Peneliti Perempuan Indonesia Mengungkapkan Kegunaan Biota Laut Sebagai Potensi Obat Kanker
Penelitian yang diawali dari pengalaman pribadi, di mana beberapa teman terdekatnya terkena kanker payudara.
Teks: Nada Salsabila
Foto: Kompas.com (Peni Ahmadi)
Peni Ahmadi, Ph.D merupakan peneliti perempuan Indonesia di Pusat Riset Bioteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Baru-baru ini ia menjadi salah satu pemenang program sumber daya yang dikelola oleh L’Oréal Indonesia dan UNESCO, L’Oréal-UNESCO For Women In Science 2021.
Peni meneliti senyawa bioaktif dari invertebrata laut di Indonesia yang memungkinkan digunakan sebagai obat kanker payudara. Melalui acara Inagurasi dan Konferensi Media L’Oréal-UNESCO For Women In Science National Fellowship 2021 yang diadakan pada 10 November, Peni mempresentasikan hasil penelitiannya terkait pemanfaatan biota laut sebagai antikanker.
Berdasarkan data tahun 2018 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2002 kasus kanker payudara di Indonesia mencapai 25.000 kasus. Lalu, pada tahun 2012 dilaporkan jumlah penderita kanker di Indonesia meningkat tajam, dengan jumlahnya hampir 50.000 kasus. “Di Indonesia, ada tiga kanker yang mendominasi, yaitu kanker payudara, kemudian ada kanker paru-paru, kanker usus,” ujar Peni.
Peni lalu memprediksi pada tahun 2022 mendatang jumlah penderita kanker payudara di Indonesia bisa saja mencapai 100.000 kasus. “Cukup miris bahwa perempuan masih rentan untuk terpapar kanker payudara,” tambahnya.
Menyadari bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis pantai terbesar ketiga di dunia, yang memiliki keanekaragaman biota laut yang kaya, Peni melihat potensi ini dapat dijadikan sebagai sumber bahan obat untuk berbagai penyakit, salah satunya kanker payudara.
Dilansir dari Kompas.com, Peni mengungkapkan bahwa pada awalnya penelitian tersebut bermula dari pengalaman pribadi, di mana beberapa teman terdekatnya terkena kanker payudara. “Alasan yang mendasar kenapa saya tertarik dengan kanker payudara karena menemukan teman-teman dekat yang mengalami kanker payudara. Ada yang sampai meninggal, ada juga yang harus diangkat (payudaranya),” katanya. Peni juga menambahkan, rata-rata perempuan di Indonesia baru mengetahui bahwa mereka terkena kanker saat sudah stadium lanjut.
Hal ini mendorong Peni untuk meneliti potensi biota laut sebagai obat antikanker. “Melalui sains, saya ingin berkontribusi menyelamatkan perempuan dari kanker payudara dengan memanfaatkan biota laut Indonesia yang sangat beraneka ragam.”
Tetapi, proses penelitian obat kanker ini tidak singkat. Penelitian diawali dengan pencarian sampel biota laut, kemudian sampel tersebut akan mengekstrak dan mengisolasi senyawa bahan aktif. Kemudian, tahap selanjutnya adalah menentukan struktur dari senyawa bioaktif yang telah diisolasi. Setelah itu, para peneliti akan menguji obat antikanker dengan membuat kompleks senyawa bioaktif untuk dilakukan pada targeted theraphy.
Peni mengatakan, sebelumnya mereka melakukan preliminary research di mana mereka memilih tujuh sampel spesies biota laut secara random, kemudian diekstrak, dan diuji aktivitasnya sebagai antikanker. “Dari ketujuh sampel yang kita pilih secara random, menunjukkan bahwa ketujuh-tujuhnya berpotensi sebagai antikanker.” Sebanyak tujuh spesies yang berpotensi tersebut adalah jenis spons yang aktif sebagai antikanker. Dari sampel yang ada, dua di antaranya diklaim lebih aktif dari obat kanker yang sudah ada di pasaran.
Selain itu, penelitian ini juga berkolaborasi dengan Universitas Ryudai dan Institut Riken di Jepang dalam penyediaan alat yang masih sulit diakses di Indonesia seperti NMR (Nuclear Magnetic Resonance) demi pengembangan obat antikanker ini. Riset ini dimulai pada bulan September 2021, semenjak Peni kembali ke Indonesia. “Rencananya riset ini akan terus dilaksanakan sampai berhasil, dan sampai dapat dimanfaatkan oleh para perempuan,” ucap Peni.
Namun, dalam penelitian ini tentu terdapat sejumlah hambatan yang dilalui Peni selama melakukan penelitian, seperti kesulitan untuk mendapatkan bahan-bahan kimia, serta ketersediaan alat-alat krusial yang sangat terbatas.
Walaupun begitu, peni mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat menciptakan terapi yang dapat membantu menyembuhkan kanker payudara tanpa memberikan efek samping berbahaya bagi pasien. Peni juga berharap semua bahan kimia, alat-alat penelitian, serta setiap pusat penelitian di Indonesia ke depannya dapat memenuhi keperluan penelitian agar lebih optimal.