Inisiatif Penggemar K-pop dalam Aktivisme Digital Gerakan Black Lives Matter
Mulai dari fancams, clickbaits, dan spam tagar, publik telah menyoroti peranan stan account dalam maraknya aktivisme digital.
Teks: Annisa Nadia Harsa
Foto: Netz.id
Media sosial telah menjadi sarana aktivisme yang penting di tengah pandemi. Meski tak dapat mengikuti demonstrasi atau aksi lainnya secara langsung, media sosial berperan penting sebagai wadah penyebaran informasi juga taktik lainnya sebagai bentuk protes. Selain memanfaatkan penggunaan clickbait dalam sebuah utas di Twitter untuk menyebarkan informasi soal gerakan, bentuk aktivisme dalam bentuk spam oleh para penggemar K-pop kini juga populer dan kerap diperbincangkan di kalangan pengguna internet.
Aktivisme dari pihak penggemar K-pop pun diawali oleh upaya untuk memblokir aplikasi pendeteksi wajah demonstran, iWatch, yang dimiliki oleh aparat kepolisian kota Dallas. Hal tersebut pun dilakukan dengan taktik spam pengunggahan fancams, atau video edit yang populer dalam fenomena fangirl atau stan culture belakangan ini. Upaya dari penggemar K-pop pun meliputi membanjiri tagar-tagar kampanye yang melawan gerakan Black Lives Matter, seperti #WhiteOutTuesday dan #AllLivesMatter. Tak hanya itu, para penggemar K-pop di media sosial pun berlomba-lomba untuk memberi donasi ke gerakan Black Lives Matter sebesar $1 juta, layaknya grup K-pop populer, BTS.
Dallas PD is asking for anonymous tips and videos on their “iWatch Dallas” app. It sure would be a shame if everyone downloaded their app, rated it one star, and flooded it with fancam videos so they couldn’t track down anyone from the protests pic.twitter.com/rriX7nWPqO
— hue (@musclehearts) May 31, 2020
Meski telah membawa pengaruh positif, gerakan aktivisme yang dilakukan oleh penggemar K-Pop ini juga menuai beberapa kritik karena berpotensi mengambil ruang aktivisme para aktivis kulit hitam di media sosial. Terlampau berfokus pada aktivisme K-pop dikhawatirkan akan menutupi perbincangan mengenai isu-isu cultural appropriation yang kerap terjadi di industri K-pop, seperti penggunaan gaya rambut dreadlocks, black face, atau penggunaan kata-kata rasis dan diskriminatif. Penggemar K-pop berkulit hitam pun kerap merasa kurang diterima atau justru diserang setelah mengkritik aksi rasisme dari sosok idola K-pop, sehingga muncul lah sebuah inisiatif di media sosial berupa #BlackARMYLivesMatter yang juga mendukung gerakan Black Lives Matter sendiri.
LMFAO THE KPOP GIRLS TOOK DOWN THE IWATCH DALLAS POLICE APP WITH THEIR FANCAMS pic.twitter.com/U9qLFbJKl5
— 𝐩𝐨𝐨𝐣𝐚 𝐰𝐡𝐚𝐭 𝐢𝐬 𝐭𝐡𝐢𝐬 𝐛𝐞𝐡𝐚𝐯𝐢𝐨𝐫 (@thotimus_primee) June 1, 2020
Meski demikian, pemanfaatan suara massal yang terdapat dari akun-akun fandom K-pop maupun lainnya sebagai bentuk aktivisme digital merupakan salah satu inovasi yang positif belakangan ini. Walaupun muncul sebagai metode alternatif untuk aktivisme di tengah pandemi, stan culture telah membuka pintu-pintu lainnya untuk menciptakan kultur aktivisme yang lebih terbuka dan mudah diakses bagi siapa saja.