Kepentingan Mengingat Batasan Jam Kerja Pada Sistem Work From Home Selama Pandemi COVID-19
“Terkadang, saya merasa sebuah kewajiban untuk menjawab pertanyaan pada meeting untuk menunjukkan kepada bos saya bahwa saya sedang aktif bekerja. Padahal sebetulnya hal tersebut merusak fokus saya akan tugas yang sedang tengah dikerjakan.”
Teks: Titania Celestine
Photo: Mikey Harris via Unsplash
Selama berjalannya pandemi COVID-19, sistem bekerja dari rumah atau work from home (WFH) sudah kerap menjadi default bagi para kalangan pekerja. Dalam buku ‘The Big Problem and Bigger Promise of Working from Home’, penulis Charlie Warzel dan Anne Helen Petersen mendalami konsep WFH dalam rangka memahami dampak positif serta negatif sistem kerja tersebut.
Dalam buku tersebut, dinyatakan bahwa selagi angka produktivitas tercatat mengalami kenaikan yang tinggi, ditemukan juga employee satisfaction yang menurun sejak seringnya tertunda wacana work from office, dan penggunaan online communication systems sebagai sarana surveillance dari pihak manajemen bagi para pegawai.
“Kebanyakan posisi manajemen memiliki anggapan old school, dimana ketika mereka tidak bisa melihat seorang pegawai sedang bekerja, berarti mereka dianggap sedang memakan gaji buta. Walaupun surveillance itu penting dalam pekerjaan, para pegawai juga harus memiliki sense of responsibility yang tinggi dalam menjalankan tugas dan pekerjaan mereka di kantor walaupun sedang menjalani WFH.” ujar Petersen.
Petersen juga berbagi akan pendapat pribadinya mengenai keharusan untuk menghadiri atau secara aktif berinteraksi dalam online meetings melalui chat dan sebagainya.
“Terkadang, saya merasa sebuah kewajiban untuk menjawab pertanyaan pada meeting untuk menunjukkan kepada bos saya bahwa saya sedang aktif bekerja. Padahal sebetulnya hal tersebut merusak fokus saya akan tugas yang sedang tengah dikerjakan.”
Ia menganjurkan bagi para pekerja untuk mencegah terbuyarkannya boundaries jam kerja. Walaupun proses kerja dilakukan dari rumah, bukan berarti setiap pegawai harus mengambil kerja lembur.
Selain hal tersebut, Petersen juga menyatakan bahwa peningkatan dalam angka produktivitas pegawai sebetulnya merupakan hasil dari overworking dan overachieving, dimana kelompok pekerja merasa tanggung jawab untuk melaksanakan kerja lebih ekstrim dari biasanya agar dipandang sebagai committed worker untuk menghindari job termination yang masih sering terjadi seiring dengan berjalannya pandemi COVID-19.