Mengunjungi Jalan Hegarmanah No. 52 di kala senja adalah sebuah pengalaman yang meneduhkan. Berjarak seperlemparan batu dari Jalan Ciumbuleuit – Cihampelas yang selalu penuh di akhir pekan, belum lagi dengan barisan hotel baru yang berderet itu, Kineruku seperti meredakan segala riuh rendah kota Bandung. Setiap siang-sore di Kineruku, Bandung kembali terasa sebagai apa yang terceritakan dahulu, kota yang sejuk, dan lekat dengan nuansa sinau.
Awal mula Kineruku lahir pada tahun 2002 ketika Ariani Darmawan, seorang seniman video dan pembuat film berkeinginan untuk membuka perpustakaan di kota kelahirannya setelah merasakan sendiri bagaimana akses publik terhadap informasi di negara-negara maju sangat memadai. Di rumah kosong peninggalan kakeknya, Ariani kemudian mendirikan perpustakaan/toko buku bernama Rumah Buku. Bersama rekannya, Oky Kusprianto, Ariani berkeinginan untuk membuat Rumah Buku sebagai perpustakaan dengan tingkat kenyamanan layaknya rumah sendiri.
Pertengahan 2004, Rumah Buku melebarkan jangkauannya dengan munculnya divisi film yang secara khusus menyediakan referensi film/video seiring bergabungnya Budi Warsito, salah satu member awal perpustakaan ini. Nama Rumah Buku kemudian mengalami beberapa kali pergantian sebelum pada awal 2012 berubah menjadi Kineruku, yang diambil dari program pemutaran rutin film/video dari Rumah Buku.
Sejuk yang dijanjikan hadir dari semua sudut dinding rumah tua era 1960an. Juga pada taman hijau mini di depan dan belakang rumah, pepohonan, dan kursi-kursi tua nan nyaman. Menjamin tiap kunjungan ke Kineruku sebagai sebuah pengalaman yang menenangkan, sekaligus memperkaya wawasan. “Perpustakaan memang masih dipandang remeh di negeri ini. Kita semua tentu tahu bagaimana memprihatinkannya pengelolaan perpustakaan daerah, perpustakaan kota, bahkan perpustakaan kampus. Ditambah banyak kalangan masyarakat yang masih memandang buku sebagai sesuatu yang “berat”, dan perpustakaan sebagai tempat yang “angker”, “dingin”, “kaku”, atau yang paling mending, “membosankan”. Kineruku berusaha mengubah pandangan tersebut, bahwa yang namanya perpustakaan (dan buku) itu bisa jadi sesuatu yang seru dan mengasyikkan,” ujar Budi Warsito yang kini menjadi pengurus utama Kineruku.
Demi misi ini, Kineruku “merelakan” bila tempat mereka dinikmati lebih sebagai tempat kumpul dan ngobrol sekaligus curi-curi foto untuk kepentingan sosial media. Dengan harapan, diantara obrolan, cemilan dan postingan, tergugah keinginan untuk membuka beberapa lembar halaman buku yang tertata di rak-rak yang mengisi ruangan. Alih-alih mensakralkan koleksi bukunya, Kineruku lebih memilih untuk menemukan lembar-lembar buku mereka sedikit kusut, dan disandingkan bersama minuman hangat/dingin di meja-mejanya.
Dari iklim yang demikian, nyatanya kemudian Kineruku tumbuh sebagai tempat yang menjembatani penggemar sastra, musik dan film dengan kalangan yang lebih awam. Dari catatan peminjaman koleksi, terekam buku sastra (bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris) seperti karya-karya Murakami, Pram, atau Budi Darma; juga buku-buku babon di ranah filsafat; buku kajian seni, sejarah, cultural studies menjadi item yang paling sering keluar. Hingga buku buku sejarah musik punk, dan buku harian Kurt Cobain yang juga sering dibaca di tempat oleh para pengunjungnya. Ada pula CD musik Sonic Youth album Goo, serta DVD film Blow-Up karya Antonioni yang menjadi favorit sewa.
Diantara aktivitasnya sebagai perpustakaan sembari menyajikan beberapa menu yang telah menjadi favorit bagi pengunjung rutinnya, Kineruku juga cukup aktif dalam menggelar berbagai kegiatan. Dikurasi dan dikonsep berdasar pada selera personal para pengelolanya, tak jarang acara bikinan Kineruku dipenuhi pengunjung dan meninggalkan kesan tersendiri. Seperti ketika mereka menggelar bedah buku “Obrolan Urban: Tiada Ojek di Paris” karya Seno Gumira Adjidarma yang membuat taman kecil Kineruku kewalahan untuk menampung pengunjung yang membludak. Juga ada konser tutup karir kolektif musik Melayu asal Palembang, Semakbelukar yang cukup fenomenal itu. Ada juga “Seruku”, program seri diskusi rutin dengan pilihan tema-tema populer seputar hal-hal yang berkaitan dengan buku/musik/film dan segala turunannya.
Disinggung mengenai kemunculan space alternatif semacam yang mengangkat tema yang kurang lebih serupa dengan yang dilakukan oleh Kineruku, seperti tentang eksistensi C2O di Surabaya, Budi menyambutnya dengan senang hati, “Rasa-rasanya bangsa ini perlu mengingat lagi—dan lebih penting lagi, mengamalkan betul-betul—pepatah yang dulu sering digembar-gemborkan oleh guru-guru SD kita: “Buku adalah jendela dunia”. Bayangkan, kalau orang menolak punya jendela, atau lebih parah lagi, punya jendela tapi nggak pernah dibuka, ya ujung-ujungnya seisi ruangan jadi pengap dan penghuninya mudah marah. Sounds familiar? Ya, negeri ini butuh piknik lebih sering, dan perlu lebih banyak lagi perpustakaan alternatif yang menyenangkan.”
Ke depan, Kineruku berkeinginan untuk semakin optimal dalam menyempurnakan segala aktivitasnya, terutama untuk mengangkat kembali misi utama mereka; ajakan untuk membaca. Telah direncanakan penambahan ruang baca plus koleksi untuk mengisi rak-raknya. Sambil mengelola toko vintage Garasi Opa yang berada tepat disamping perpustakaan, ada beberapa rencana yang disiapkan untuk mengisi agenda yang akan datang, salah satunya adalah untuk membuat penerbitan, “Mungkin nanti setelah Kineruku dan Garasi Opa sistemnya makin baik, stabil, dan sudah bisa ditinggal, bukan tidak mungkin penerbitan adalah hal pertama yang terpikir untuk dikembangkan. Rasanya seru jika bisa menerbitkan naskah-naskah yang kami suka, yang secara pilihan tema mungkin kurang menarik bagi penerbit-penerbit besar tapi kami yakin perlu dibaca banyak orang,” tutup Budi.
Kineruku
Jl. Hegarmanah No. 52
Hegarmanah, Cidadap
Jawa Barat 40141
P:(022) 203-9615
W: Kineruku.com
E: kineruku@gmail.com
T: @kineruku
I: @kineruku