Tentang Rasa Duka dan Kehilangan di Masa Pandemi serta Cara Menghadapinya
Berbincang dengan psikolog dan organisasi kesehatan mental tentang rasa kehilangan yang kerap dirasakan semasa pandemi dari berbagai dimensi, mulai dari berita duka sampai hilangnya kebebasan untuk melakukan aktivitas yang memberi makna pada hidup kita.
Words by Emma Primastiwi
Ilustrasi: Max Suriaganda
Desain: Mardhi Lu
Pandemi ini datang tanpa peringatan dan telah mempengaruhi setiap orang di seluruh dunia. Dari segi personal maupun profesional, setiap orang memiliki kisahnya sendiri tentang bagaimana pandemi ini telah berdampak pada diri mereka. Terkadang kita lupa betapa beruntungnya kita untuk bisa melakukan hal-hal sederhana seperti duduk di meja makan untuk bersantap bersama keluarga. Untuk beberapa dari kita, kesempatan tersebut hilang selama pandemi ini masih berlangsung. Mendengar berita duka yang menghantui kita setiap harinya mempunyai dampak yang cukup berat pada kesehatan mental kita. Apalagi jika digabungkan dengan rasa ketidakpastian dan kehilangan kuasa akan hal di sekitar kita dan kebebasan yang biasa kita abaikan begitu saja. Oleh karena itu, kami berbincang dengan beberapa ahli, dari psikolog sampai organisasi kesehatan mental tentang rasa kehilangan yang kerap dirasakan semasa pandemi dan bagaimana kita bisa menghadapinya.
Nova Ariyanto
Co-Founder Psikologimu
Berita duka hadir lebih intens di kehidupan sehari-hari selama masa pandemi, entah itu melalui berita di media massa, melalui cerita yang beredar di media sosial, atau bahkan melalui pengalaman pribadi. Bagaimana cara untuk menghadapi berita duka yang menghantui kita setiap hari?
Pertama-tama, Psikologimu turut prihatin atas berita buruk yang terjadi akhir-akhir ini. Perlu kami sampaikan terlebih dahulu bahwa pada masa pandemi, merasa stress., pesimis, sedih, dan tidak berdaya adalah hal yang manusiawi. Kami paham bahwa pandemi ini menyebabkan banyak individu kehilangan pekerjaan, sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau bahkan kehilangan orang terkasih.
Namun menolak atau menghindari berita-berita tersebut menurut penelitian justru membawa lebih banyak efek negatif karena dengan menolak/menghindar, emosi negatif yang dihasilkan menjadi lebih kuat. Oleh karena itu, kami sarankan agar emosi/berita negatif diproses melalui: menerimanya sebisa mungkin, mengakui emosi negatif yang dimiliki, lebih aware akan emosi pribadi; dan kemudian mengolah emosi tersebut tanpa menghakimi diri sendiri hingga mampu manage atau bahkan menghilangkan emosi tersebut.
It’s normal not to feel ok.
Apabila dirasa sulit untuk memulainya, teman-teman bisa juga dibantu oleh Psikolog kami. Saat ini berkonsultasi dengan Psikolog bukanlah sebuah aib. Ini adalah salah satu alasan kami membuat Psikologimu. Agar semua orang lebih mudah konsultasi dengan Psikolog profesional kapan saja di mana saja secara praktis tanpa harus merasa segan atau malu. Semua konsultasi pasti terjamin kerahasiaannya.
Teman-teman hanya perlu mendownload aplikasi Psikologimu, pilih topik konsultasi, pilih Psikolog yang cocok dengan preferensi teman-teman dan bisa langsung konsul dengan yang bersangkutan. Semua prosesnya praktis dan puluhan Psikolog di Psikologimu pasti memiliki izin Praktek Psikolog, jadi kompetensinya terjamin.
Saat menerima berita duka, kita biasanya dapat “membagi” rasa kehilangan dengan berkumpul dengan orang terdekat. Bagaimana menemukan support saat kita mengalami keterbatasan tidak dapat bertemu secara fisik dengan orang terdekat?
Pandemi ini memang mengharuskan individu untuk beradaptasi dengan banyak hal. Salah satunya adalah dengan adanya new normal. Jika sebelumnya terbiasa bertatap muka langsung, maka saat ini berkumpul dilakukan secara virtual. Perlu saya sampaikan pentingnya untuk terus terhubung dengan orang terdekat untuk meminimalisir stress.
