Tentang Tren dan Industri Makanan di Tengah Ramadan Yang Dibayangi Pandemi
Melihat bagaimana perilaku terhadap makanan berubah semasa bulan Ramadan di tengah pandemi bersama kolektif kuliner, food writer, YouTuber sampai home cook.
Words by Emma Primastiwi
Ilustrasi: Max Suriaganda
Desain: Mardhi Lu
Selama berjalannya masa karantina, kita telah melihat perubahan signifikan dalam perilaku masyarakat terhadap makanan. Mulai dari masyarakat yang lebih proaktif dalam memasak sejak banyak restoran yang tutup sampai kemunculan tren-tren makanan baru, kiranya masyarakat telah menemukan semangat dan rasa hormat baru akan proses pembuatan makanan yang hadir di piring kita. Tidak berhenti disitu, ancaman food scarcity yang melanda masyarakat kelas bawah telah mendorong kita untuk banyak berbagi dan menyalurkan bantuan kita lewat makanan. Hal tersebut pun semakin terlihat jelas sekarang di bulan Ramadan. Dengan itu, kami berbincang dengan kolektif kuliner, food writer, YouTuber sampai home cook, untuk menjawab bagaimana persepsi kita terhadap makanan telah berubah semasa Ramadan yang dibayangi pandemi.
Ade Putri
Food Writer
Bagaimana Anda melihat perilaku terhadap makanan berubah semasa pandemi ini? Apakah Pandemi ini akan mengubah cara pandang masyarakat tentang proses pembuatan makanan?
Umumnya, cara pandang masyarakat tentang makanan itu sendiri sudah pasti berubah. Pola konsumsi dalam keseharian juga berubah, dari waktu ke waktu semasa pandemi. Misalnya di dua pekan awal, hanya mengubah kebiasaan makan di tempat menjadi pesan antar namun dengan pilihan makan yang sama seperti saat sebelum pandemi. Lantas memasuki pekan ketiga, sebagian sudah mulai lebih sering masak sendiri. Sebagian lagi mulai membeli paket siap masak yang mulai dijual oleh restoran. Sebagian lagi membeli paket reheat-to-eat. Dengan begini, tentunya cara pandang mengenai proses pembuatan makanan juga berubah.
Selama masa karantina ini, banyak sekali tren-tren makanan dan minuman yang diikuti oleh masyarakat. Tren makanan atau minuman apa yang kalian ikuti?
Saya nggak pernah ikut tren. Bukannya nggak mau. Tapi, kebetulan juga, semua makanan yang sering, atau sedang jadi tren, nggak pernah ada yang menarik atau sesuai selera saya. Bisa jadi, kalau yang tren itu masakan tradisional yang ndeso, saya baru akan ikutan berburu. Karena yang seperti itu (ndeso) yang buat saya menarik.
Rasa kebersamaan sembari menyantap menu khas bulan puasa merupakan hal yang biasanya ditunggu-tunggu selama bulan Ramadan, sayangnya tahun ini keinginan tersebut belum bisa terwujudkan. Apa hidangan favorit Anda saat Ramadan?
Paling kangen sama Es Blewah yang dikeruk, pakai es batu, disajikan dengan sirup Tjampolay rasa cocopandan. Dan sebenarnya tadinya sempat berencana jalan-jalan ke beberapa daerah di Jawa Tengah di bulan Ramadan. Karena, konon, beberapa daerah itu punya masakan-masakan khas yang hanya keluar di bulan ini.
Belakangan ini, terutama di masa Ramadan, banyak sekali inisiatif dari restoran-restoran yang membagikan makanan bagi mereka yang kurang beruntung. Secara pribadi, inisiatif apa yang Anda lakukan atau ikuti?
Saya dibantu oleh teman-teman dari Asah Asih Asuh (@asahaasihasuh.ind) menyalurkan donasi dalam bentuk makanan kering, makanan siap santap dan uang tunai (yang kami gunakan untuk membeli makanan bergizi serta biaya transportasi). Semua ini disalurkan untuk tenaga medis dan non-medis di RSCM dan Wisma Atlet (RS Darurat Covid-19). Sempat juga membuka PO rice bowl, di mana semua profit yang saya peroleh, langsung saya sumbangkan lewat inisiasi tersebut. Yang sekarang sedang berjalan, berkolaborasi dengan @nasipedapelangi. Untuk setiap 1 porsi menu kolaborasi yang dipesan pelanggan, akan ada 1 porsi yang didonasikan juga lewat inisiasi tadi.
