Rayakan Partisipasi dalam “documenta fifteen” di Jerman, Gudskul Gelar “100 Hari Jagakarsa”
Tidak hanya di Kassel, Jerman, tapi kiprah ruangrupa pun dirayakan di Jagakarsa.
Teks: Setto Lintang
Foto: Gudskul
Documenta merupakan acara kesenian internasional yang dihelat di Kassel, Jerman, tiap lima tahun sekali sejak 1995 dalam rangka menyatukan seniman, pekerja budaya, pegiat seni, serta pengunjung pameran seni rupa kontemporer tersebut. Sebagai perhelatan kesenian yang prestisius, documenta dianggap sebagai salah satu tolak ukur kesenian kontemporer dunia sekaligus cerminan dari isu-isu sosial hari ini.
Gudskul, sebagai bagian dari kolektif ruangrupa, menjadi kolektif seni pertama serta satu-satunya direktur artistik dari Asia yang memimpin satu edisi documenta tahun ini dengan tajuk “documenta fifteen”. Dalam pernyataannya, Arief Rahman, Manajer Gudskul Ekosistem memaparkan, “Sebuah penghargaan luar biasa dari dunia seni rupa internasional, karena sejak diselenggarakan pada 1995, baru kali ini art director documenta berasal dari Asia [khususnya Gudksul]. Terlebih, ruangrupa merupakan salah satu entitas yang ada di Gudksul Ekosistem.”
Gudskul: Studi Kolektif dan Ekosistem Seni Rupa Kontemporer (atau acapkali disingkat “Gudskul”) sendiri merupakan ruang belajar untuk publik yang dibentuk oleh tiga kelompok seni di Jakarta: ruangrupa, Serrum, dan Grafis Huru Hara (GHH). Sejak awal 2000-an, ketiganya aktif bekerja dalam ranah seni rupa kontemporer dengan menggunakan model kerja kolektif dan kolaboratif. Pada 2015, kelompok-kelompok seni tersebut lantas sepakat untuk membangun ekosistem yang bergerak di atas landasan nilai-nilai yang muncul dari proses berkolektif: kesetaraan, berbagi, solidaritas, pertemanan, dan kebersamaan.
“Documenta fifteen” tahun ini mengusung konsep yang diajukan oleh ruangrupa, yaitu “lumbung”. Dalam penyelenggaraannya, ruangrupa mengundang sejumlah “anggota lumbung” yang nantinya akan berpartisipasi di acara tersebut. Pada pertengahan Juni 2020, Tim Artistik “documenta fifteen” dari ruangrupa telah memperkenalkan sembilan anggota lumbung pertama, salah satunya Gudskul. “Persiapan Gudskul untuk ‘documenta fifteen’ sudah dimulai sejak akhir 2020 lalu ketika terpilih sebagai anggota lumbung,” ujar Mg. Pringgotono selaku Direktur Gudskul Studi Kolektif.
Tim Artistik “documenta fifteen” dan ruangrupa memilih bekerja dengan “anggota-anggota lumbung” berdasarkan model kerja mereka yang menginspirasi, praktik seni mereka yang mengakar kuat dengan struktur sosial setempat, serta eksperimentasi organisasi dan ekonomi mereka yang sejalan dengan nilai-nilai “lumbung”. Tim Artistik dan “anggota lumbung” saling terhubung secara virtual melalui sejumlah pertemuan rutin bernama “lumbung majelis” untuk mengalirkan ide dari satu tempat ke tempat lain.
Dalam “documenta fifteen” kali ini, konsep “lumbung” dapat dibaca sebagai suatu aglomerasi ide, cerita, energi, waktu, dan sumber daya lainnya yang dapat dibagikan. Berangkat dari fungsi kolektif sekaligus artistiknya, “lumbung” dilihat sebagai suatu arsitektur yang dikelola secara kolektif untuk menyimpan makanan, menjaga kesejahteraan suatu komunitas dalam jangka panjang melalui sumber daya komunal dan prinsip saling-jaga, serta dikelola berdasarkan serangkaian nilai-nilai yang dipegang bersama, ritual kolektif, dan prinsip organisasional.