Pada titik tertentu, individu bukan tidak mungkin mengalami Video Call Fatigue 2, situasi di mana individu merasa lebih ‘hampa’ setelah melakukan video call. Hal yang wajar sekali, karena video call tampak sangat nyata individu secara tidak langsung berharap lebih bahwa komunikasinya tidak hanya virtual namun juga dilengkapi secara sentuhan dan sebagainya. Ketidaksesuaian antara harapan tersebut tentu dapat menimbulkan masalah baru.
Masalah baru tersebut juga banyak kami temukan di aplikasi Psikologimu selama masa pandemi ini. Umumnya mereka merasa burnout oleh situasi, dan karena orang terdekat mereka juga merasakan burnout, maka akhirnya mereka berkonsultasi dengan Psikolog kami. Bahkan pada masa ini, topik konsultasi yang meningkat adalah keluarga dan asmara, dengan isu adaptasi (seperti: karena WFH intensitas komunikasi menjadi jauh lebih tinggi/berkurang). Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan sekali lagi bahwa it’s normal not to feel ok.
Situasi pandemi ini juga telah menimbulkan kondisi di mana kita kehilangan hal-hal yang memberikan rasa bahagia dan rasa aman dalam hidup. Rasa kehilangan ini lebih abstrak dibandingkan dengan rasa kehilangan karena kematian, bagaimana kita menyiasati rasa kehilangan yang ditimbulkan karena hal ini?
Pada case kehilangan atau grief, tidak jauh berbeda dengan pertanyaan pertama, kami sarankan agar kenali terus emosi teman-teman. Perhatikan pada tahapan mana posisi teman-teman saat ini, karena pada umumnya grief di proses seperti ini: tahap pertama, marah; tahap kedua, penyangkalan atau denial; tahap ketiga, mencoba negosiasi dengan kenyataan atau bargaining; tahap keempat: depresi. Dan akhirnya, tahap kelima: Penerimaan / Acceptance.
Cara masing-masing individu mengolah grievance juga berbeda-beda tergantung masalah masing-masing. Namun seperti yang saya sampaikan sebelumnya, selalu lebih baik untuk berbicara dengan psikolog untuk membantu teman-teman mengatasinya.
Selain rasa duka yang kita rasakan lewat kehilangan, masa ini juga memberikan rasa duka berupa kekhawatiran yang berhubungan dengan ketidakpastian. Bagaimana kita bisa meringankan rasa tersebut?
Pada konteks yang lebih luas, ketidakpastian merupakan hal yang normal. Tidak hanya pada masa pandemi, pada kehidupan sehari-hari, ketidakpastian adalah salah satu hal yang dapat membuat individu merasa anxious atau gelisah. Pada level tertentu, merasa gelisah adalah hal yang baik karena kegelisahan tersebut bisa mendorong individu mengantisipasi serta mencari jalan keluar dari ketidakpastian yang ada.
Hal yang sering disampaikan psikolog kami di Psikologimu adalah dengan mencoba mengambil kontrol hal-hal yang memang dapat teman-teman kontrol. Siapkan diri teman-teman sebaik mungkin untuk meminimalisir rasa ketidakpastian tersebut.
Psikolog kami juga merekomendasikan hal-hal lain seperti makan teratur, olahraga, hingga membuat catatan kebahagiaan untuk membantu menjaga emosi tetap stabil.
Namun demikian, perlu saya sampaikan bahwa individu yang memang sebelum pandemi sudah memiliki ciri-ciri pencemas, gelisah, akan lebih sulit untuk menjalankan hal tersebut. Sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan, sebaiknya memang mencari saran psikolog untuk mendapatkan treatment yang sesuai.
Apa yang bisa kita lakukan untuk dapat bangkit dari rasa duka yang mendalam di tengah pandemi?
Again, get support, get help from the Pro, manage the expectation, take control.
Tolong garis bawahi bahwa pandemi ini merupakan fenomena yang tidak biasa. Oleh karena itu, rasa tidak nyaman, gelisah, dsbnya karena pandemi adalah hal yang sangat wajar.
Sekali lagi saya ingin menyampaikan bahwa konsultasi dengan psikolog bukanlah sebuah aib. Bukan hal yang sulit juga saat ini untuk berkonsultasi dengan psikolog. Psikologimu juga dibuat untuk memudahkan konsultasi kapan saja di mana saja secara praktis dan pasti kerahasiaan terjamin.
