Berdiskusi Tentang Kondisi Seputar Kesehatan Mental di Indonesia
Dari seniman, musisi sampai mahasiswa, kali ini kami membahas isu-isu seputar kesehatan mental di Indonesia.
Words by Emma Primastiwi
Hari ini, mayoritas masyarakat Indonesia masih memiliki persepsi bahwa kondisi-kondisi yang terkait dengan penyakit mental itu bukanlah penyakit yang nyata – sebuah fenomena yang tidak dirasakan oleh ribuan masyarakat di Indonesia. Sebelum panasnya diskusi tentang kesehatan mental beberapa tahun ini, kesehatan mental di Indonesia merupakan isu kesehatan yang terbengkalai dibandingkan isu-isu seputar kesehatan fisik. Padahal, pengaruh besarnya terhadap masyarakat Indonesia telah dibuktikan melalui survey yang dilakukan di tahun 2014 oleh World Health Organisation (WHO). Dalam survey itu, dijelaskan bahwa suicide merupakan silent killer terbesar di Indonesia, dan masih menjadi isu yang nyata sampai hari ini. Mengetahui itu, bukankah sudah waktunya kita berbicara lebih banyak tentang kesehatan mental? Karena itu, kami berbincang dengan beberapa tokoh dari seniman, musisi, sampai mahasiswa mengenai aksesibilitas pengobatan kesehatan mental, sampai tindakan yang bisa kita ambil sebagai masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu-isu mental di Indonesia.
Ayla Dimitri
Content Creator
Menurut Anda, apakah aksesibilitas pengobatan kesehatan mental setara dengan aksesibilitas pengobatan kesehatan fisik?
Saya rasa belum setara. Mungkin karena masyarakatnya sendiri juga belum terbuka dengan masalah kesehatan mental. Karena ketika saya membahas mengenai kesehatan mental ini di platform sosial media, ada beberapa yang message ke saya dan bertanya sebaiknya mereka pergi ke mana untuk masalah kesehatan mental. Dan saya belum melihat ada campaign kesehatan mental dalam skala besar dan dengan konten yang dalam.
Menurut Anda, mengapa terdapat suatu stigma yang mengitari kesehatan mental, bahwa seseorang yang mempunyai suatu mental disorder itu “mencari perhatian”?
Mungkin karena kita memiliki leluhur dengan tradisi dimana seseorang itu tidak bisa bebas beropini dan mengekspresikan diri. Sehingga rasa keterbukaan dan being honest kadang-kadang menjadi sesuatu yang kurang baik. Dan ketika kita tidak terbiasa akan bentuk ekspresi ini, dan ada seseorang yang mengutarakan isi hatinya, sekitar menjadi “ah lebay” atau “ya udah lah gak usah dipikirin”
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
Sebenarnya dengan munculnya media sosial, masalah mental juga jadi semakin kompleks, dan kasus cyber harassment adalah bentuk dari masalah tersebut. Orang yang di bully tentu pasti merasakan efek buruknya, dan orang yang mem-bully, mereka juga memiliki masalah mental. Dan saya rasa pemerintahan Indonesia mungkin sudah mencoba untuk menyikapi isu ini, namun belum terlalu terasa. Karena mungkin, peraturan secara hukum mengenai penggunaan digital media dan social media masih dalam proses sementara dunia digital ini cepat sekali berkembang.
Apakah menurut Anda kesehatan mental harus diprioritaskan lebih banyak di Indonesia?
Yes tentunya. Kesehatan mental itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Dan untuk sebuah negara bisa lebih maju lagi tentu didukung oleh kesehatan mental penduduknya.
Sadari dulu mental state kita masing-masing, rawat dulu kesehatan mental kita… dengan begitu akan terbentuk negeri dengan penduduk yang lebih mindful.
Sebagai masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran tentang kepentingan kesehatan mental di dalam negeri?
Sadari dulu mental state kita masing-masing, rawat dulu kesehatan mental kita, kasih waktu untuk diri kita untuk memproses segala sampah batin kita masing-masing, dengan begitu akan terbentuk negeri dengan penduduk yang lebih mindful. And also, be nice to others, semoga dengan begitu bisa memberi energi yang baik terhadap sesama.