Sekolah Gudskul di “documenta fifteen”
Di Kassel, Gudskul membentuk sekolah kolektif dalam ruang Museum Fridericianum yang terdiri dari berbagai ruang pertemuan dan tempat tinggal, seperti Dormitory, Gudkitchen, dan, Gudspace. Di samping itu, terdapat juga berbagai kaerya interaktif berbasis permainan, sebut saja seperti Collective Card, Speculative Collective Board Game, Nongkrong Chess, dan Temujalar Digital Station. Praktik diseminasi pengetahuan melalui bentuk buku, video, mural, dan sebagainya akan dilakukan dalam rangka menggambarkan bagaimana mekanisme ekosistem Gudskul bekerja.
Sebagai salah satu “anggota lumbung”, Gudskul membawa konsep “temujalar”. Konsep ini diambil dari falsafah rimpang (rhizome) yang bertujuan untuk menjadi jembatan bagi gagasan, pengalaman, pengetahuan, dan pertemanan agar antar kolektif dapat saling bertemu dan menjalarkan pengetahuan. Melihat ekosistem “documenta fifteen” sebagai sumber pengetahuan, Gudskul mencoba untuk mengelola pengetahuan tersebut dalam wujud sekolah yang merupakan perpanjangan dari metode pedagogi seni eksperimental dalam praktik kolektif dan kolaboratif yang telah dilakukan oleh Gudskul membuka angkatan pertamanya pada 2018.
Peserta Sekolah Temujalar ini terdiri dari berbagai kolektif seni di sejumlah negara, mulai dari Indonesia, Malaysia, Australia, hingga Hongkong. Peserta sekolah tersebut akan menjalani pembelajaran kolektif kritis yang mengedepankan pentingnya dialog spekulatif dan orientasi solutif melalui praktik langsung dan pembelajaran berbasis pengalaman. Kerangka kerja sekolah tersebut bertolak dari kultur “nongkrong” di Indonesia, di mana beragam orang dari berbagai kalangan dapat duduk bersama dalam lingkaran tanpa tujuan dan batasan waktu tertentu, berbagi cerita dan pengetahuan, serta menciptakan waktu bersama dan tempat yang aman.
Selain secara luring, Sekolah Temujalar juga diadakan secara daring melalui platform digital Temujalar (temujalar.art) yang didasarkan pada gagasan bahwa platform daring memungkinkan berlangsungnya pertukaran pengetahuan melintasi batas geografis dan zona waktu. Ketimpangan kesempatan mobilitas fisik bagi banyak orang yang disebabkan oleh pandemi, peraturan imigrasi, serta minimnya akses dan dukungan institusional telah membuat internet menjadi pintu gerbang bagi para seniman untuk terhubung.
Tidak hanya di Kassel, kegiatan Gudskul juga berlangsung di Jagakarsa, tepatnya di kantor Gudskul sendiri, dalam format acara “100 Hari Jagakarsa”. “Bagi Gudskul, praktik dan semangat kerja bersama dalam budaya masyarakat Indonesia adalah kekuatan dan metode yang tidak dapat disepelekan. ‘Documenta fifteen’ merupakan momen penting untuk dapat menjangkau orang-orang yang belum pernah terhubung dan saling berbagi, baik itu berbagi sumber daya, ruang, pengetahuan, karya, ide, dan jaringan pertemanan. Gagasan-gagasan inilah yang menjadi dasar atas kegiatan seni yang kami kerjakan baik di Kassel dan Jakarta. Harapannya, ‘gotong royong’ kesenian ini dapat terus berjalan melampaui berlangsungnya ‘100 Hari documenta fifteen’ dan tidak hanya terpusat di Kassel, tetapi juga berbagai wilayah yang terkoneksi dengan Gudskul,” pungkas Gesyada, perwakilan dari Koordinator Subjek Gudskul Studi Kolektif.