Untuk yang ingin mencoba konsultasi bisa coba email ke info@psikologimu.co dengan subject “Whiteboard Journal”. Nanti yang beruntung akan mendapatkan kesempatan konsultasi dari kami.
Rena Latifa
Psikolog / Ikatan Psikolog Klinis Indonesia
Berita duka hadir lebih intens di kehidupan sehari-hari selama masa pandemi, entah itu melalui berita di media massa, melalui cerita yang beredar di media sosial, atau bahkan melalui pengalaman pribadi. Bagaimana cara untuk menghadapi berita duka yang menghantui kita setiap hari?
Pertama, tanamkan empati pada orang-orang yang berduka di masa pandemi ini. Empati artinya kita peduli, turut kehilangan dan turut bersedih. Dengan berempati membuat perasaan kita menjadi peka atas kesulitan orang lain. Atas kepekaan ini, membuat kita jadi lebih menghargai hidup, menghargai kebersamaan dengan orang-orang terkasih, membuat kita jadi lebih merawat diri sendiri dan orang terkasih. Kedua, agar tidak merasa dihantui berita duka, identifikasi seberapa kuat diri kita menerima paparan berita duka yang berseliweran di media. Jika sudah ada tanda-tanda bahwa kita menjadi sangat sedih, bahkan menjadi pesimis atas hidup kita sendiri, maka ini tandanya kita harus mengurangi jumlah paparan berita duka yang dapat kita konsumsi.
Artinya, mulai kurangi paparan berita duka ini, dengan tidak meng-klik link di sosial media yang mengandung judul terkait pembahasan berita duka seorang tokoh misalnya. Ketiga, hilangkan pikiran negatif: bahwa jika orang lain mengalami hal yang buruk, maka saya akan mengalaminya juga, atau bahkan saya akan mengalami hal yang lebih buruk. Ini adalah bentuk pikiran over-generalisasi keadaaan, padahal probabilitas lainnya juga ada, yakni: jika orang lain mengalami hal yang buruk, bisa saja itu tidak terjadi pada saya. Latih pikiran untuk memilih probabilitas yang positif.
Saat menerima berita duka, kita biasanya dapat “membagi” rasa kehilangan dengan berkumpul dengan orang terdekat. Bagaimana menemukan support saat kita mengalami keterbatasan tidak dapat bertemu secara fisik dengan orang terdekat?
Memang benar, apalagi di budaya Indonesia, kekerabatan yang guyub terutama saat ada yang wafat, membuat beban keluarga yang sedang berduka menjadi terasa lebih ringan, apalagi jika keluarga berkumpul terus dari hari pertama hingga hari ke 7. Berduka di kondisi pandemi, dapat disebut sebagai kondisi duka yang cukup berat, dikarenakan orang-orang minim yang berkunjung untuk memberikan penghiburan kepada keluarga.
Namun demikian, biasanya keluarga dan kerabat tetap memberi ucapan duka melalui telepon. Tetap hargai upaya mereka yang memberikan penghiburan menggunakan telepon atau chat atau email. Memaknai bahwa perhatian mereka tetaplah sebagai sebuah perhatian yang dalam dan banyak, di tengah kondisi yang memang sedang tidak memungkinkan ini. Pererat saling dukung dengan keluarga inti yang ada di rumah, yang masih dapat saling bertemu muka.
Situasi pandemi ini juga telah menimbulkan kondisi di mana kita kehilangan hal-hal yang memberikan rasa bahagia dan rasa aman dalam hidup. Rasa kehilangan ini lebih abstrak dibandingkan dengan rasa kehilangan karena kematian, bagaimana kita menyiasati rasa kehilangan yang ditimbulkan karena hal ini?
Saat keadaan di luar kendali kita, memang membuat kita menjadi mudah untuk diliputi ketakutan dan emosi negatif, sehingga hidup rasanya jauh dari bahagia dan rasa aman hilang. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah MENERIMA, menerima kondisi pandemi ini sebagai suatu hal yang harus terjadi di masa sekarang dan kita harus ikut merasakannya. Sebab jika kita menyangkal atau menekan emosi, hanya akan meningkatkan stres dan kecemasan dan membuat kita jadi lebih rentan terhadap depresi atau kelelahan.