Rayi Putra Rahardjo
Musisi – RAN
Menurut Anda, apakah aksesibilitas pengobatan kesehatan mental setara dengan aksesibilitas pengobatan kesehatan fisik?
Saat ini belum.
Sebenarnya yang harus kita tanya adalah “Apa salah nya mencari perhatian?”
Menurut Anda, mengapa terdapat suatu stigma yang mengitari kesehatan mental, bahwa seseorang yang mempunyai suatu mental disorder itu “mencari perhatian”?
Sebenarnya yang harus kita tanya adalah “Apa salahnya mencari perhatian?” Karena setiap orang butuh perhatian dan kasih sayang. Terdengar sepele tapi hal itu yang menjadi salah satu pondasi seorang individu. Jadi seseorang benar-benar kekurangan perhatian dan kasih sayang, imbasnya bisa ke banyak hal dan biasanya lebih banyak ke hal buruk.
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
Mungkin secara yang dirasa belum cukup. Dan mungkin juga butuh lembaga-lembaga khusus yang menitikberatkan perhatiannya pada etika-etika bermedia sosial.
Apakah menurut Anda kesehatan mental harus diprioritaskan lebih banyak di Indonesia?
Diberi perhatian lebih, iya.
Sebagai masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran tentang kepentingan kesehatan mental di dalam negeri?
Pertanyaan sulit. Mungkin yang paling awam dan mudahnya dengan saling mau berbagi dan memberi kasih sayang lewat cara yang kita bisa. Dan mau saling membuka diri untuk berdiskusi dengan orang-orang di sekitar kita yang “mencari perhatian”.
Shafiera Sylma
Psychology Graduate – Konsultan HR
Menurut Anda, apakah aksesibilitas pengobatan kesehatan mental setara dengan aksesibilitas pengobatan kesehatan fisik?
Belum. Sebenarnya pengobatan kesehatan mental tidak bisa disamakan dengan kesehatan fisik. Untuk menyembuhkan mental illness itu tidak semudah dengan memberi obat lalu langsung sembuh seperti layaknya penyakit fisik pada umumnya. Prosesnya pun cukup panjang, dari mulai mengidentifikasi penyebabnya, pemberian obat bila perlu, merubah gaya hidup, sampai kontrol secara rutin.
Yang menjadi masalah adalah penyembuhan secara tuntasnya.
Persentase penderita pasien mental illness yang mengalami relapse pun sangat tinggi. Hal tersebut utamanya dikarenakan oleh ketidak tuntasan pengobatan yang didapat oleh pasien. Kasus yang sering sekali terjadi dan dialami pasien adalah ketika mereka datang “berobat” ke psychiatrist (for example) diberi obat seperti antidepressants, lalu akan dibiarkan begitu saja tanpa diwajibkan untuk datang kontrol secara rutin. Jadi sebenarnya kalau dibilang aksesibilitas pemberian obat untuk mental illness, sebenarnya tidak terlalu berkendala. Tapi yang menjadi masalah adalah penyembuhan secara tuntasnya.
Menurut Anda, mengapa terdapat suatu stigma yang mengitari kesehatan mental, bahwa seseorang yang mempunyai suatu mental disorder itu “mencari perhatian”?
Sebenarnya asal kata “cari perhatian” itu pada dasarnya muncul karena banyak orang awam melihat bahwa people who express themselves differently is an attention seeker dan majority of the time, konotasinya itu adalah suatu hal yang negatif. Padahal kalau dipikirkan seperti bipolar, itu kan juga tidak kelihatan sebenarnya kalau dia “sakit”. Tapi pada akhirnya kebanyakan orang bilang “dia ga keliatan lho ya kalau sakit”. Simply karena orang orang sekarang itu sifat toleransinya kurang juga.
Mencari perhatian seharusnya bisa lebih diartikan ke hal positif, oh mungkin memang tersebut seeking for help jadi kenapa dia berperilaku seperti itu atau oh dia mungkin lagi ada pikiran kali ya dan sebagainya. Banyak orang awam sekarang yang sifat empati dan simpatinya kurang. Kalau sudah tidak sesuai sama yang dibilang “normal” konotasinya jadi jelek dan negatif.
