Mengatasi Perkara Hantu yang Bermukim di Dalam Diri
Pada submisi column kali ini, Hamima Nur Hanifah menuliskan secara personal bagaimana menjalani hidup sebagai penyintas kekerasan seksual dan bagaimana caranya menghadapi “hantu” yang terus menggentayanginya sejak peristiwa tersebut.
Words by Whiteboard Journal
Sudah pukul dua dini hari ketika kamu tiba-tiba terbangun dari tidur panjangmu dengan kondisi kepala yang pusing. Untuk sesaat, kamu mencoba merasakan kembali guna panca inderamu secara perlahan. Lalu, tiba-tiba merasa terhisap ke sesuatu yang sulit dicerna. Dadamu sesak, kamu ingat alasanmu tidur sepuluh jam yang lalu: karena tiba-tiba ada banjir bandang yang meluap dari lautan matamu, ada gelombang kecemasan yang menghantam kepalamu dan membuatmu terhimpit. Kamu tidak kuat menampung itu semua, lalu kamu memilih tidur dan melupakan segalanya.
Tetapi ketika kamu terbangun, kamu masih merasakan sensasi aneh dan agak kurang nyaman itu. Kamu diam dan menghitung mundur angka sepuluh sambil mengatur napasmu, kamu berpikir sambil mengusap matamu yang masih basah. Bulan-bulan bahkan tahun-tahun sudah berlalu setelah kamu mengalami satu peristiwa yang mengacaukan kesadaranmu, satu peristiwa yang membawa kabur seluruh keberanianmu, dan kamu masih sering bertanya pada dirimu sendiri, mengapa perasaan takut dan gelisah itu masih selalu kamu rasakan hingga kini? Ia menyerupai hantu dan terus menggentayangimu.
Hidup ini memang meresahkan, oleh sebab itu setiap orang pasti punya hantu yang bercokol dalam dirinya. Tapi hantu yang bermukim di dalam dirimu terasa begitu menyeramkan. Tiap kali hantu itu muncul dalam kepalamu, kamu selalu merasa ingin menangis, dan hatimu berdebar-debar aneh ketakutan. Kamu ingin lari dan sembunyi dari hantu mengerikan itu, tetapi sejauh apapun kamu berlari, rasanya hantu itu terus mengikuti dan membayangimu. Di satu sisi kamu juga tahu, hantu itu tak akan pernah hilang dari ingatanmu. Otakmu tidak diciptakan untuk melupakan. Ia mungkin akan terus berada di sudut pikirmu, mengintaimu diam-diam, sampai kamu merasa akan lenyap ditelan hantu itu.
Kamu jadi sering bertanya-tanya, ada berapa banyak perempuan di dunia ini yang punya ketakutan terhadap hantu yang sama? Ketakutan kolektif. Kalau pikiranmu semakin kusut, kamu akan berpikir betapa melelahkan dan sulitnya menjadi seorang perempuan. Ada banyak sekali kegelisahan, banyak sekali kecemasan, banyak sekali ketidakadilan yang harus diutarakan. Kamu sampai berpikir bahwa seandainya kamu bisa dilahirkan kembali, kamu pasti akan menolak untuk dilahirkan sebagai perempuan. Tetapi kalau dunia ini masih sama patriarkinya, kamu mungkin akan memilih untuk tidak dilahirkan sama sekali.
Kamu dan teman-teman perempuanmu juga mungkin mempertanyakan hal yang sama, mengapa peristiwa traumatis itu bisa terjadi? Apa yang salah dengan dirimu? Dengan tubuhmu? Dengan pakaianmu? Dengan cara bicaramu? Dengan cara bersikapmu? Kamu terus mengulang pertanyaan itu sampai tidak sadar bahwa kamu telah memenuhi hatimu dengan segala macam kepahitan.
