‘Imigrasi ke Kanada’ Trending di Korea Selatan setelah Terpilihnya Presiden Baru Berjulukan ‘Korean Trump’
Pemilu presiden terbaru Korea Selatan tuai banyak perhatian publik karena kandidat terpilih mencanangkan banyak program yang dinilai anti-feminis dan anti-kesetaraan gender.
Teks: Inaya Pananto
Foto: Jung Yeon-Je/AFP
Baru-baru ini topik “Imigrasi ke Kanada” trending di platform Twitter Korea Selatan setelah kandidat presiden dari partai konservatif People Power Party atau PPP, Yoon Seok-yeol, memenangi pemilu kepresidenan 9 Maret kemarin dengan perbedaan persentase suara di bawah satu persen.
Yoon Suk-yeol, 61, sebelumnya adalah seorang jaksa papan atas tanpa pengalaman berkecimpung di dunia politik. Ia mengalahkan rivalnya dari Partai Demokrat Korea sekaligus mantan gubernur provinsi Gyeonggi, Lee Jae-myung, 57, dalam salah satu pemilihan presiden paling ketat dalam setidaknya 20 tahun terakhir ini.
Mengikuti kemenangan ini, “imigrasi ke Kanada” memasuki deretan trend teratas dalam platform Twitter di Korea Selatan. Menurut situs analitik Twitter, GetDayTrends, sejauh ini telah terhitung sebanyak 16.000 tweet mengenai topik ini. Fenomena ini muncul kembali mengingat kejadian serupa yang terjadi di tahun 2016 silam ketika Donald Trump memenangi pemilihan presiden Amerika Serikat diikuti oleh situs imigrasi Kanada yang dibanjiri penduduk Amerika yang menentang hasil pemilihan tersebut.
Keterangan: Cuitan jurnalis Kim Hyun-su dari Korean Herald mengenai dampak kemenangan Yoon Suk-yeol. (Twitter: @hyunsuinseoul)
캐나다 이민 (Immigration to Canada) is now trending on Korea Twitter
— Hyunsu Yim (@hyunsuinseoul) March 9, 2022
Reaksi negatif ini dituai akibat beberapa rencana program Presiden Yoon Seok-yeol yang dinilai merugikan kaum perempuan dan mematahkan gerakan feminisme yang kini telah mulai berkembang pesat di kalangan wanita Korea Selatan. Ia akan menghapuskan kementrian bagian urusan keperempuanan dan keluarga (Ministry of Gender Equality and Family) untuk memenangkan suara dari kalangan lelaki Korea yang merasa banyak kebijakan pemerintah yang kini ada terlalu banyak mementingkan perempuan ketimbang laki-laki. Hal ini menyangkut antara lain, persaingan dalam dunia kerja hingga kebijakan wajib militer untuk laki-laki. Karenanya, kampanye Yoon Suk-yeol yang banyak berpusat seputar gerakan anti-feminisme ini memenangkan banyak suara dari kalangan laki-laki di usia 20an.
Yoon Suk-yeol secara tegas menyatakan bahwa ia akan menghapus divisi kesetaraan gender dalam struktur kementriannya karena perempuan di Korea Selatan sama sekali tidak mengalami diskriminasi gender sistemik. Ironisnya, berdasarkan data dari The Economist, Korea Selatan tercatat sebagai negara dengan glass-ceiling index terendah dari 29 negara yang menjadi bagian dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development).
Pengamat politik serta beragam media kini mulai menjuluki Yoon Suk-yeol sebagai “the South Korean Trump”. Disunting oleh Korean Herald, baik Trump dan Yoon Suk-yeol pernah menyatakan hal-hal yang lancang kepada negara lain, memuji figur-figur kontroversial dalam politik, serta menunjukkan sifat antipati terhadap warga negara asing dan feminisme.