Selesai masa karantina ini, menurut Anda, apakah industri makanan di Indonesia akan menjalani perubahan yang cukup signifikan?
Perubahannya pasti signifikan. Karena saat ini sudah banyak pivot. Ketika pola konsumerisme para konsumen berubah, otomatis industrinya juga berubah karena harus menyesuaikan.
Lazy Susan
Culinary Collective
Bagaimana Anda melihat perilaku terhadap makanan berubah semasa pandemi ini? Apakah Pandemi ini akan mengubah cara pandang masyarakat tentang proses pembuatan makanan?
Sebelum pandemi ini timbul dan berdampak ke cara kita berkehidupan, makanan mungkin bagi kebanyakan orang itu taken for granted, walaupun di sini kita juga tidak melupakan lapisan masyarakat kelas bawah yang menganggap asupan makanan sebagai kebutuhan primer yang tergolong sulit untuk diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Namun terlepas dari itu, di masa pandemi ini persepi kita terhadap pangan dan makanan pun berubah, mulai dari bagaimana kita menghadapi kesulitan membeli bahan-bahan akibat kelangkaan makanan hingga harga bahan yang melonjak. Apalagi sekarang, semakin banyak orang mulai memasak di rumah, mengharuskan kita untuk mencari cara kreatif agar semua bahan-bahan digunakan dan bukan menjadi food waste. Oleh karena itu, mereka bisa mendalami cara-cara preservasi makanan yang sebetulnya sangat mudah untuk dilakukan.
Belajar dari pandemi-pandemi sebelumnya, food crisis is mostly likely to happen. Walaupun Indonesia belum mencapai krisis pangan, namun kita juga harus mempersiapkan diri untuk menghadapi hal tersebut apalagi ketika sekarang sudah ada kelangkaan untuk beberapa komoditas atau kelangkaan pangan di beberapa tempat. Mungkin dengan ini, masyarakat akan semakin sadar akan perilaku mereka terhadap makanan, misalnya dengan meminimalisir food waste, mempelajari cara-cara untuk mengawetkan makanan, hingga mendukung petani lokal dengan membeli bahan-bahan makanan dari mereka.
Selama masa karantina ini, banyak sekali tren-tren makanan dan minuman yang diikuti oleh masyarakat. Tren makanan atau minuman apa yang kalian ikuti?
Sebetulnya kami tidak terlalu mengikuti tren makanan dan minuman yang kerap kali muncul. Tapi suatu hal yang menurut kami menarik adalah tren koktil RTD (ready to drink) yang dari dulu sudah kami tunggu-tunggu. Sangat menarik melihat bagaimana setiap bar dan/atau restoran mengemas produk mereka masing-masing, terlebih bagaimana rasa produk-produk bisa berbeda saat di konsumsi di rumah dibandingkan saat kami konsumsi di lokasi bar/restoran tersebut.
Rasa kebersamaan sembari menyantap menu khas bulan puasa merupakan hal yang biasanya ditunggu-tunggu selama bulan Ramadan, sayangnya tahun ini keinginan tersebut belum bisa terwujudkan. Apa hidangan favorit Anda saat Ramadan?
Hidangan favorit tentunya adalah ketupat, opor ayam, lontong sayur dan semur lidah. Namun, aneka ragam kolak dan bubur pacar cina juga selalu dinanti untuk berbuka puasa. Selalu menyenangkan untuk merayakan hari besar bersama-sama.
Belakangan ini, terutama di masa Ramadan, banyak sekali inisiatif dari restoran-restoran yang membagikan makanan bagi mereka yang kurang beruntung. Secara pribadi, inisiatif apa yang Anda lakukan atau ikuti?
Sebagai kolektif, kami belum memulai inisiatif untuk membagikan makanan kepada yang kurang beruntung. Kami hanya membantu mempromosikan inisiatif teman-teman kolektif seperti #BagiRasa yang dimulai oleh Parti Gastronomi. Namun, kami memulai Disco Rice, sebuah challenge dalam rangka World Disco Soup Day, yang mengajak #FriendsOfSuzy untuk memasak nasi goreng dari bahan-bahan yang mereka miliki di rumah. Dengan ini, kami berharap orang-orang belajar untuk tidak membuang makanan karena para petani sudah bekerja keras untuk menanam makanan kami dan juga banyak orang di luar sana yang kurang mencukupi.