Jika sudah dapat menerima, hal selanjutnya adalah MENYESUAIKAN DIRI, atur kembali aktivitas harian anda yang mengalami perubahan, nikmati ritme baru ini dan temukan bahagia dalam ritme yang baru ini. Saling dukung, saling peduli pada sesama, dapat pula meningkatkan perasaan-perasaan positif dan optimis, bahwa semua ini akan dapat dilewati dengan baik.
Selain rasa duka yang kita rasakan lewat kehilangan, masa ini juga memberikan rasa duka berupa kekhawatiran yang berhubungan dengan ketidakpastian. Bagaimana kita bisa meringankan rasa tersebut?
Ketidakpastian sebenarnya adalah suatu hal yang sudah pernah dirasakan oleh hampir semua dari kita, tidak hanya terkait pandemi covid ini. Namun demikian, peristiwa pandemi ini membuat ketidakpastian menjadi meningkat, dan tiap orang memiliki kapasitas berbeda dalam hal berapa banyak ketidakpastian yang bisa ditoleransi dalam hidupnya.
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menghadapi situasi yang tidak terkendali dengan lebih baik, mengurangi kecemasan, dan menghadapi yang tidak pasti dengan lebih percaya diri: (1) ambil tindakan atas hal-hal yang dapat Anda kendalikan. Misalnya, Anda tidak dapat mengendalikan penyebaran virus, pemulihan ekonomi negara, dan seterusnya. Alih-alih mengkhawatirkan hal-hal yang tidak dapat dikendalikan, cobalah untuk memfokuskan kembali pikiran Anda untuk mengambil tindakan terhadap aspek-aspek yang berada dalam kendali Anda. Misalnya, jika Anda kehilangan pekerjaan atau penghasilan selama masa sulit ini, Anda masih memiliki kendali atas berapa banyak energi yang Anda gunakan untuk mencari pekerjaan di internet, mengirimkan resume, atau menjalin jejaring dengan kontak Anda. Demikian pula, jika Anda khawatir tentang kesehatan Anda di tengah pandemi coronavirus, Anda dapat mengambil tindakan dengan mencuci tangan secara teratur, membersihkan permukaan, menghindari keramaian, dan seterusnya.
Dengan berfokus pada aspek masalah yang dapat Anda kendalikan dengan cara ini, Anda akan beralih dari kekuatiran yang tidak efektif dan merenung menjadi pemecahan masalah yang aktif. (2) Identifikasi pemicu munculnya rasa ketidakpastian yang anda alami. Banyak ketidakpastian cenderung dihasilkan sendiri, melalui kekhawatiran yang berlebihan atau pandangan pesimistis, misalnya. Namun, beberapa ketidakpastian dapat dihasilkan oleh sumber eksternal, terutama pada saat-saat seperti ini. Membaca cerita media yang berfokus pada skenario terburuk, menghabiskan waktu di media sosial di tengah desas-desus dan setengah kebenaran, atau sekadar berkomunikasi dengan teman-teman yang cemas semua bisa memicu ketakutan dan ketidakpastian Anda sendiri. Dengan mengenali pemicu Anda, Anda dapat mengambil tindakan untuk menghindari atau mengurangi paparan pada hal-hal tersebut.
Apa yang bisa kita lakukan untuk dapat bangkit dari rasa duka yang mendalam di tengah pandemi?
Lihat infografis terlampir
Wenny Aidina
Psikolog / Counselor Online KALM
Berita duka hadir lebih intens di kehidupan sehari-hari selama masa pandemi, entah itu melalui berita di media massa, melalui cerita yang beredar di media sosial, atau bahkan melalui pengalaman pribadi. Bagaimana cara untuk menghadapi berita duka yang menghantui kita setiap hari?
Rasa cemas dan khawatir terjadi karena kita terpapar terus menerus oleh berita dari lingkungan sekitar, media, maupun pengalaman pribadi. Keterpaparan yang terus menerus ini membuat kita sulit untuk berpikir jernih dan merasa berada di kotak yang tidak bisa bergerak serta terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat dilakukan adalah:
Membuat batasan waktu dalam membahas isu terkait covid-19, misalnya hanya perlu membaca info atau berita untuk update informasi pada jam 17.00 – 19.00. Batasan ini membuat kita mengurangi keterpaparan dari berita yang membuat kita khawatir dan takut.
