhenti, di sana kita baru bisa rehat.
Natasha Tontey—seniman visual—dipercayakan untuk mengurus desain sampul single serta desain digital booklet yang berisikan interpretasi masing-masing personal penulis pada lagu Planetarium yang memiliki penggalan lirik, “Gelapnya masa depan yang menunggu.”
Teguh Wicaksono membuat tulisan berjudul “Oscar”; tulisan tersebut tak jauh membahas pergulatan batin antara melakukan kembali hal-hal yang menurutnya idealis, namun dengan mudah diterjang kebutuhan-kebutuhan kehidupan. Dimas Ario, seorang kurator musik, menulis tentang ketidakpastian yang menurutnya membuat masa depan akan menjadi sebuah misteri yang indah. Gisela Swaragita, dia menulis pengalamannya yang sederhana, membedah bagian-bagian lagu Planetarium dan diimplementasikan pada kegiatan mandi. Sedangkan Raka Ibrahim menuliskan kisah personal dan sentimentilnya pada Jirapah.
Re: Planetarium masih dirilis di bawah naungan Kolibri Rekords, kalian bisa mendapatkan dua trek eksklusif dengan dua digital booklet; yang berisi tulisan-tulisan interpretasi dan satu lagi berisikan lirik Planetarium melalui The Store Front, dengan harga Rp35.000 kalian juga turut berdonasi, karena Jirapah akan mengalokasikan seluruh pendapatan dari rilisan tersebut bagi para pekerja yang terkena dampak pandemi melalui platform Bagirata.