Selesai masa karantina ini, menurut Anda, apakah industri makanan di Indonesia akan menjalani perubahan yang cukup signifikan?
Di satu sisi, bisnis F&B yang telah jalan lama kini menawarkan menu-menu siap saji atau pun ready to cook meals yang sebelumnya belum pernah ada. Dari situ, kemungkinan besar karena perilaku orang yang telah berubah setelah berbulan-bulan di rumah, menu-menu tersebut tidak dihilangkan dari tawaran penjualan, menjadi sebuah gaya baru dalam menyantap makanan.
Di sisi lain, kami melihat banyaknya rumah tangga yang mulai menjual makanan yang awalnya hanya ditawarkan ke kerabatnya. Selesai masa karantina, kemungkinan besar bisnis-bisnis tersebut akan terus berjalan, menjadi lebih besar, juga membuka lowongan-lowongan kerja yang baru. Kebiasaan orang dalam dining-out juga akan kembali, melihat antusiasme masyarakat yang rindu akan kebersamaan. Namun, kegiatan tersebut mungkin akan membutuhkan jangka waktu yang tidak sebentar untuk mendapatkan kembali confidence orang dalam berkumpul di tempat ramai.
Sebastian Subakti
Co-Owner of Taco Local/Slits/Pizza Dealer
Bagaimana Anda melihat perilaku terhadap makanan berubah semasa pandemi ini? Apakah Pandemi ini akan mengubah cara pandang masyarakat tentang proses pembuatan makanan?
Berlakunya PSBB yang membatasi kegiatan restoran menjadi takeaways & deliveries only otomatis mengubah sistem operasional sehari-hari kita. Dari segi konsumen, perilaku terhadap makanan juga mengalami banyak perubahaan; terjebak dirumah sepertinya menimbulkan kebosanan, dan makanan menjadi penawar utama hal tersebut.
Pandemi ini juga membuat masyarakat lebih memperhatikan proses pembuatan dan pengemasan makanan. Kesadaran akan pola sanitasi yang tinggi demi mencegah paparan virus akhirnya juga dituntutkan kepada restoran dalam mengolah dan mengemas makanan.
Selama masa karantina ini, banyak sekali tren-tren makanan dan minuman yang diikuti oleh masyarakat. Tren makanan atau minuman apa yang kalian ikuti?
Trend penjualan DIY version dari produk makanan yg biasanya kita beli di restoran rasanya menjadi yang paling menarik untuk saya. Adanya kegiatan meramu produk ini memenuhi rasa ingin terlibat dalam menciptakan our own version of the product.
Rasa kebersamaan sembari menyantap menu khas bulan puasa merupakan hal yang biasanya ditunggu-tunggu selama bulan Ramadan, sayangnya tahun ini keinginan tersebut belum bisa terwujudkan. Apa hidangan favorit Anda saat Ramadan?
Diantara para partners, kebetulan saya satu-satunya yang non-muslim, tapi saya selalu memiliki ketertarikan sendiri terhadap pilihan hidangan buka puasa karena ini saatnya dessert (yang manis) dihidangkan sebelum main course (yang asin). Saat bulan Ramadan biasanya saya berinisiatif untuk membuat atau memesankan makanan-makanannya di kantor.
Belakangan ini, terutama di masa Ramadan, banyak sekali inisiatif dari restoran-restoran yang membagikan makanan bagi mereka yang kurang beruntung. Secara pribadi, inisiatif apa yang Anda lakukan atau ikuti?
Kita sudah mulai menyumbangkan makanan dari saat awal karantina rumah dimulai. Tetapi sumbangan kita memang lebih disalurkan kepada para pekerja kesehatan dan rumah sakit.
Selesai masa karantina ini, menurut Anda, apakah industri makanan di Indonesia akan menjalani perubahan yang cukup signifikan?
Kelihatannya masa karantina ini akan berakhir secara perlahan-lahan. Orang-orang akan kembali mengunjungi restoran secara gradually. Social distancing pasti akan tetap diberlakukan, dan ini adalah hal yg akan menyumbang perubahan yang signifikan. Meja dan kursi pastinya akan di modify sedemikian rupa untuk menciptakan jarak aman antar tamu yang satu dan lainnya. Permintaan akan makanan sehat juga sepertinya akan mengalami penambahan sejalan dengan bangkitnya kesadaran kesehatan paska pandemi.