Validasi perasaan saat merasakan emosi yang intens, misalnya takut, cemas, kesal, marah dan lain-lain. Terima emosi tersebut yang kita rasakan, tidak perlu disangkal atau ditolak. Izinkan diri kita untuk merasakan emosi tersebut.
Saat mulai merasakan emosi yang intens, setelah validasi perasaan, coba untuk mencari tahu di bagian tubuh mana rasa tidak nyaman itu dirasakan oleh tubuh kita. Di dada, di kepala, di pinggang, dan lain-lain.
Setelah Anda terkoneksi dengan reaksi di tubuh Anda, lakukan langkah untuk relaksasi dan menenangkan diri. Anda dapat bernapas dengan perlahan dan dilakukan secara berulang kali, dan usap bagian tubuhmu yang tidak nyaman tersebut.
Ciptakan harapan-harapan untuk diri dan keluarga, aktivitas yang dapat kita lakukan setelah masa pandemi Covid-19 ini berakhir.
Cari topik lain untuk obrolan di rumah, selain mengenai berita Covid-19
Saat menerima berita duka, kita biasanya dapat “membagi” rasa kehilangan dengan berkumpul dengan orang terdekat. Bagaimana menemukan support saat kita mengalami keterbatasan tidak dapat bertemu secara fisik dengan orang terdekat?
Pada masa pandemi ini, kita dibatasi secara fisik untuk bertemu dengan support system kita, namun tentunya dukungan masih dapat disalurkan melalui virtual, misalnya tetap bercerita dengan orang-orang yang kita percaya (support system) melalui telepon, chat, video call, dan lain-lain saat merasakan kehilangan. Fisik berjauhan namun komunikasi dan interaksi masih dapat dilakukan secara virtual.
Selain itu, Anda juga dapat mulai mengidentifikasi cara Anda untuk merasa lebih nyaman, misalnya dengan mandi air hangat, atau makan-makanan tertentu. Rawatlah diri Anda. Pastikan Anda makan makanan bergizi, cukup istirahat, dan olahraga teratur. Meditasi atau latihan pernapasan bisa jadi salah satu alat bantu.
Situasi pandemi ini juga telah menimbulkan kondisi di mana kita kehilangan hal-hal yang memberikan rasa bahagia dan rasa aman dalam hidup. Rasa kehilangan ini lebih abstrak dibandingkan dengan rasa kehilangan karena kematian, bagaimana kita menyiasati rasa kehilangan yang ditimbulkan karena hal ini?
Pada dasarnya saat kita mengalami kehilangan, ada beberapa tahap yang terjadi hingga akhirnya mampu menerima keadaan yang terjadi. Tahapan ini dimulai dengan adanya perasaan shock atau tidak percaya dengan kondisi yang terjadi, kemudian akan muncul emosi marah karena situasi yang terjadi, lalu individu akan mencoba untuk bernegosiasi dengan Tuhan dan menginginkan kejadian ini ditunda, selanjutnya tahap depresi, dimana individu mengalami kesedihan yang sangat mendalam sampai terkadang hilang semangat hidup, hingga tahap menerima apa yang sudah dan sedang terjadi.
Cara untuk menyiasati perasaan kehilangan:
Dari tahapan tersebut terlihat bahwa, individu membutuhkan waktu untuk dapat memaknai kondisi yang sedang terjadi. Saat mengalami rasa kehilangan selama masa pandemi ini, individu perlu untuk mengambil waktu untuk dirinya memaknai kondisi yang terjadi. Proses memaknai ini berbeda-beda bagi setiap orang, terkadang beberapa orang membutuhkan waktu untuk sendiri dan mencoba menenangkan diri, dan sebagian orang lainnya butuh waktu untuk terus terhubung dengan orang lain sebagai proses memaknai kejadian yang sedang terjadi. Oleh karena itu, izinkan diri kita untuk memaknai kondisi saat ini dengan cara yang membuat kita nyaman.
Yang perlu diketahui oleh masing-masing individu adalah emosi yang ia rasakan adalah emosi yang sangat wajar. Ia tidak salah merasakan dan mengalaminya serta ia tidak sendiri.
Berceritalah saat kamu siap. Berbagi cerita dengan orang lain dapat membantumu untuk lebih menerima dan merasa bahwa kamu tidak sendirian.