Awareness masyarakat indonesia juga sangat minim tentang mental illness makanya kebanyakan orang-orang punya persepsi yang kurang baik terhadap hal ini dan berujung kepada stereotyping yang salah. Menurut saya pada dasarnya setiap manusia itu kalau ada sesuatu yang dipendam dari batin dan suatu ketika batinnya sudah tidak kuat menahan, 100% munculnya akan ke perilaku dan perilaku fisiknya. Sama saja dengan case ini, seseorang dengan mental illness yang sedang seeking for help dengan sesederhana butuh cerita, justru dianggap mencari perhatian.
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
Menurut saya sangat belum. Walaupun saya tidak pernah betul-betul dive in mengenai bagaimana pemerintah Indonesia menyikapi cyber harassment, tapi for a person yang sangat aware terhadap isu tersebut, belum pernah melihat atau mendengar adanya tindakan yang signifikan dari pemerintah terkait dengan kasus cyber harassment. Pemerintah masih memandang online harassment ini sebelah mata tanpa menyadari bahwa hal inilah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap mental manusia terutama anak-anak muda. Dari social expectation, emotional pressure, sadar tidak sadar hal ini memberikan dampak terhadap generasi kita untuk memiliki mindset bahwa “kita harus selalu keep up dengan trend maupun hal yang di expect oleh society”.
Hal tersebut tentunya menimbulkan kesulitan untuk mereka merasa content akan hidupnya, wanting something that sometimes can be unrealistic, which leads to mental illness such as depression, anorexia, etc. Akan tetapi, meskipun dari pihak pemerintahan Indonesia masih belum terdengar, sudah mulai banyak komunitas-komunitas yang peduli tentang hal ini yang sering mengadakan forum offline dan online dan mengajak teman-teman sekitarnya untuk lebih meningkatkan awareness mereka on this matter yang pastinya bertujuan untuk mengurangi persentase dari cyber bullying/harassment.
Harus betul-betul gencar diedukasi masyarakat dulu mengenai mental health agar tidak terjadi kesalahpahaman persepsi.
Apakah menurut Anda kesehatan mental harus diprioritaskan lebih banyak di Indonesia?
Harus sekali, karena di Indonesia sekarang masih terlalu banyak stigma. Jangankan di kota-kota kecil, di ibukota sendiri awareness-nya saja masih terbilang minim. Yang menjadi concern di Indonesia mungkin karena culture kita yang kental contoh mengenai agama dsb. Sehingga banyak orang yang sulit untuk distinguish penyakit mental dengan kondisi tertentu. Contoh banyak halnya seseorang yang mengalami depresi itu dianggap “kurang dekat dengan Tuhan”.
Kepercayaan orang mungkin beda-beda, tidak salah dan bisa juga beribadah untuk mendapat ketenangan hati, tapi tidak berarti bahwa kondisi depresi itu bukan suatu hal yang nyata. It is scientifically proven bahwa penderita penyakit mental memiliki kadar hormon di tubuh dan brain activity yang berbeda seperti orang “normal”. Jadi all in all harus betul-betul gencar diedukasi masyarakat dulu mengenai mental health agar tidak terjadi kesalahpahaman persepsi.
Sebagai masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran tentang kepentingan kesehatan mental di dalam negeri?
Bisa dimulai dari hal yang paling sederhana. Di era media sosial yang seperti sekarang ini begitu mudah untuk share informasi apapun. Alangkah baiknya untuk para kaum millennials untuk mulai menggunakan social media sebagai platform guna meningkatkan awareness dan menyebarkan informasi terkait mental health. Karena just because it’s not happening to you doesn’t mean orang lain sekitarmu tidak juga. Yang paling tricky dengan penderita kesehatan mental itu mereka kebanyakan tidak bisa dilihat kasat mata. Jadi dengan berbagi di media sosial atau membicarakan topik ini dengan orang-orang sekitar, sadar tidak sadar itu sudah bisa membantu.
IT IS OKAY for you to feel “different”, and it is okay for you to speak up.