Putri Habibie
Homecook / Author
Bagaimana Anda melihat perilaku terhadap makanan berubah semasa pandemi ini? Apakah Pandemi ini akan mengubah cara pandang masyarakat tentang proses pembuatan makanan?
If any good can come from this pandemic is probably the increase in people’s value on food hygiene. After being exposed to the brutal truth on how lack of cleanliness could do lethal harm people are investing more in the process of food prep. Which is a great thing and should’ve been acknowledged way back without needing to first be punched in the gut with Covid.
Selama masa karantina ini, banyak sekali tren-tren makanan dan minuman yang diikuti oleh masyarakat. Tren makanan atau minuman apa yang kalian ikuti?
I don’t really follow food trends that much, I just make what I like and share it on my gram hoping that people will benefit from my recipe. Whether to cook for their family or to sell in their ventures.
Rasa kebersamaan sembari menyantap menu khas bulan puasa merupakan hal yang biasanya ditunggu-tunggu selama bulan Ramadan, sayangnya tahun ini keinginan tersebut belum bisa terwujudkan. Apa hidangan favorit Anda saat Ramadan?
My family isn’t so big on Ramadan food. So usually we have non-Lebaran related food on the table for Iftar and or Lebaran day. But I would enjoy a nice bowl of Sop Buntut, any time of the year.
Selesai masa karantina ini, menurut Anda, apakah industri makanan di Indonesia akan menjalani perubahan yang cukup signifikan?
I don’t know about the change, but they will definitely go through a lot to get back on their feet again. The Covid situation has definitely broken a lot of ventures, but the F&B sector to me is one of the lucky ones. They can still manage to pull strategies such as deliveries, caterings, etc. to survive (even layoffs for some are also being done to keep the business running). While sectors like hotels, event productions, musician crews, and technicians are punched even harder. If anything, if we come out of this pandemic alive, SMARTER is what we should become. Build strategies in case a pandemic like this ever happens again.
William Gozali
YouTuber / Chef
Bagaimana Anda melihat perilaku terhadap makanan berubah semasa pandemi ini? Apakah Pandemi ini akan mengubah cara pandang masyarakat tentang proses pembuatan makanan?
Dari sisi konsumen pasti jadi worry soal kebersihan. Dari sisi penjual harus ningkatin SOP kebersihan juga. Gue rasa kedepannya pemerintah dan sektor pariwisata harus bikin SOP khusus pelaku business F&B dan ada tim inspeksi untuk keliling. Jadi gak semua orang bisa bikin F&B bisnis juga. Termasuk skala streetfood dan warteg. Berat, susah, namun penting untuk dilakukan.
Selama masa karantina ini, banyak sekali tren-tren makanan dan minuman yang diikuti oleh masyarakat. Tren makanan atau minuman apa yang kalian ikuti?
Gue rasa semua lagi siapin produk mereka untuk bisa dijadiin packed product / frozen goods, kedepannya akan banyak produk-produk seperti ini. F&B kedepannya akan berubah dan ter-filter. At the end this kind of business isn’t for everyone.
Rasa kebersamaan sembari menyantap menu khas bulan puasa merupakan hal yang biasanya ditunggu-tunggu selama bulan Ramadan, sayangnya tahun ini keinginan tersebut belum bisa terwujudkan. Apa hidangan favorit Anda saat Ramadan?
Gorengan dan sop buah. B banget selera gue kalo untuk Ramadan.
Belakangan ini, terutama di masa Ramadan, banyak sekali inisiatif dari restoran-restoran yang membagikan makanan bagi mereka yang kurang beruntung. Secara pribadi, inisiatif apa yang Anda lakukan atau ikuti?
Nggak ada sih, karena masih sibuk kerja juga. Jadi gw donasi mentahan ke beberapa titik aja yang gw percaya kalau dananya akan disalurkan.
Selesai masa karantina ini, menurut Anda, apakah industri makanan di Indonesia akan menjalani perubahan yang cukup signifikan?
Sangat. Akan terjadi banyak efisiensi dari berbagai faktor. Positifnya F&B di Indonesia akan lebih ter-filter. Negatifnya ya pengangguran bertebaran.