Dalam beberapa momen, kamu kesulitan memberitahu orang-orang mengenai apa yang sedang kamu alami. Bagaimana caramu bilang peristiwa di malam berhantu itu masih sering terputar di kepalamu dan membuatmu pening? Bagaimana caramu bilang bahwa kamu bisa tiba-tiba gugup dan cemas hanya karena membaca berita peristiwa yang sama malang-melintang di internet? Bagaimana caramu bilang bahwa kamu juga sampai membenci dirimu dan seringkali menyalahkan diri atas kejadian itu? Bagaimana caramu bilang bahwa kamu merasa sangat marah, tapi di satu sisi kamu juga merasa dirimu menjadi begitu lemah? Bagaimana caramu bilang bahwa semua ingatan itu terasa begitu sepi dan begitu menekan hatimu? Segala kebingungan dan emosi itu mewujud menjadi hantu yang mengurung dirimu, membuatmu kesepian. Kesepian itu membuatmu tersisih. Ketersisihan itu membuatmu seperti selalu mau tenggelam.
Bagimu itu semua terasa seperti kiamat. Kamu ingin segalanya berakhir sampai di situ. Tapi bagaimana caramu mengatakannya pada orang terdekatmu? Pada ibumu? Pada kekasihmu?
Sembari menyeka banjir bandang di pipimu yang tak habis-habis, kamu menyambar gelas air minum di meja lalu menenggaknya untuk menenangkan diri. Tubuhmu sudah sering sekali mengirim sinyal bahwa ada sesuatu dalam dirimu yang perlu kamu proses, dan itu adalah proses pemulihanmu yang akan kamu kerjakan seumur hidup. Kamu sering bicara pada dirimu sendiri, kalau tiba-tiba kamu punya momen yang membuatmu ingin tenggelam, kamu akan pelan-pelan mengatur napas dan menyiasati dengan bergerak ke arah permukaan. Jujur, kamu belum mau mati. Dalam hatimu, kamu punya keyakinan bahwa hidup itu sebenarnya layak untuk dijalani, sekalipun ada banyak sekali hal yang membuatmu sedih dan terpuruk.
Kamu jadi sadar dan mengakui, bahwa kamu memang selalu punya banyak rasa takut dan seringkali tidak tahu harus melakukan apa. Tapi kamu juga tidak mau berasumsi kalau kamu harus selalu sehat dan bergembira setiap saat, jadi kalau kamu tiba-tiba ingin menangis, tiba-tiba ingin ditelan anaconda, atau tiba-tiba merasa hidupmu sepi sekali seperti rumah berhantu, kamu tidak lagi ambil pusing dan akan menghadapi apapun bentuk perasaan itu. Kamu akan mulai mengatur hidupmu pelan-pelan, dan mencoba meregulasikan segala hal dengan kesadaran penuh.
Tak pernah ada yang mengajarkan bagaimana caranya menghadapi luka-luka dan situasi pahit yang terjadi di dalam hidupmu. Tak pernah ada yang memberi tahu bagaimana caranya mengumpulkan puing-puing diri yang berserakan, hati-hati yang patah dan terluka, harapan-harapan yang layu dan tak terpupuk. Semua yang kamu lakukan selama ini adalah upaya-upaya kecil untuk bertahan dan memahami itu semua. Upaya untuk merefleksikan itu semua dan mengolahnya menjadi sesuatu yang dapat membuatmu merasa sedikit lebih tenang, merasa sedikit lebih ringan.
Di sisa malam yang senyap itu, setelah kamu cukup sadar untuk mengembalikan dirimu dalam keadaan yang normal, diam-diam kamu mengamini, bahwa hidup akan menawarkan banyak hal baik yang nantinya akan datang kepadamu, tanpa kamu sadari, tanpa kamu duga. Kamu akan mengatasi luka-luka, mengatasi kesakitan, mengatasi keberadaan hantu yang selama ini bermukim di dalam dirimu, lantas memeluknya menjadi bagian dari dirimu yang perlu kamu rangkul. Sesungguhnya kamu begitu berharga, terlepas dari apapun yang membentukmu di masa lalu.
Dear friends, if you are experiencing any form of sexual harassment or abuse, you are not alone. Please seek any help for yourself. It can be scary and confusing, but you deserve to feel safe.