Kemudian, selain menyebarkan awareness tentang mental health, kita juga perlu menegaskan bahwa, IT IS OKAY for you to feel “different”, and it is okay for you to speak up. Kebanyakan orang malu punya mental illness jadi lebih memilih untuk sembunyi. Hal sederhana seperti itu sebenarnya dampaknya sangat significant, yaitu penghambatan pengobatan mental illness secara tuntas. Seperti penyakit kanker contohnya, research dan pengobatan untuk penyakit seganas kanker itu sangat gencar, millions of dollars and hundreds of researchers berusaha to find a cure for it. Why? Karena semakin banyak orang yang terdiagnosa dengan penyakit kanker. Sekarang, coba kalau penderita mental illness bisa berani speak up/no longer hide, imagine how much resources yang willing untuk dikeluarkan pemerintah dan tim medis untuk mendukung penyembuhan penyakit mental illness.
Kelly Widodo
Mahasiswa – City University London
How am I supposed to get better if I don’t even know what medical options are available to me in this country?
Menurut Anda, apakah aksesibilitas pengobatan kesehatan mental setara dengan aksesibilitas pengobatan kesehatan fisik?
I think getting access to medication for mental issues is much more difficult than any type of medication for physical illnesses, especially but not exclusively in Indonesia. The lack of access isn’t the only issue, though. The lack of awareness of the access is where there’s really a problem. How am I supposed to get better if I don’t even know what medical options are available to me in this country?
For a long time, people who experience these things haven’t been willing to talk about it comfortably because of this stigma and the fear that the next morning they would be the next gossip topic.
Menurut Anda, mengapa terdapat suatu stigma yang mengitari kesehatan mental, bahwa seseorang yang mempunyai suatu mental disorder itu “mencari perhatian”?
The stigma that is attached to mental illness comes from the fact that it hasn’t been talked about a lot until these past few years in Indonesia. People aren’t really educated on it and see it as something that is so extra. For a long time, people who experience these things haven’t been willing to talk about it comfortably because of this stigma and the fear that the next morning they would be the next gossip topic. Now things are slowly changing though. People still don’t really understand it sometimes but they respect it a bit more.
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
As for cyber bullying, it shouldn’t happen but it does the same way that bullying in real life happens. The worst part about school life is the culture of bullying being normal. It shouldn’t be that way. With social media, people can find communities online and feel like they belong somewhere even if their school life sucks. I don’t know what Indonesia can do to stop it but more and more anti-bullying campaigns are gaining popularity so social media really isn’t the enemy.
It is something that people experience unwillingly, and should be talked about more freely.
Apakah menurut Anda kesehatan mental harus diprioritaskan lebih banyak di Indonesia?
Yes, Indonesia should slowly start incorporating mental health as more of a priority because it is something that people experience unwillingly, and should be talked about more freely. Access to help and medication should also be known about.
Sebagai masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran tentang kepentingan kesehatan mental di dalam negeri?
What I think we can do to help from an individual perspective would just be to be aware of how others speak of mental health and to correct them if they speak of it in a way that makes a mockery of it, to feel comfortable speaking about my own mental struggles so others who feel the same will know they’re not alone, and to always be respectful of everyone’s opinions even if they don’t match mine as opinions change and judgment does nothing.
Raihan Adzkia
Mahasiswa – London College of Fashion
Menurut Anda, apakah aksesibilitas pengobatan kesehatan mental setara dengan aksesibilitas pengobatan kesehatan fisik?
When it comes to mental illness, menurut saya, akses di indonesia sangat kurang. Sangat tidak setara sekali dengan pengobatan kesehatan fisik.
Menurut saya orang Indonesia memang kurang edukasi tentang topik ini.
Menurut Anda, mengapa terdapat suatu stigma yang mengitari kesehatan mental, bahwa seseorang yang mempunyai suatu mental disorder itu “mencari perhatian”?
Karena menurut saya, kesehatan mental di Indonesia itu dianggap sepele dan tidak pernah diangkat dalam diskusi. Tidak awam bagi masyarakat Indonesia, untuk mempunyai sakit mental. Pengalaman saya sih, dulu, ibu saya aja sampai bilang, jangan kasih tau siapa siapa kalo kamu ada mental illness karena katanya tidak semua orang mengerti tentang penyakit seperti gini, “Nanti kamu disangka gila”. Jadi menurut saya orang Indonesia memang kurang edukasi tentang topik ini.
