Finding Meaning through Ikigai: Bagaimana Prinsip Ini Menghidupi Arsitektur dan Desain
Memanusiakan proses dan karya dalam desain mampu melahirkan fungsi dan estetika yang berjalan seirama, dan hal ini bisa dilihat dalam kacamata konsep Jepang, ikigai.
Words by Whiteboard Journal
In partnership with Bobo Tokyo
Teks: Garrin Faturrahman
Cover: Riezky Hana Putra
Untuk membantu menggambarkan pentingnya “tujuan”, filosofi Jepang ikigai bisa digunakan sebagai studi kasus. Pertama, secara etimologis, ikigai yang ditulis “生き甲斐” dalam aksara Jepang ini, merupakan gabungan dari kata-kata “生きる” atau ikiru yang berarti “untuk hidup”, dengan kanji “甲斐” yang bisa dibaca gai dan bisa diartikan sebagai “value” atau something worth doing.
Yes. Ikigai bisa digunakan sebagai konsep yang mampu menjadi sarana untuk menjawab “apa tujuannya” secara grounded berdasarkan: hal yang disukai; yang dibutuhkan oleh dunia; yang mampu mendatangkan uang; dan untuk melihat si individu ini mahir di bidang apa. Dengan menggabungkan poin-poin ini, maka ikigai akan tercapai, dan niscaya “tujuan” pun akan lebih terang untuk dilihat—meski bagan di atas bisa dirasa terlalu mengedepankan nilai-nilai entrepreneurship.
Kedua, pengikut ikigai ditemukan secara prominen di Okinawa, prefektur di Jepang yang menjadi bagian dari blue zone, atau daerah di dunia dengan penduduk yang berumur panjang. Tentu saja, banyak faktor yang bisa menjelaskan kenapa ada banyak centenarians yang tinggal di Okinawa, seperti diet, praktik sosial, dan genetik, menurut temuan The Okinawa Centenarian Study yang telah meneliti fenomena di prefektur tropis tersebut sedari 1975. Tapi tampaknya, memiliki “tujuan” memainkan peran yang sama hebatnya dengan ketiga faktor tersebut, dan “tujuan” ini yang berusaha ditekankan lewat ikigai.
Lebih lanjut mengenai penduduk Okinawa, penelitian yang terrangkum dalam buku “Ikigai: The Japanese Secret to a Long and Happy Life” oleh Héctor García dan Francesc Miralles ini meneliti 100 penduduk lansia di desa Ogimi, Okinawa mengenai ikigai masing-masing. Jawabannya para centenarians ini beragam: dari ngobrol bersama teman-teman, berkebun, hingga berkarya seni. Yang pasti, hal-hal yang memberi mereka rasa senang.
Menilik dari yang sudah dijelaskan oleh penduduk Okinawa, ikigai juga menyiratkan adanya keharusan bagi sang individu untuk memikirkan bahwa untuk mencapai ikigai, mereka tidak boleh hanya memikirkan diri sendiri. Bagaimana tidak, ngobrol adalah aktivitas yang dilakukan dengan orang lain, dan kesepian sudah scientifically proven sebagai ancaman epidemi kesehatan yang nyata karena dampak long-term loneliness yang ekuivalen dengan merokok 15 batang sehari.
Lantas, konsep ikigai bisa diaplikasikan secara altruistic dalam arsitektur dan desain. Simpelnya, jika ikigai dalam arsitektur adalah spektrum, maka di “kutub baik” ada fasilitas screening karya firma arsitektur AT-LARS, dan di ujung ekstrem berlawanannya ada hostile architecture. Tak hanya di situ, desain pakaian, interior, hingga UX design pun semua bisa menyatakan nilai ikigai yang mindful ini di dalamnya. Garis merah dari arsitektur hingga pakaian yang mengedepankan ikigai adalah: dihargainya fungsi sebagai poin utama dalam desain, dan bahwa munculnya estetika berangkat terlebih dahulu dari fungsi.
Mengenai desain-desain pakaian Jepang, ikigai juga terasa kuat dalam tiap guratan dan potongannya. Pertama, attention to detail yang tidak pernah dikhianati dalam pengkaryaan khas Jepang bisa dilihat sebagai bagian dari “what you love” dalam ikigai, dan segala ini berjalan senada dengan Japanese craftsmanship yang selalu dikedepankan, yang bahkan sudah menjadi bagian dari tradisi penduduk negeri tersebut. Kedua, di setiap detail-detail itu juga, fungsi dan tujuan juga turut diperhitungkan secara seksama. Setiap pola, jahitan, dan guntingan memberikan fungsi terbaik, sembari menjaga keutuhan bentuk dan estetika.
Dengan memanusiakan proses dan karya, kecil kemungkinan untuk fungsi dan tujuan mengkhianati para penggagas, pengguna, dan para mata yang melihatnya. Dunia tentu bisa lebih baik jika unsur ikigai menjadi lebih umum ditemukan di keseharian, dan semoga juga pembaca bisa menemukan unsur ikigai dalam tulisan ini.