Percaya pada proses. Percayalah pada proses yang akan bisa kamu lewati. Nanti, akan ada saatnya kamu sudah akan merasa tidak apa-apa. Apa yang terjadi pasti ada hikmahnya di hidupmu dan semua akan baik-baik saja pada waktunya.
Mencari bantuan profesional. Jangan ragu untuk mencari bantuan dari seorang profesional apabila kamu merasa hal itu perlu. Mereka dapat membantumu untuk melewati masa dukamu dengan baik.
Selain rasa duka yang kita rasakan lewat kehilangan, masa ini juga memberikan rasa duka berupa kekhawatiran yang berhubungan dengan ketidakpastian. Bagaimana kita bisa meringankan rasa tersebut?
Rasa cemas terjadi karena kita mengkhawatirkan masa depan yang belum dapat ditebak, hal inilah yang memunculkan kecemasan pada diri individu. Salah satu yang dapat kamu lakukan saat merasa cemas
Grounding.
Coba duduk, letakkan telapak kaki di lantai dan rasakan telapak kakimu menyentuh lantai. Terus rentangkan tanganmu, kemudian cobalah untuk menyentuh jari-jarimu Perhatikan sekelilingmu, coba lihat kamu sedang dimana, coba temukan 5 hal yang bisa kamu lihat di sekitarmu. Apa yang kamu dengar di sekitarmu, dengarkan suara yang ada di sekitarmu. Coba tarik napas, dan bau apa yang kamu cium? Coba carilah hal di sekitarmu yang dapat kamu jangkau, rasakan dengan ujung jarimu, bagaimana tekstur dari benda tersebut. Cobalah untuk meminum air mineral, rasakan air tersebut masuk ke dalam tenggorokanmu, rasakan temperature airnya, fokuslah pada keadaan sekarang dan saat ini.
Relaksasi Pernapasan
Kamu dapat melakukan relaksasi pernapasan, misalnya dengan meletakkan tanganmu di perut, rasakan aliran napas masuk melalui hidung dan membuat perutnya mengembang sekitar 4 ketukan, lalu tahan sekitar 7 hitungan, dan keluarkan napas melalui hidung dengan 8 ketukan, rasakan perutmu mengempis. Lakukan relaksasi ini berulang kali setiap hari
Beri Jeda
Saat rasa cemas menguasaimu, beri jeda pada tubuhmu untuk memberi nama pada emosi yang kamu rasakan. Lakukan grounding atau relaksasi untuk memberikan jeda tersebut sehingga kamu dapat lebih tenang untuk memberi nama pada pikiran atau perasaan tidak nyaman yang sedang kamu rasakan. Misalnya, saya cemas karena tidak bisa bekerja dan rasa tersebut membuat dada saya sakit atau saya cemas karena berjauhan dengan pasangan dan membuat pelipis saya nyeri, dan lainnya.
Apa yang bisa kita lakukan untuk dapat bangkit dari rasa duka yang mendalam di tengah pandemi?
Lihat. Lihatlah, apa yang kamu butuhkan untuk dirimu dari kebutuhan dasar seperti apakah makananmu terjaga? tidurmu cukup? Apakah kamu cukup bergerak hari ini?
Dengar. Dengarkan perasaanmu, dengarkan apa yang tubuhmu inginkan dan butuhkan
Terhubung. Terhubung dengan orang-orang terdekat secara virtual. Munculkan harapan dengan kondisi setelah pandemi. Cobalah untuk mencari ide atau rencana yang akan kamu lakukan setelah kondisi ini pulih. Izinkan dirimu untuk memunculkan benang-benang ingatan positif
Lakukan aktivitas seperti kondisi biasa. Saat masa pandemi ini biasanya kita menghentikan rutinitas yang biasa kita lakukan, misalnya mandi sebelum beraktivitas, mengulur-ngulur waktu untuk mengerjakan pekerjaan, atau terlalu banyak rebahan. Cobalah untuk kembali pada rutinitas seperti biasa, meskipun hanya dilakukan di rumah. Misalnya tetap mandi sebelum bekerja, berpakaian rapi, bekerja sesuai jam kerja, dan lainnya. Dengan mencoba untuk menjalankan kondisi seperti biasa, kita berusaha untuk mengembalikan rasanya menjalani rutinitas yang biasa kita lakukan sehingga waktu untuk mengeluh, memikirkan kecemasan akan masa yang tidak pasti ini, dan terpapar dengan berita yang membuat takut menjadi diminimalisir.