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
Menurut saya, pemerintah Indonesia sedang banyak sekali yang diurusi. Jadi isu ini sangat diabaikan, karena ada hal hal yang menurut mereka lebih “penting” yang masih harus diurus seperti politik, dan bencana alam. Jadi ya kurang perhatian.
Akan lebih baik jika isu ini diperkenalkan dari dini, seperti dimasukan ke kurikulum sekolah atau ditekankan dalam keluarga sendiri.
Apakah menurut Anda kesehatan mental harus diprioritaskan lebih banyak di Indonesia?
Tentu iya. Menurut saya kesehatan mental itu penting apalagi di ibukota; yang tingkat stressnya itu tinggi. Akan lebih baik jika isu ini diperkenalkan dari dini, seperti dimasukan ke kurikulum sekolah atau ditekankan dalam keluarga sendiri.
Kita harus sama-sama bergerak bersama.
Sebagai masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran tentang kepentingan kesehatan mental di dalam negeri?
Menurut saya ini sangat susah karena orang Indonesia masih mempunyai pemikiran yang pendek tentang isu ini. Tapi akan lebih baik kalau kita mulai dari yang kecil dulu seperti membuat organisasi yang khusus dibuat untuk menyikapi isu ini. Kita harus sama-sama bergerak bersama.
Sasqia Ardelianca
Seniman / Founder of Fat Velvet Collective / Youth Programme Coordinator of Jendela Ide Indonesia.
Menurut Anda, apakah aksesibilitas pengobatan kesehatan mental setara dengan aksesibilitas pengobatan kesehatan fisik?
Jauh dari setara, dalam segala aspek.
Menurut Anda, mengapa terdapat suatu stigma yang mengitari kesehatan mental, bahwa seseorang yang mempunyai suatu mental disorder itu “mencari perhatian”?
Lack of awareness and education tentang mental disorder di sini. Bahkan dari lembaga-lembaga yang bergelut di dunia pendidikan sekalipun.
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
Belum, bahkan cara yang sudah dilakukan seperti pemblokiran beberapa situs, atau bahkan, pemanggilan pihak yang dianggap memberi pengaruh buruk seperti Awkarin atau temannya – saya rasa terlalu dangkal dan tidak perlu. Salah sasaran.
Apakah menurut Anda kesehatan mental harus diprioritaskan lebih banyak di Indonesia?
Ya, karena Indonesia salah satu negara yang telah lama tertinggal dalam isu ini.
Jangan pernah malu untuk meminta toleransi jika rasanya sedang mental breakdown
Sebagai masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran tentang kepentingan kesehatan mental di dalam negeri?
Secara personal, sebagai salah satu masyarakat bumi, khususnya di Nusantara ini, saya percaya bahwa isu ini memang salah satu “tugas saya” di sini, maka, saya pun cukup giat ‘berkampanye’ dengan subtil kepada lingkungan saya. Salah satu caranya itu dengan, saya seringkali mencoba tanpa malu dan ragu membagikan pengalaman saya kepada teman-teman, khususnya yang saya rasa sedang membutuhkan “bantuan” agar kemudian ia bisa terbuka juga kepada saya yang mana mungkin saya bisa memberikan masukan, berbagi metode healing atau mengarahkan ke yang lebih profesional, jika seseorang itu tidak terbuka kepada saya pun, minimal sudah ada jentikan kecil pertanda untuk dia membuka dirinya sendiri dan mencari tahu.
Selain itu, saya mencoba berkontribusi kepada khalayak yang lebih luas, dimana saya menyampaikan pesan-pesan kontemplatif seputar perjalanan spiritual dan toleransi antara manusia melalui karya seni saya. Hingga pada April 2018 lalu untuk pertama kalinya secara spesifik saya membahas isu mental disorder dan hubungannya dengan sistem pendidikan formal di Indonesia dengan medium performance yang partisipatif.
Saya juga aktif berkegiatan di komunitas dan kolektif saya, yang mana sesedikit mungkin isu ini kami angkat juga, selain dengan cara berbagi/curhat session, bahkan dalam proses kerja, dimana saya selalu menyampaikan pada tim saya bahwa jangan pernah malu untuk meminta toleransi jika rasanya ia sedang mental breakdown dan sebagainya untuk kemudian setidaknya kami dapat membantu dengan mem-back up pekerjaannya dan memotivasi.
Di akhir tahun ini juga saya bersama kolektif saya (Fat Velvet Collective) berencana untuk membuat lokakarya “Body Movement for Healing”, dimana saya berharap dapat secara langsung membantu teman-teman yang membutuhkan, berjalan bersama bahkan, dan semoga masih banyak lagi kesempatan dimana saya bisa menyampaikan pesan dan bantuan untuk sesama manusia. Saya harap semua manusia bisa saling berbagi, menginspirasi, membantu juga, dalam isu ini dan lainnya.
Rere Jessup
Musisi – Erik Soto Music
Menurut Anda, apakah aksesibilitas pengobatan kesehatan mental setara dengan aksesibilitas pengobatan kesehatan fisik?
Unfortunately it isn’t here but what’s amazing is that more medical universities have been trying to raise awareness through different events and educational seminars.
Menurut Anda, mengapa terdapat suatu stigma yang mengitari kesehatan mental, bahwa seseorang yang mempunyai suatu mental disorder itu “mencari perhatian”?
Because I feel like it makes us look weak and it isn’t recognized yet as a proper illness and people here still treat it like as if it’s no big deal and it all depends on how strong your mentality is, which is the wrong way to approach it.
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
I think there have been some action done but unfortunately nothing major enough to make an impact.
Apakah menurut Anda kesehatan mental harus diprioritaskan lebih banyak di Indonesia?
Of course, I myself have dealt with anxiety and other mental disorders overtime. Even though it’s not as major, I probably would not be here if I didn’t get the right help. Now imagine the people who have it worse than me, who might be struggling harder yet no one around them is acknowledging it as a proper condition.
We need to lead by example
Sebagai masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran tentang kepentingan kesehatan mental di dalam negeri?
This may sound weird but we need to lead by example, and that can honestly start through the people who are in the spotlight of the media. Media is such a big part of this country and a big influence on how people make decisions. If they can start playing their part in this, I know that we can start making big changes in the way people think.
Tomo Hartono
Musisi – Rekah / 2am Club
Menurut Anda, apakah aksesibilitas pengobatan kesehatan mental setara dengan aksesibilitas pengobatan kesehatan fisik?
Tidak. Masih timpang sekali. Belum lagi banyak asuransi yang gak menutup layanan kesehatan mental. Baru ada BPJS saja, namun itu pun kualitas dan fasilitas pelayanannya masih sangat buruk dibandingkan dengan swasta.
Menurut Anda, mengapa terdapat suatu stigma yang mengitari kesehatan mental, bahwa seseorang yang mempunyai suatu mental disorder itu “mencari perhatian”?
Karena kurangnya pembahasan mengenai kesehatan mental dalam pendidikan kita. Tendensi victim blaming terhadap korban atau penderita juga masih pekat dalam masyarakat kita.
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
Dengan munculnya media sosial, kasus-kasus cyber harassment makin meningkat, menurut Anda apakah pemerintah Indonesia telah menyikapi isu ini dengan baik?
Tidak. Pemerintah selalu lamban dalam menanggapi kasus di internet. Saya rasa, ada suatu kegagapan yang membuat mereka tidak bisa keep up dengan kecepatan informasi di era media sosial. Pandangan mereka juga kerap problematis dan tidak jarang justru memperkeruh situasi.
Apakah menurut Anda kesehatan mental harus diprioritaskan lebih banyak di Indonesia?
Tentu. Secara statistik sudah sangat mengkhawatirkan.
Kenalkan konsep kesehatan mental di sekolah-sekolah.
Sebagai masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran tentang kepentingan kesehatan mental di dalam negeri?
Dimulai dari pendidikan usia dini. Kenalkan konsep kesehatan mental di sekolah-sekolah.